Tahapan Jalan

Keagungan Sumber Ajaran


Yang pertama adalah ‘Penjelasan keagungan Guru yang mengajar untuk menunjukkan kemurnian sumber ajaran.’ Pada bagian ini, yang dipaparkan adalah riwayat hidup semua guru dimulai dari Buddha Sakyamuni sendiri hingga guru pribadi seseorang.

Ada banyak riwayat hidup Buddha. Di sini kita bisa merujuk riwayat hidup paling ringkas yang dibabarkan oleh Acarya Agung Nagarjuna yang mengatakan, “Pertama, Buddha yang akan datang membangkitkan batin pencerahan yang berharga (Skt. bodhicitta). Kemudian di masa pertengahan, Beliau mengumpulkan kebajikan sebanyak tiga kalpa tak terhitung. Dan akhirnya, Beliau mengatasi keempat Mara. Demikianlah ringkasan keseluruhan hidup Buddha.” Dengan kata lain, tidak ada kegiatan yang tidak termasuk ke dalam tiga aspek kehidupan Buddha ini.

Ketika dikatakan bahwa Buddha membangkitkan Bodhicitta yang berharga, kita harus mengingat bahwa sesungguhnya Beliau mencapai kebahagiaan murni bukan untuk dirinya sendiri tapi karena dimotivasi oleh keinginan agar semua makhluk—ibu-ibunya—bisa mencapai kebahagiaan yang murni. Seperti yang dijelaskan oleh Maitreya yang Agung, aspirasi untuk pencerahan adalah demi kepentingan makhluk lain. Dari itu, keinginan untuk mencapai Kebuddhaan bukan untuk kepentingan pribadi seseorang.

Pada masa pertengahan yaitu ketika calon Buddha mengumpulkan dua akumulasi besar dalam rentang tiga kalpa tak terhitung, sekali lagi Beliau tidak melakukannya demi kepentingannya sendiri namun untuk kepentingan makhluk lain. Jataka memaparkan kisah mengenai hal ini. Di sana dijelaskan bagaimana pada suatu waktu Buddha yang akan datang terlahir sebagai seorang raja bernama Jampey-thob (Kekuatan Cinta).

Semasa hidupnya, raja mempraktikkan kemurahan hati secara mendalam dan mendedikasikan kebajikan dari perbuatan murah hati tersebut dengan mengatakan, “Dengan kekuatan kebajikan ini, semoga saya menjadi Yang Mahatahu (seorang Buddha) dan mengakhiri kesalahan saya, semoga saya membebaskan semua makhluk dari lautan penderitaan samsara: lahir, tua, sakit dan mati.”

Beliau mendedikasikan kebajikannya untuk menguntungkan yang lain, bukan untuk dirinya. Lagipula, sekali Buddha mencapai pencerahan, maka dalam kehidupan tersebut Beliau bisa saja hidup sampai ratusan tahun. Namun Buddha tidak melakukannya karena Beliau mendedikasikan seperlima masa hidupnya untuk penyebaran ajaran Buddha di dunia demi kepentingan semua makhluk. Ini dijelaskan dalam sebuah sutra. Doa untuk penyebaran ajaran Buddha yang biasanya dilafalkan dalam biara-biara belakangan ini menjelaskan bagaimana Sang Buddha memperpendek hidupnya dengan mendedikasikan seperlima masa hidupnya bagi penyebaran ajaran Dharma.

Untuk menyimpulkan riwayat Buddha, kita bisa melihat bahwa sesungguhnya Beliau termotivasi hanya untuk kepentingan makhluk lain semata-mata. Selama berkalpa-kalpa, pertama-tama Beliau membangkitkan batin pencerahan kemudian berjuang untuk menghimpun kumpulan-kumpulan. Setelah menjadi Buddha, Beliau menjelaskan apa yang Beliau sendiri telah capai dan bagaimana cara melakukannya, Beliau telah mengubah cara berpikirnya dan bertindak hingga menjadi seorang makhluk yang sempurna. Semua ini dilakukan hanya untuk menguntungkan makhluk lain.

Dalam kehidupan sehari-hari, kalau mengetahui ada orang yang jujur, apa adanya, dan bisa dipercaya, kita akan mencari orang tersebut untuk dimintai nasihat. Kita merasa yakin bahwa nasihat yang mereka berikan akan menolong dan bermanfaat. Kita menaruh kepercayaan dan biasanya akan mengikuti nasihat mereka karena kita tahu mereka memiliki kejujuran. Mereka bicara yang sebenarnya dan bisa dipercaya. Bahkan meskipun kita tidak bisa sepenuhnya yakin bahwa mereka melihat segalanya dengan tepat dan kita berpikir bahwa segala sesuatu yang mereka katakan tidak sepