Perlunya Bimbingan Guru Spiritual

Enam Praktik Pendahuluan


Walaupun tentu saja dalam kehidupan sehari-hari kita harus bekerja untuk memastikan keberlanjutan hidup kita, yang paling penting adalah melakukan usaha untuk memastikan kebahagiaan di kehidupan kita yang akan datang. Hal yang bisa membantu mencapai hasil ini bukan kekayaan, tapi tak lain adalah praktik Dharma yang baik.

Buddha mengajarkan sejumlah besar pengajaran menurut keperluan dan kecenderungan murid-muridnya yang bervariasi. Tetapi, apa yang kita butuhkan adalah pengajaran dan praktik yang tidak terlalu ekstensif namun tetap lengkap. Jika apa yang harus kita praktikkan terlalu panjang, maka untuk beberapa orang yang tidak muda lagi atau yang kapasitasnya tidak besar, tentu ini akan menyulitkan mereka untuk belajar, mengerti, dan melakukan usaha yang tepat. Hal lainnya adalah kemalasan yang berisiko muncul karena praktik yang terlalu panjang. Dan dalam kasus yang lain, mereka yang mempunyai kegiatan profesional yang menghabiskan waktu seharian juga akan sulit melakukan praktik yang terlalu panjang.

Di sisi lain, jika praktiknya singkat tetapi tidak lengkap, hal itu juga tidak akan berguna. Ia tidak akan menolong kita mencapai tujuan kita, yaitu Kebuddhaan. Praktik yang disebut 6 praktik pendahuluan adalah satu contoh praktik yang lengkap. Praktik ini mengandung semua poin penting dari ajaran Mahayana. Tidak hanya itu, praktik ini adalah tradisi yang datang dari Guru Suwarnadwipa Dharmakirti yang mempunyai koneksi dengan orang-orang Indonesia.


Baca juga tentang
“Guru Suwarnadwipa Dharmakirti”

Untuk semua alasan inilah kita akan membahas praktik yang disebut Permata Hati Bagi yang Beruntung, yaitu teks 6 praktik pendahuluan. Sebelum kita mendengarkan penjelasannya, adalah penting untuk mengembangkan motivasi yang baik dalam diri kita. Secara singkat, kita harus memunculkan tekad untuk membebaskan semua makhluk hidup dari penderitaan dan mengarahkan mereka menuju kebahagiaan. Dan untuk alasan ini, kita harus merealisasikan Kebuddhaan yang lengkap dan sempurna dalam diri kita.

Pertama-tama, kita harus tahu bahwa sumber asli dari 6 praktik pendahuluan adalah Sutra Prajna-paramita yang diajarkan oleh Buddha di Rajagraha. Selanjutnya, untuk menyingkat waktu, kita akan langsung masuk ke pembahasan ihwal masing-masing praktik ini.

Yang pertama dari 6 praktik pendahuluan adalah membersihkan ruang meditasi dan menyusun representasi dari guru dan tubuh, ucapan, dan batin Triratna. Praktik ini harus dilakukan setiap hari. Ia tidak boleh dilakukan selayaknya aktivitas membersihkan rumah yang biasa kita lakukan, namun harus dilakukan sebagai praktik Dharma. Dengan kata lain, praktik ini harus dilakukan dengan motivasi baik.

Ketika kita membersihkan kotoran, yang harus kita pikirkan adalah pada kenyataannya kita sedang membersihkan klesha dan karma buruk yang menyebabkan aneka kesakitan dan masalah. Setelah kita menyelesaikan pembersihan, kita harus membayangkan bahwa semua klesha dan karma buruk ini juga hilang. Dan jika menghadapi masalah tertentu atau sesuatu yang sulit kita hadapi saat ini, kita harus memikirkan bahwa dengan pembersihan ini, masalah itu juga akan terhapus.

Kenapa kita membersihkan ruang meditasi kita? Sebenarnya, ini sama saja dengan ketika kita melakukan yang sama jika kedatangan tamu penting yang kita undang ke rumah kita untuk minum teh atau makan. Kita melakukannya untuk menunjukkan rasa hormat kepada orang penting tersebut. Jadi, kita membersihkan ruang meditasi karena kita ingin mengundang semua perlindungan utama, ladang kebajikan, Buddha, dan lain-lain.

Bagian kedua dari 6 praktik pendahuluan yang pertama adalah menyusun representasi dari guru dan tubuh, ucapan, dan batin dari Triratna. Tentu saja kita tidak perlu menurunkan dan meletakkan mereka kembali setiap hari. Jika sudah terpasang, kita cukup membersihkannya saja setiap hari. Hal yang terpenting adalah tidak melihat mereka sebagai sesuatu yang simbolik, tetapi sebagai Buddha dan sebagainya yang secara nyata hadir di hadapan kita.

Sebagai syarat minimum, kita harus memiliki gambar Buddha Shakyamuni di tengah sebagai representasi tubuh Buddha. Kita juga harus memiliki teks Sutra Prajna-paramita sebagai representasi ucapan Buddha. Lalu, kita juga harus memiliki stupa sebagai representasi batin Buddha. Tetapi, jika misalnya ada kemungkinan bahwa orang lain atau keluarga akan keberatan atau merasa tidak nyaman jika kita memiliki altar di rumah kita, hal terbaik adalah tidak secara terbuka menampilkan altar kita dan menjaganya agar tetap tersembunyi.

Praktik selanjutnya adalah menyusun persembahan di altar. Kita tidak perlu menjelaskannya secara lengkap karena ini mudah dimengerti. Yang terpenting adalah jangan berpikir bahwa persembahan kita kurang banyak walaupun itu hanya 1 tangkai bunga atau 1 batang dupa atau 1 gelas air, karena poin pentingnya di sini adalah membuat persembahan kepada Buddha.

Selanjutnya, praktik pendahuluan yang ketiga adalah duduk di tempat yang nyaman. Kita perlu duduk dalam posisi yang nyaman agar pikiran kita tidak terdistraksi oleh rasa sakit dari tubuh kita. Postur yang ideal adalah kita duduk dalam posisi Wajrasana, di mana posisi kaki saling bersilangan. Atau jika hal tersebut tidak memungkinkan, kita dapat melakukan postur setengah Wajrasana, di mana kaki kita bertumpu di atas kaki lain, yakni kaki/paha kanan kita diletakkan di atas kaki/paha kiri kita. Ini sama seperti postur Buddha Tara.

Bagian kedua dari praktik pendahuluan ketiga adalah mengembangkan motivasi yang baik dalam diri kita. Jika kita menemukan ada niat kita yang tidak bajik, kita perlu mengoreksinya. Dan seperti yang telah dibahas sebelumnya, kita perlu mengembangkan aspirasi altruistik untuk menolong semua makhluk agar mereka terbebas dari penderitaan dan menemukan kebahagiaan sejati. Inilah alasan kita mempraktikkan 6 praktik pendahuluan.

Disebutkan dalam teks bahwa pada poin ini kita akan berlindung dan membangkitkan bodhicita, namun karena hal ini juga berhubungan dengan visualisasi ladang kebajikan, kita akan membahas berlindung dan membangkitkan bodhicita belakangan. Sekarang, kita akan lanjut membahas visualisasi ladang kebajikan. Ini merupakan praktik pendahuluan yang keempat.

Jadi di sini, kita akan memvisualisasikan ladang kebajikan atau objek perlindungan di depan kita. Ada bermacam-macam cara untuk melakukannya, tapi cara paling mudah adalah memvisualisasikan Buddha di hadapan kita, yang duduk di atas singgasana besar dan berada sedikit lebih tinggi dari alis kita. Biasanya kita memeditasikan Buddha dalam ukuran manusia, tapi jika kita lebih nyaman memeditasikannya dalam ukuran yang lebih besar atau lebih kecil, kita juga dapat melakukannya. Hal terpenting adalah membayangkan bahwa seluruh objek perlindungan dipadatkan ke dalam Buddha tersebut.

Bagaimana jika kita ragu bahwa seluruh objek perlindungan bisa dipadatkan ke dalam Sang Buddha? Kita bisa mengingatkan kembali diri kita bahwa tubuh Buddha merepresentasikan Sangha, ucapan Buddha merepresentasikan Dharma, dan pikiran Buddha merepresentasikan Buddha itu sendiri. Dan ketika kita memvisualisasikan Buddha di depan kita, kita tidak seharusnya melihat beliau sebagai foto, patung, atau gambar yang biasa saja. Kita perlu melihatnya sebagai makhluk hidup, sesuatu yang bergerak, dan dengan cahaya terpancar dari tubuh yang menyinari seluruh jagad raya.

Kemudian, kita perlu berpikir bahwa di sisi kanan kita terdapat ayah kita di kehidupan saat ini dan seluruh makhluk laki-laki di samsara; di sisi kiri kita terdapat ibu di kehidupan saat ini dan seluruh makhluk wanita di samsara; di depan kita terdapat semua makhluk yang tidak kita sukai; dan di belakang kita terdapat semua makhluk yang kita sayangi. Jadi, kita dikelilingi oleh semua makhluk, dan kita harus melihat mereka dalam bentuk manusia. Namun, meskipun dalam bentuk manusia, mereka mengalami penderitaan yang berbeda-beda sesuai dengan alam kehidupan mereka. Kita juga melihat mereka semua tidak bahagia karena merasakan penderitaan di alam kehidupan mereka masing-masing.

Langkah selanjutnya adalah mengembangkan alasan mengambil perlindungan, dan untuk melakukan hal ini kita harus berpikir bahwa diri kita mengalami penderitaan yang tak dapat kita bayangkan dan tak tertahankan. Dan meskipun di kehidupan saat ini kita mendapatkan kehidupan yang baik, kita sebenarnya tetap memiliki karma tak bajik yang dapat menyebabkan kita jatuh ke alam rendah. Dan meskipun kita tidak berada di alam rendah, kita tetap berpotensi mengalami penderitaan di dalam samsara. Jadi, kita akan mengambil perlindungan karena takut jatuh ke alam rendah tersebut. Ada perasaan ngeri ketika membayangkan diri kita jatuh ke alam rendah, dan inilah sebabnya kita ingin mengambil perlindungan.

Ketika kita mati, kita tidak tahu ke alam mana kita akan terlahir. Tidak ada jaminan bahwa kita akan mendapat kehidupan yang lebih baik. Tetapi, kita selanjutnya berpikir bahwa setidaknya ada satu hal yang dapat melindungi kita dari penderitaan. Kita melihat bahwa Triratna dapat menolong kita, dan ada perasaan lega ketika mengetahui hal tersebut. Alasan lain untuk mengambil perlindungan adalah karena semua makhluk yang berada di dalam samsara mengalami penderitaan, sehingga kita pun tergerak untuk menolong mereka.

Merenungkan alasan-alasan ini, kita akan berpikir bahwa sejak sekarang sampai kelak kita mencapai Kebuddhaan, kita akan berlindung kepada Buddha sebagai satu-satunya sosok yang dapat menunjukkan jalan pencerahan, berlindung kepada Dharma sebagai jalan pencerahan itu sendiri, dan berlindung kepada Sangha sebagai penolong kita mencapai pencerahan. Oleh karena itu, kita berdoa kepada Triratna yang akan melindungi kita dan semua makhluk untuk terbebas dari samsara secara umum dan penderitaan di alam rendah secara khusus. Baris-baris berikutnya adalah doa agar seluruh tindakan bajik kita, baik praktik berdana dan seterusnya, akan menjadi sebab dari realisasi-realisasi kita dalam mencapai Kebuddhaan dan menolong semua makhluk.

Pada saat mengulang bait berlindung dan membangkitkan bodhicita untuk yang ketiga kali, kita membayangkan Buddha di hadapan kita dengan pancaran cahaya putih dan nektar yang keluar dari tubuh, ucapan, dan batin beliau masuk ke dalam tubuh kita dan semua makhluk yang berada di sekitar kita melalui bagian atas kepala. Lalu, cahaya dan nektar ini membersihkan seluruh tubuh kita dan karma buruk kita, berikut jejak-jejaknya. Juga, seluruh penyakit dan halangan akan dimurnikan, dan ini pada gilirannya menyebabkan kita dan semua makhluk menerima berkah Buddha.

Selanjutnya, kita mengharapkan bahwa semua makhluk terbebas dari penderitaan. Namun, pada kenyataannya hal tersebut belum terjadi karena adanya emosi-emosi pengganggu dalam diri mereka. Oleh karena itu, langkah pertama adalah berdoa semoga semua makhluk selalu berada dalam keseimbangan batin, yang lantas ditimpali oleh aspirasi yang kuat bahwa mereka harus berada dalam keseimbangan batin, yang kemudian dilanjutkan dengan tekad kita untuk memikul tanggung jawab atas munculnya keseimbangan batin dalam diri mereka. Pada tahap yang keempat atau terakhir, kita memohon kepada para Guru dan Istadewata agar kita dibantu untuk melakukan hal tersebut. Tiga bait berikutnya dilanjutkan dengan prosedur yang sama.

Ketika membaca 4 Kemuliaan Tanpa Batas, bayangkan tubuh Sang Buddha memancarkan cahaya putih dan nektar yang merupakan realisasi beliau akan 4 Kemuliaan Tanpa Batas. Sinar dan cahaya ini turun dan larut ke tubuh kita dan semua makhluk, lalu memurnikan semua kesalahan atau karma yang kita himpun sejak waktu tak berawal. Kemudian, bayangkan bahwa cahaya dan nektar ini akan memberikan realisasi 4 Kemuliaan Tanpa Batas seperti yang dimiliki oleh Buddha kepada kita dan semua makhluk.

Jika kita ingin mempraktikkan ajaran Mahayana, 4 Kemuliaan Tanpa Batas adalah contoh praktik yang harus kita lakukan. Faktanya, ia merupakan praktik yang cukup untuk dilakukan selama kehidupan kita. Tapi sayangnya, kita malah cenderung mengesampingkan praktik ini dan mencari praktik lain yang kelihatannya lebih hebat, seperti praktik Tantra tertentu. Guru Shantidewa mengajarkan bahwa hal yang paling penting dan berguna bagi semua makhluk hidup adalah batin pencerahan atau bodhicita, dan faktanya 4 Kemuliaan Tanpa Batas adalah praktik untuk membangkitkan bodhicita. Jadi, jauh lebih penting untuk melatih praktik sederhana ini ketimbang praktik lain yang tampak lebih hebat tapi sebenarnya sangat sulit dilakukan.

Selanjutnya, kita sampai di bagian memberkati bumi dan persembahan. Di sini, kita membayangkan ruangan tempat praktik kita menjadi sangat indah seperti yang digambarkan dalam bait. Lalu, sehubungan dengan persembahan yang kita letakkan di altar, meskipun kita tidak memiliki banyak persembahan, kita harus membayangkan bahwa jumlahnya berlipat ganda, sangat banyak hingga memenuhi ruangan di sekeliling kita, dalam keadaan yang lebih indah dari persembahan asli yang kita letakkan di altar. Kita harus membayangkan mereka bukan sebagai persembahan biasa, tapi kebajikan dari diri kita dan semua makhluk yang mengambil wujud sebagai bahan persembahan yang indah. Inilah yang kita persembahkan kepada para Buddha.

Jika prosedur ini agak sulit dimengerti oleh kita, kita dapat memahaminya dengan mengambil contoh sebagai berikut. Jika seseorang melakukan suatu kebajikan kepada makhluk lain, maka meskipun itu bukan kebajikan yang kita lakukan, kita dapat mempersembahkan ini kepada Buddha dalam bentuk bahan persembahan yang indah seperti dupa atau bunga. Atau, kita juga bisa mempersembahkan praktik menjaga sila dengan membayangkannya dalam bentuk sebatang dupa yang kita persembahkan. Lebih jauh, kita juga dapat membayangkan kebijaksanaan yang kita peroleh dari hasil belajar dan praktik dalam bentuk cahaya yang kita persembahkan.

Persembahan yang demikianlah yang benar-benar dapat menyenangkan para Buddha. Sekadar mempersembahkan air, bunga, dan pelita biasa tidak akan menyenangkan Buddha, karena beliau tidak membutuhkan semua itu. Alih-alih, hanya persembahan kebajikan yang demikianlah yang menyenangkan para Buddha, karena para Buddha hanya mengharapkan agar penderitaan kita cepat berakhir dan agar kita memperoleh kebahagiaan tertinggi. Alasannya, apabila kita tidak berbuat kebajikan apa pun untuk mencapai kebahagiaan sejati, para Buddha sendiri tidak bisa berbuat apa-apa untuk membantu kita, padahal tujuan utama mereka adalah kebahagiaan semua makhluk. Jadi, membuat kebajikan di pihak kita adalah satu-satunya cara menyenangkan para Buddha.

Langkah selanjutnya adalah memberkahi persembahan dengan Dharani persembahan sebanyak tiga kali. Pikirkan bahwa setelah diberkahi dengan Dharani dan setelah pernyataan kekuatan kebenaran, semua persembahan sekarang mempunyai kekuatan untuk membuat para Buddha bersenang hati. Persembahan kita kini menjadi lebih ampuh dan lebih kuat dalam mencapai tujuan kita.

Tahap berikutnya adalah mengundang kembali ladang kebajikan. Pada awal praktik, kita memang telah mengundang ladang kebajikan, tetapi kita sering merasa ragu bahwa Buddha dan semua objek perlindungan benar-benar hadir di hadapan kita. Oleh karena itu, kita mengundang kembali ladang kebajikan untuk memperkuat kembali keyakinan kita. Di sini, kita membayangkan semua Buddha datang dari sepuluh penjuru dan menjadi satu dengan ladang kebajikan yang kita bayangkan di awal praktik.

Berikutnya, kita sampai pada bagian kelima dari 6 praktik pendahuluan, yaitu doa 7 bagian dan persembahan mandala. Doa 7 bagian adalah praktik yang sangat penting bagi semua tradisi Buddhisme, baik Sutra dan Tantra, dan merupakan bagian penting dari upacara Buddhis dan praktik meditasi.

Bagian pertama dari doa 7 bagian adalah penghormatan. Untuk melakukan penghormatan ini, kita perlu membayangkan dari tubuh kita menjelma tubuh-tubuh dalam jumlah tak terhitung, yakni tubuh- tubuh kita dari semua kehidupan lampau yang hadir bersama semua makhluk. Kita memberi penghormatan kepada ladang kebajikan, di mana baris pertama berisi penghormatan mendalam kepada Manjushri yang muda.

Secara umum, terdapat tiga cara untuk memberi penghormatan, yaitu melalui tubuh, ucapan, dan batin. Penghormatan melalui tubuh dapat dilakukan dengan sembah sujud atau menghormat dalam sikap anjali. Berikutnya, penghormatan melalui ucapan dapat dilakukan dengan melantunkan pujian. Dan terakhir, penghormatan melalui batin dilakukan dengan menggunakan keyakinan mental pada objek penghormatan kita. Bait pertama mencakup ketiga aspek ini.

Apa yang perlu kita pikirkan ketika memberi penghormatan? Kita perlu mengingat bahwa objek penghormatan, ladang kebajikan di depan kita, memiliki kualitas tubuh, ucapan, dan batin yang luar biasa. Dengan pemahaman ini, kita juga akan memunculkan aspirasi untuk memiliki semua kualitas tersebut. Dengan harapan ini, kita meminta ladang kebajikan memberkahi kita sehingga kita memiliki kekuatan untuk melakukannya. Inilah alasan kita memberikan penghormatan.


Baca juga
“Kualitas Buddha”

Bait berikutnya adalah penghormatan kepada tubuh, di mana kita melakukan sembah sujud kepada semua Begawan dengan tubuh sebanyak atom-atom di alam semesta. Di sini, kita membayangkan semua tubuh kita dari kehidupan lampau yang tak terhingga banyaknya memberi penghormatan kepada ladang kebajikan di hadapan kita. Selain tubuh kita, yang juga turut dilipatgandakan adalah objek perlindungan kita, yaitu para Buddha di hadapan kita. Bayangkan bahwa para Buddha duduk pada setiap atom di alam semesta dan dunia ini dipenuhi oleh iringan Buddha-buddha. Melalui visualisasi ini, kita memberi penghormatan dengan tubuh kita.

Selanjutnya, kita memberi penghormatan dengan ucapan, di mana kita berdoa kepada Buddha melalui semua mulut dan lidah dari kehidupan lampau kita. Dengan cara ini, semuanya secara serentak menyanyikan pujian yang luar biasa kepada para Buddha.

Kita memberi penghormatan dengan tubuh dan ucapan kita, tetapi secara implisit kita juga memberi penghormatan melalui batin karena batin yang penuh keyakinan adalah landasan kita melakukan praktik penghormatan ini.

Bagian berikutnya dari doa 7 bagian adalah mempersembahkan aneka ragam persembahan yang sudah kita siapkan. Kita telah meletakkan semua persembahan kita dan memperbanyak mereka dalam visualisasi kita sebelum benar-benar mempersembahkannya kepada ladang kebajikan. Dan sekali lagi, karena semua persembahan ini merupakan persembahan dari kebajikan kita, maka tidak ada persembahan yang lebih baik lagi yang bisa kita persembahkan kepada para Buddha.

Penting untuk mengingatkan kembali bahwa ketika kita melakukan penghormatan dan memberikan persembahan, kita perlu berpikir bahwa kita tidak seorang diri melakukannya, tapi sebaliknya, semua makhluk di samsara turut melakukan hal ini bersama kita.

Bagian berikutnya adalah persembahan mandala singkat, di mana kita mempersembahkan bagian tengah gunung Meru, empat benua di empat penjuru, matahari, dan bulan. Jadi, terdapat tujuh bagian persembahan mandala. Namun pada dasarnya, persembahan ini adalah karma bajik kita dalam bentuk mandala tersebut. Dengan kata lain, kita mempersembahkan semua perbuatan baik kita dalam bentuk mandala atau alam semesta.

Bagian berikutnya adalah praktik pengakuan. Untuk melakukan pengakuan ini, pertama kita akan membayangkan semua masalah kita dalam hidup ini, seperti misalnya sakit sik, tekanan mental, nasib yang buruk, tidak mendapatkan apa yang kita inginkan, dan sebagainya. Semua ini sebenarnya merupakan akibat dari kemelekatan, kebencian, dan ketidaktahuan kita.

Bagaimana ketiga racun mental ini menjadi penyebab semua masalah kita? Melalui pengaruh mereka, kita melakukan berbagai macam perbuatan negatif, baik dengan tubuh, ucapan, dan batin, dan hal-hal negatif ini memberikan buahnya berupa hasil negatif, yaitu masalah yang kita alami sekarang dan rintangan-rintangan yang kita hadapi.

Ketika kita mengingat bahwa kita masih memiliki karma negatif yang besar dalam diri kita, maka pada saat meninggal nanti, terdapat kemungkinan bagi kita untuk lahir di neraka. Menyadari hal tersebut, kita seharusnya merasa menyesal dan membangkitkan tekad untuk menghindari melakukan karma buruk lagi. Jika berjanji untuk selamanya menghindari karma buruk terasa sulit untuk dilakukan, kita bisa berjanji untuk menghindari melakukan perbuatan negatif selama periode waktu tertentu yang telah kita tetapkan sendiri.

Kita perlu merenungkan suatu kenyataan bahwa bilamana kelakuan kita dalam kehidupan ini saja sudah begitu, maka pastinya dalam kehidupan yang lampau kita sudah melakukan hal-hal yang sama, dan dengan cara demikian kita perlu membangkitkan penyesalan terhadapnya dan tekad untuk menghindarinya di masa depan.

Bagian berikutnya dari doa 7 bagian adalah bermudita. Kita bermudita atas perbuatan baik dari para Buddha di sepuluh penjuru dunia, para Bodhisatwa, para Pratyekabuddha, dan sebagainya. Kita membayangkan semua perbuatan bajik mereka dan bergembira sekali atas semua itu. Dan bilamana kita merenungkan atau berpikir tentang teman-teman kita, keluarga kita, tetangga kita, dan rekan kerja kita, kita turut mengingat perbuatan-perbuatan baik mereka dan bergembira atas semua itu.

Bermudita pada kebajikan orang lain adalah kebalikan dari apa yang biasanya kita lakukan. Umumnya, ketika kita melihat orang lain mengalami hal yang baik, memiliki waktu yang baik, dan sebagainya, alih-alih merasa bahagia untuk itu, kita malah cenderung merasa iri. Perasaan ini akan menyebabkan karma baik kita menghilang atau melemah. Sebaliknya, bermudita atas semua hal baik yang dialami dan dilakukan pihak lain akan meningkatkan kebajikan kita secara signi kan. Sebagai contoh, bila kita mengingat aktivitas dan perbuatan baik Sang Buddha yang, meski dilakukan lebih dari 2500 tahun yang lalu, efek positifnya masih terasa sampai hari ini, kita dapat bermudita atas kebajikan Sang Buddha.

Bagian berikutnya adalah permohonan ajaran. Saat memohon ajaran, kita harus membayangkan diri kita mempersembahkan sebuah roda Dharma emas dengan 1000 jeruji. Roda ini melambangkan kebajikan kita, dan kita persembahkan kebajikan ini kepada para Buddha agar mereka memutar roda Dharma. Bayangkan bahwa para Buddha menerima dan mengabulkan permohonan kita.

Bagian berikutnya adalah permohonan agar para Buddha tetap tinggal untuk melindungi kita. Di sini, kita harus membayangkan bahwa kita mempersembahkan takhta emas yang ditopang delapan singa sebagai lambang kebajikan kita, lalu mohonlah agar mereka tetap tinggal sampai semua makhluk mencapai pencerahan. Bayangkan bahwa para Buddha menerima dan mengabulkan permohonan kita, dan takhta yang kita persembahkan melebur bersama takhta Buddha. Bila kita memohon pada guru spiritual kita yang masih hidup, kita harus membayangkan guru kita ada di depan kita bersama Sang Buddha dan memohon agar mereka tetap bersama kita dan semua makhluk hingga berkalpa-kalpa.

Bagian terakhir dari doa 7 bagian adalah dedikasi keenam praktik yang telah kita lakukan demi tercapainya pencerahan sempurna.

Dalam doa 7 bagian, bait penghormatan adalah penawar racun kesombongan kita, bait persembahan adalah cara mengatasi sifat kikir kita, bait pengakuan adalah cara untuk mengatasi semua hal negatif dalam diri kita, bait bermudita adalah penawar iri hati kita, bait permohonan ajaran adalah penawar kemalasan dan ketidakpatuhan terhadap guru spiritual kita dan juga untuk memurnikan tindakan menolak Dharma, bait permohonan untuk tetap tinggal adalah penawar karma buruk yang mengakibatkan umur pendek, dan terakhir, bait dedikasi adalah untuk mencegah karma baik yang telah kita lakukan batal berbuah akibat emosi negatif seperti kemarahan.

Pada persembahan mandala panjang, kita mempersembahkan seluruh alam semesta lengkap dengan benua dan semua makhluk di dalamnya. Alam semesta harus dibayangkan dalam bentuk yang sangat menarik dan indah untuk kita persembahkan. Untuk memudahkan visualisasi kita, kita menggunakan sebuah mandala yang terdiri dari plat dasar dan 3 lapisan. Saat mengisi tiap lapisan dengan beras, kita harus membayangkan beras tersebut mewakili isi semesta yang sedang kita persembahkan. Mandala bisa terbuat dari bahan apa saja, namun tentunya, semakin berharga bahan yang kita pakai, akan semakin besar pula kebajikan yang kita himpun. Opsi lainnya adalah mempersembahkan mandala melalui mudra.

Mengisi beras pada mandala dimulai dari arah timur, yakni menghadap ke diri kita sendiri. Umumnya penempatan urutan mandala adalah searah jarum jam, namun menyangkut sub benua, arahnya berlawanan dengan jarum jam. Saat kita mempersembahkan alam semesta beserta isinya, kita mempersembahkan semua kebajikan kita dalam bentuk dunia dan isinya. Kita juga bisa menambahkan semua harta milik kita, bahkan tubuh kita pun dapat kita persembahkan kepada Buddha.

Bagian terakhir dari 6 praktik pendahuluan adalah permohonan kepada guru-guru silsilah. Tapi sebelumnya, kita mesti melafalkan permohonan tiga tujuan agung kepada para Guru dan Buddha. Tujuannya adalah memohon kepada para Guru dan Buddha agar membantu kita sehingga kita dapat mengakhiri semua pikiran salah dan mengembangkan semua pikiran benar serta mengatasi semua halangan, baik yang berasal dari luar maupun dari dalam. Sebelum kita meleburkan mandala yang kita persembahkan, kita membaca Idam Guru Ratna Mandala Kam Niryatayami. Bayangkan bahwa Buddha mengabulkan permohonan kita dan menerima persembahan mandala kita.

Setelahnya, barulah kita membuat permohonan kepada Guru- guru silsilah, yang dimulai dengan permohonan pada Guru yang berada di atas kepala kita dengan dudukan teratai dan bulan. Ketika kita melafalkan bait pertama, bayangkan bahwa dari hati Sang Buddha di hadapan kita muncul Guru spiritual kita dalam wujud manusia. Guru kita duduk di atas kepala dan menghadap ke arah kita dengan sikap anjali.

Baris terakhir dari tiap bait harus dibaca ulang sebanyak dua kali. Pada saat kita membaca untuk pertama kali, bayangkan bahwa guru datang dan duduk di atas kepala kita. Kemudian pada saat kita membaca untuk kedua kalinya, bayangkan bahwa sinar panca warna atau sinar putih dan amerta turun memenuhi tubuh kita dan menjadi satu dengan tubuh kita. Kemudian, guru yang datang dan duduk di atas kepala kita dengan sikap anjali bermakna bahwa guru akan membantu kita menghadirkan para Buddha untuk datang dan memberkahi kita. Selanjutnya, kita mengundang para Guru dan Buddha Shakyamuni untuk datang dan memberkahi kita. Saat membaca bait untuk kali pertama, kita membayangkan Buddha Shakyamuni datang dan duduk menghadap ke arah kita, dan bahwa beliau memberkahi amerta yang memurnikan kita. Saat membacanya untuk kedua kali, bayangkan bahwa Buddha Shakyamuni masuk ke dalam diri kita, yakni ke hati kita, dan memberkahi tubuh, ucapan, dan batin kita.

Pada bait berikutnya, Guru yang masih di atas kepala kita dengan sikap anjali membantu kita untuk memohon pada guru-guru silsilah Aktivitas Luas untuk datang dan memberkahi kita. Kemudian, kita membayangkan bahwa Arya Maitreya datang. Dalam sosok Arya Maitreya, sudah dipadatkan seluruh guru silsilah Aktivitas Luas, yaitu Arya Asanga, Arya Wasubandhu, Arya Wimuktisena, dan lainnya. Mereka datang dan memberkahi kita dengan cara yang sama seperti Buddha Shakyamuni memberkahi kita. Saat pertama kali membaca bait permohonan ini, kita membayangkan amerta masuk ke dalam diri kita, dan saat membaca kedua kalinya, kita membayangkan amerta masuk ke hati kita dan memberkahi tubuh, ucapan, dan batin kita.

Pada bait berikutnya, kita memohon kepada guru-guru silsilah Pandangan Mendalam yang diwakili oleh Arya Manjushri. Dengan proses yang sama, kita mengundang Arya Manjushri ke atas kepala kita dan duduk di atas kepala kita. Saat membaca bait untuk kali pertama, beliau memberkahi amerta yang memurnikan kita. Saat membacanya untuk kedua kali, amerta masuk ke hati kita dan memberkahi tubuh, ucapan dan batin kita.

Bait berikutnya adalah menyangkut Guru Suwarnadwipa, dan prosesnya masih sama. Dari hati Sang Buddha yang ada di hadapan kita, kita mengundang Guru Suwarnadwipa dan memohon kepada beliau seperti dijabarkan dalam bait sebelumnya.

Pada bait berikutnya, kita memohon kepada guru-guru silsilah Kadam yang diwakili oleh Guru Atisha. Kemudian pada bait berikutnya, kita memohon kepada guru-guru silsilah Kadam baru atau Gelug yang diwakili Sang Raja Dharma yang luar biasa, yaitu Je Tsongkhapa.

Bait berikutnya adalah permohonan kepada guru spiritual kita sendiri dalam kehidupan ini. Kalau bisa, kita harus membayangkan mereka datang satu per satu untuk memberkahi kita. Bila kita tidak dapat melakukannya, kita dapat membayangkan guru-guru tersebut menyatu dengan guru utama kita.

Berikutnya, pada saat kita membaca Dasar Semua Kebajikan, kita memohon pada ladang kebajikan di depan kita. Kita membayangkan Guru masih berada di atas kepala kita dengan sikap anjali untuk membantu kita memohon kepada ladang kebajikan. Pada pelafalan pertama, kita memohon agar dapat bersikap dan berbakti kepada Guru dengan benar. Bayangkan bahwa dari ladang kebajikan terpancar sinar putih atau sinar putih kekuningan yang masuk ke dalam diri kita dan memurnikan kita dari halangan untuk berbakti dengan benar. Pada pelafalan kedua, bayangkan bahwa sinar memancar masuk ke dalam diri kita untuk menanamkan sikap dan cara berbakti kepada Guru dengan baik dan benar.

Untuk bait kedua, kita memohon agar mendapatkan kesadaran ihwal betapa berharganya kelahiran sebagai manusia sehingga kita dapat memanfaatkannya sebaik mungkin. Visualisasinya sama dengan bait pertama.

Dua bait berikutnya mengandung keseluruhan jalan Lamrim yang dilewati oleh makhluk motivasi awal. kita memohon agar kita memperoleh realisasi seperti praktisi motivasi awal.

Bait berikutnya mengandung aspirasi awal makhluk motivasi menengah yang ingin bebas dari samsara. Ketika membaca bait ini, kita memohon agar kita memperoleh aspirasi murni untuk terbebas dari samsara. Visualisasinya sama seperti sebelumnya.

Bait berikutnya mengandung aspek lain dari makhluk motivasi menengah, yaitu mempertahankan ikrar Pratimoksha atau pembebasan pribadi dari samsara. Ketika membaca bait ini, kita memohon untuk memperoleh pencapaian ini. Visualisasinya sama seperti sebelumnya.

Bait berikutnya mengandung aspek makhluk motivasi tinggi dan secara spesi k mengandung pengembangan bodhicita yang merupakan esensi dari jalan Mahayana. Ketika membaca bait ini, kita memohon untuk memperoleh pencapaian ini. Visualisasinya sama seperti sebelumnya.

Bait berikutnya mengandung tekad untuk melatih 3 jenis disiplin moral dalam sila Bodhisatwa, dan kita memohon semoga hal ini tercapai dalam diri kita. Visualisasinya sama seperti sebelumnya.

Bait berikutnya mengandung makna semoga kita dapat terbebas dari gangguan batin dan tidak tergoyahkan, serta berhasil menganalisis kebenaran dengan tepat dan mempunyai wawasan tepat berupa shamatha dan wipashyana. Visualisasinya sama seperti sebelumnya.

Bait berikutnya mengandung makna semoga kita dapat mempunyai kapasitas memasuki jalan Tantrayana. Visualisasinya sama seperti sebelumnya.

Bait berikutnya mengandung makna semoga kita dapat mempertahankan dan menjaga kesucian ikrar dan janji dengan hidup kita. Visualisasinya sama seperti sebelumnya.

Bait berikutnya mengandung makna semoga kita dapat merampungkan kedua tahapan yang merupakan intisari Tantra.

Bait berikutnya mengandung makna semoga kita dapat mengatasi semua halangan, baik dari dalam maupun dari luar. Di sini, kita melakukan visualisasi sederhana, yakni hanya membayangkan sinar dan amerta dari ladang kebajikan membersihkan kita dari semua halangan.

Pada bait terakhir, kita memohon agar tidak pernah terpisahkan dari guru spiritual kita dan agar kita dengan cepat mencapai tingkat Wajradhara atau Kebuddhaan. Di sini, kita tidak harus melakukan visualisasi seperti sinar maupun amerta.

Berikutnya, kita akan melakukan peleburan ladang kebajikan. Kita membayangkan bahwa ladang kebajikan melebur dan menjadi satu dengan guru di atas kepala kita.

Kita juga bisa melafalkan mantra Om Muni Muni Maha Muni Ye Soha. Jika kita mampu, visualisasikan bahwa dalam hati Buddha di atas kepala kita terdapat piringan horizontal. Di atasnya, berdiri tegak huruf-huruf dari mantra ini yang merupakan satu lingkaran di bagian luar piringan bulan yang berwarna kekuningan. Saat kita membaca mantra, kita bayangkan ada amerta dan sinar yang larut dan masuk ke dalam diri kita untuk memurnikan dan memberkahi kita. Bila hal ini terlalu sulit, maka cukup bayangkan turunnya sinar dan amerta yang masuk ke dalam diri kita.

Mantra-mantra yang lain, seperti Om Mani Padme Hum, juga bisa dilafalkan dan divisualisasikan dengan cara yang sama. Tapi jika kita tidak punya waktu untuk melakukannya, maka tidak masalah.

Kemudian, kita bayangkan bahwa Sang Buddha menyatu dengan sang guru di atas kepala kita dan larut ke dalam diri kita, dan dengan demikian tubuh, ucapan, dan batin Buddha telah menyatu dengan tubuh, ucapan, dan batin kita.

Setelah merampungkan bagian visualisasi, ada dua pelimpahan. Bait yang pertama adalah kita memohon agar dapat dengan cepat merampungkan kedua himpunan dan mencapai tingkat Kebuddhaan yang sempurna demi membantu makhluk lain.

Pada bait berikutnya, kita melimpahkan semua himpunan karma baik kita agar dalam segala kehidupan kita selalu dilindungi oleh Manjushri. Ini supaya kita meraih semua tahap-tahap ajaran yang menyenangkan para Buddha.

Pada bait berikutnya, kita melimpahkan semua karma baik kita dan mendedikasikannya agar kita bisa mendapat realisasi dari Dharma yang diajarkan oleh Sang Buddha dan juga supaya kita dapat mengembangkan cinta kasih yang mendalam. Dengan demikian, kita benar-benar menjadi seorang penegak Dharma Sang Buddha dan betul-betul merealisasikan Dharma Sang Buddha dalam diri kita.

Kemudian, kita mendedikasikan semua karma baik kita agar bisa menyempurnakan dharani Sang Buddha ke seluruh penjuru dan di tempat-tempat di mana ajaran belum berkembang atau pernah berkembang tapi telah hilang setelah beberapa waktu.

Kemudian, pada bait berikutnya kita mendedikasikan karma baik kita agar kita bisa menyebarkan, secara khusus, tahap-tahap jalan menuju pencerahan atau Lamrim.

Dan kemudian, kita berdoa agar semua manusia dan makhluk bukan manusia yang telah membantu kita dalam perjalanan kita menuju pencerahan agung dapat meraih kondisi-kondisi yang memudahkan serta dapat mengatasi semua halangan-halangan dalam praktik Dharma.

Kita berdoa semoga kita dapat terus berupaya dalam menjalankan tahap-tahap menuju pencerahan yang agung ini, semoga kita dapat mempraktikkan kesepuluh kegiatan Dharma, dan semoga kita dilindungi oleh para pelindung Dharma dan sebagainya. Bantuan mereka dalam melindungi kita dan perbuatan bajik kita adalah satu samudra keberuntungan yang mengisi seluruh penjuru dunia.

Jadi berikutnya, dalam Permata Hati Bagi yang Beruntung, kita sampai pada permohonan kepada guru silsilah. Pertama-tama, kita mengundang guru spiritual utama kita, dan di ladang kebajikan ada Sang Buddha yang dikelilingi oleh semua objek perlindungan. Visualisasi yang harus kita lakukan ketika kita memanggil Guru adalah kita harus berpikir bahwa beliau hadir dari jantung hati Buddha Shakyamuni yang berada di depan kita. Beliau datang kepada kita dan menempatkan dirinya di atas kepala kita. Setiap guru yang kita pikirkan hadir dari jantung hati Sang Buddha, dimulai dari guru spiritual pribadi kita.

Jadi ketika kita mengajukan permohonan kepada beliau, kita bayangkan beliau datang dari jantung hati Buddha, turun, dan menempatkan dirinya di atas kepala kita, di atas dudukan teratai dan cakram bulan. Beliau duduk menghadap ke arah yang sama seperti kita dengan posisi tangan beranjali, dan beliau akan memohon kepada Buddha di depan kita untuk memberkahi kita. Beliau membantu kita untuk memohon kepada Buddha dan para guru silsilah. Jika memungkinkan, kita harus melakukan visualisasi cahaya dan nektar yang datang dari guru spiritual di atas kepala kita dan melebur ke dalam diri kita.

Sebagai tambahan, ketika mengulang baris permohonan untuk pertama kali, kita memohon kepada guru di hadapan kita. Ketika kita mengulang untuk kedua kalinya, kita bayangkan bahwa beliau datang dan menempatkan dirinya di atas kepala kita. Dalam versi ladang kebajikan yang lebih mendalam, semua guru yang termasuk dalam permohonan secara langsung kita visualisasikan pada kali pertama kita mengucapkan baris tersebut. Kita melihat lalu berbicara dan melihat pada mata guru. Kali kedua kita membacanya, kita mengundang mereka untuk duduk di atas kepala kita dan di waktu yang bersamaan, jika kita bisa, visualisasikan purifikasi dengan cahaya dan nektar.

Berikutnya, kita sampai pada permohonan kepada Buddha Shakyamuni. Ketika kita menyatakan permohonan kepada beliau, kita harus berpikir bahwa guru spiritual di atas kepala kita juga menyatakan permohonan kepada Buddha Shakyamuni. Ketika mengulang untuk pertama kali, kita membayangkan Buddha Shakyamuni dengan jelas dan nyata. Dan pada pengulangan kedua, kita berpikir bahwa Buddha Shakyamuni turun ke atas kepala kita dan melebur ke dalam diri kita, dan dengan demikian, kita telah menerima berkah dari semua pencapaian realisasi Buddha.

Selanjutnya, kita menyatakan permohonan kepada guru-guru dari silsilah Aktivitas Luas, dimulai dari Maitreya hingga Guru Suwarnadwipa. Sebagai alternatif, kita cukup memvisualisasikan Maitreya dan berpikir bahwa beliau memadatkan dalam dirinya semua guru dari silsilah Aktivitas Luas. Kita berpikir bahwa beliau datang dari jantung hati Buddha Shakyamuni dan turun menempatkan dirinya di atas kepala kita, dan kemudian melebur ke dalam diri kita dengan cara yang sama seperti sebelumnya.

Visualisasinya sama seperti yang baru saja dijelaskan. Jika kita mampu memvisualisasikan cahaya dan nektar, kita harus berpikir bahwa ketika cahaya dan nektar masuk ke dalam diri kita, mereka secara khusus memberikan semua realisasi atas tahapan jalan menuju pencerahan, khususnya yang berkaitan dengan aspek aktivitas luas dari sang jalan. Pada tahap pertama dari visualisasi cahaya dan nektar, kita berpikir bahwa mereka memurnikan kita dari semua halangan untuk meraih realisasi atas aspek ini. Pada tahap kedua, kita berpikir bahwa kita telah dianugerahkan realisasi-realisasi dari aspek aktivitas luas.

Berikutnya, kita memohon kepada guru-guru silsilah Pandangan Mendalam. Prosedurnya sama seperti sebelumnya. Di silsilah ini, kita memulai dengan Manjushri hingga Guru Atisha. Atau, kita cukup memvisualisasikan Manjushri sebagai sosok yang hadir dari jantung hati Buddha Shakyamuni di depan kita dan memadatkan dalam dirinya semua guru dari silsilah Pandangan Mendalam. Pada tahap pertama dari visualisasi cahaya dan nektar, kita berpikir bahwa mereka memurnikan kita dari semua halangan untuk meraih realisasi atas aspek ini. Pada tahap kedua, kita berpikir bahwa kita telah dianugerahkan realisasi-realisasi dari aspek aktivitas luas.

Berikutnya, kita memiliki satu bait lengkap berisi permohonan kepada Guru Suwarnadwipa sendiri, karena beliau memiliki koneksi istimewa dengan Indonesia. Inilah alasan mengapa terdapat satu bait khusus untuk Guru Suwarnadwipa. Kali ini, kita memvisualisasikan beliau hadir dari jantung hati Buddha Shakyamuni di depan kita, dan ketika beliau melebur ke dalam diri kita, pertama-tama kita berpikir bahwa cahaya dan nektar yang datang darinya telah melenyapkan semua halangan secara khusus terkait pencapaian bodhicita yang berharga. Pada tahap kedua, pikirkan bahwa kita memiliki jejak dalam arus batin kita untuk secara cepat mencapai bodhicita di masa yang akan datang.

Pada bait berikutnya, kita melakukan permohonan kepada silsilah Kadam, yang dimulai dari Guru Atisha. Terdapat 20 guru dalam silsilah ini, tapi di bait kita hanya ada 9 guru yang disebutkan. Kali ini, kita berpikir bahwa Guru Atisha yang mewakili mereka semua hadir dari jantung hati Sang Buddha di depan kita dan datang melebur ke diri kita untuk memberkahi kita realisasi dari semua guru spiritual ini.

Di bait berikutnya, kita memohon kepada guru dari silsilah Gelug, dimulai dengan Je Tsongkhapa. Jika kita hitung secara keseluruhan, terdapat 21 guru termasuk Je Tsongkhapa. Kali ini, kita berpikir bahwa Je Tsongkhapa yang mewakili semua guru dari silsilah ini. Kita memvisualisasikan beliau hadir dari jantung hati Sang Buddha di depan kita dan melebur ke dalam diri kita dari atas kepala kita untuk memberikan kita berkah semua guru-guru ini. Di bait berikutnya, kita memanggil kembali guru spiritual pribadi kita, dan kita berpikir bahwa beliau hadir dari jantung hati Buddha di depan kita dan turun ke atas kepala kita dan melebur ke dalam diri kita dengan cara yang sama seperti guru-guru lainnya. Jika Anda memiliki lebih dari satu guru yang darinya Anda telah menerima ajaran Lamrim, pikirkan bahwa satu dari guru-guru utama Anda memadatkan dalam dirinya semua guru lainnya saat beliau hadir dan melebur ke dalam diri Anda.

Di bait terakhir dari permohonan kepada guru spiritual ini, kita sekali lagi memohon kepada guru kita untuk meminta berkah darinya. Jadi, tidak ada visualisasi khusus dari cahaya dan nektar untuk bait ini. Sampai tahap ini, kita telah memohon kepada semua guru spiritual dari silsilah dan juga kepada guru spiritual pribadi kita. Kita telah memohon kepada mereka untuk memberkahi kita untuk mencapai kualitas spiritual yang setara dengan mereka.

Sebagai catatan, kita dapat memadatkan semua makna dari Sutra Penyempurnaan Kebijaksanaan (S: Prajna-paramita-sutra) ke dalam dua aspek, yaitu Pandangan Mendalam dan Aktivitas Luas. Berdasarkan hal ini, kita memiliki dua silsilah, yaitu silsilah Aktivitas Luas dan silsilah Pandangan Mendalam.

Hingga masanya Guru Atisha, terdapat tiga silsilah terpisah, yaitu silsilah Aktivitas Luas, silsilah Pandangan Mendalam, serta silsilah Praktik Terberkahi. Ketiganya kemudian dipadatkan oleh Guru Atisha menjadi satu silsilah, berhubung beliau telah menerima ajaran dari ketiga silsilah tersebut.

Dalam thangka, silsilah Aktivitas Luas ada di bagian kiri, dari bagian atas kiri yang dimulai dengan Buddha Maitreya. Jika kita tidak memasukkan Guru Atisha di sana, berarti jumlahnya ada 10 guru termasuk Buddha Maitreya. Jika kita memasukkan Guru Atisha di sana, berarti jumlahnya ada 11 guru, dan kadang-kadang kita juga memasukkan Guru Dromtonpa, murid utama Guru Atisha, sehingga jumlahnya akan menjadi 12 guru.

Seperti yang kita ketahui, Guru Atisha pergi ke Tibet dan di sana beliau menyusun teks yang berjudul Pelita Sang Jalan Menuju Pencerahan. Beliau mengajarkan teks tersebut kepada murid- muridnya, namun transmisi utamanya diberikan kepada Dromtonpa, yang kemudian mengajarkan teks tersebut kepada murid-muridnya. Berdasarkan cara teks tersebut dikomentari dan dijelaskan, kelak muncul tiga silsilah Kadam.

Silsilah pertama disebut silsilah Kadam Lamrim, yang didirikan oleh Gonpowa. Beliau mengajarkan teks ini sesuai dengan urutan Lamrim, setahap demi setahap menjelaskan Tahapan Jalan menuju Pencerahan tanpa menambahkan apa pun dari teks lain ataupun menguranginya. Lalu ada Potowa, yang mengajarkan teks Pelita Sang Jalan Menuju Pencerahan menggunakan komentar-komentar dari enam teks lain untuk menjelaskan lebih jauh topik Lamrim. Silsilah ini dinamakan silsilah Teks Kadam. Silsilah ketiga didirikan oleh salah satu murid Dromtonpa, yaitu Tsultrim Bar. Beliau mengajarkan Pelita Sang Jalan Menuju Pencerahan (Bodhipathapradipa) dengan cara yang singkat karena beliau menyarikan satu topik dari keseluruhan Lamrim dan menghubungkannya ke semua topik Lamrim, lalu mengajarkannya dalam bentuk yang sangat ringkas. Silsilah ini dinamakan silsilah Instruksi Kadam. Sebagai contoh, beliau akan mengajarkan topik 12 Mata Rantai yang Saling Bergantungan dan menghubungkannya dengan seluruh topik Lamrim. Ketiga silsilah ini terpisah cukup lama hingga kelak Je Tsongkhapa menerima ajaran dari ketiganya dan memadatkannya kembali menjadi satu silsilah.

Kita bisa melihat bahwa di bagian bawah Guru-guru silsilah ada tiga kelompok yang saling berdampingan dengan tingkatan yang sama. Mereka mewakili silsilah Kadam. Bagian kiri adalah silsilah Kadam Lamrim yang terdiri dari 8 Guru, di bagian tengah adalah silsilah Teks Kadam yang terdiri dari 10 Guru, dan di bagian kanan merupakan silsilah Instruksi Kadam yang terdiri dari 8 Guru.

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, Je Tsongkhapa menerima transmisi dari ketiga silsilah Kadam, kemudian memadatkannya menjadi satu dan mengajarkannya kepada murid- muridnya. Silsilah beliau dan murid-muridnya ini, atau Gelug, ada di bagian bawah dari ketiga silsilah Kadam, dan di tengah-tengah ada Je Tsongkhapa yang dikelilingi sejumlah guru dari silsilah ini. Dari Je Tsongkhapa hingga Phabongkha Dorje Chang, jumlahnya ada 20 Guru. Jika kita memasukkan murid utama beliau dan Guru utama saya, Kyabje Trijang Dorje Chang, jumlahnya menjadi 21 Guru, dan jika lanjut ditambahkan Kyabje Ling Dorje Chang, jumlahnya menjadi 22 Guru, dan jika dilanjutkan ke murid utama beliau, Yang Maha Suci Dalai Lama ke-14, jumlahnya menjadi 23 guru dalam silsilah Guru-guru Lamrim.

Di bagian kanan foto, dari atas terdapat Guru-guru dari silsilah Pandangan Mendalam, dimulai dari Manjushri dan lanjut sampai pada Nagarjuna dan seterusnya. Jika kita memasukkan Guru Atisha dan Guru Dromtonpa, semuanya berjumlah 7 Guru dalam silsilah ini.

Jika kita menghitung semua Guru dari silsilah Aktivitas Luas, akan terdapat 51 Guru dalam silsilah ini. Silsilah Pandangan Mendalam sendiri terdiri dari 46 Guru.

Di belakang kedua silsilah ini, kita memiliki silsilah lain yang disebut sebagai silsilah Praktik yang Terberkahi. Ini terdiri dari 5 silsilah yang berkaitan dengan Tantra. Sebagai contoh, bagian paling tengah adalah silsilah Tantra Gelug Mahamudra, silsilah Guhyasamaja, silsilah Cakrasamwara, dan silsilah Wajrabhairawa. Silsilah kelima tidak ditentukan karena bergantung pada praktik pribadi masing-masing. Jika seseorang mempraktikkan Tantra Kalacakra, maka dapat ditambahkan Tantra Kalacakra, atau ditambahkan Tantra Hewajra jika kita mempraktikkan Tantra Hewajra, ataupun silsilah Enam Belas Bindu Kadam jika kita mempraktikkannya.

Di dalam thangka ini, di bagian kiri kita, pertama-tama terdapat silsilah Guhyasamaja, selanjutnya ke arah kanan kolom selanjutnya adalah silsilah Wajrabhairawa, kolom yang di tengah adalah silsilah Gelug Mahamudra, disusul silsilah Enam Belas Bindu Kadam, dan di bagian paling kanan adalah silsilah Cakrasamwara.

Jadi, jumlah guru pada masing-masing silsilah bervariasi dan tidak tetap. Masing-masing memiliki jumlah guru yang berbeda. Sebagai contoh, silsilah Wajrabhairawa dimulai dari Wajrabhairawa sendiri hingga guru utama Rinpoche, yang sekarang berjumlah 33 guru di dalamnya.

Sekarang, kita tiba pada Dasar Semua Kebajikan dari Permata Hati bagi Yang Beruntung, dan untuk praktik visualisasinya kita membayangkan cahaya dan nektar datang dari hati Buddha Shakyamuni di depan kita. Pikirkan bahwa cahaya dan nektar yang datang ini merupakan semua pencapaian realisasi atas Tahapan Jalan menuju Pencerahan. Seiring kita melafalkan doa, pada tahap pertama kita harus berpikir bahwa cahaya dan nektar ini melebur ke dalam diri kita dan memurnikan semua penghalang untuk mencapai bermacam realisasi dari Tahapan Jalan menuju Pencerahan, serta semua kesalahan dan gangguan secara umum. Pada tahap kedua, kita harus berpikir bahwa cahaya dan nektar ini menempatkan jejak karma yang kuat pada batin kita sehingga kita bisa dengan cepat mencapai realisasi atas ajaran ini.

Sekarang, kita tiba pada bagian menarik ladang kebajikan, dan di sini kita berpikir bahwa Sang Buddha di depan kita turun dan melebur ke dalam Guru Spiritual kita di atas kepala karena kita telah mempertahankan Guru Spiritual kita di atas kepala hingga sekarang. Pikirkan bahwa di dalam jantung hati guru spiritual terdapat cakram bulan yang terletak secara horizontal, dan di tengah- tengah cakram bulan berdiri huruf HUNG berwarna putih. Di tepi cakram bulan terdapat mantra pertama dari Buddha Shakyamuni, yaitu Om Muni Muni Maha Muni Ye Soha yang berputar searah jarum jam; dilanjutkan dengan mantra Om Mani Padme Hung dari Awalokiteshwara yang berputar dengan arah yang sama. Lalu, di dalamnya terdapat mantra Om A Ra Pa Tsa Na Di dari Manjushri. Dan di dalamnya, semakin mendekati huruf HUNG, terdapat mantra Om Benza Pani Hung dari Wajrapani. Yang terakhir adalah mantra Arya Tara, Om Tare Tutare Ture Soha.

Saat kita melafalkan mantra-mantra ini, kita bayangkan cahaya dan amerta datang dari mantra-mantra membersihkan semua kesalahan kita, dan memberkahi kita.

Setelah bagian ini selesai, Anda melafalkan bait berikutnya, yaitu:

GEWA DI YIY NYUR DU DAG, LAMA SANGGYEY DrUB GYUR NEY, DrOWA CIG KYANG MALUYPA, DE YI SA LA GOYPAR SYOG

Setelahnya, Anda membayangkan guru spiritual Anda yang berada di atas kepala melebur ke dalam diri Anda. Tubuh, ucapan, dan batin Anda bersatu dengan tubuh, ucapan, dan batin guru Anda untuk menerima semua berkah dan pencapaian beliau.

Sekarang, kita masuk ke sesi tanya jawab. Pertama-tama saya ingin memberikan beberapa nasihat terlebih dahulu, terkait bagaimana cara melakukan namaskara. Ada dua cara terkait dengan gerakan tangan. Pertama adalah dengan menangkupkan kedua telapak tangan, seperti ketika berdoa, Anda menyentuh tiga atau empat titik di tubuh Anda. Jika Anda menyentuh 4 titik, dimulai dari atas kepala, dilanjutkan di kening, lalu di tenggorokan, dan terakhir di jantung. Jika Anda hanya menyentuh tiga titik, maka bagian yang disentuh adalah kening, tenggorokan, dan jantung.

Gerakan menyentuh bagian atas kepala dengan kedua telapak tangan adalah pertanda baik untuk memperoleh usnisha. Gerakan menyentuh kening adalah pertanda baik untuk memperoleh urna di antara kedua mata. Sedangkan gerakan menyentuh tenggorokan adalah pertanda baik untuk mendapatkan ucapan Buddha, dan di jantung untuk mendapatkan batin Buddha. Jika Anda hanya menyentuh tiga titik, maka maknanya adalah mewakili tubuh, ucapan, dan batin Buddha.

Hal lain yang harus diperhatikan adalah ketika Anda menyelesaikan persembahan mandala. Ketika Anda telah selesai melakukan mudra untuk memberikan persembahan mandala, lepaskan tangan secara biasa saja, tidak perlu ditambahkan gerakan bermacam-macam di bagian akhir. Anda cukup meletakkan tangan Anda di pangkuan Anda, tidak perlu ada gerakan memutar. Tautan jari dari kedua tangan cukup dilepaskan saja dan diletakkan ke pangkuan Anda.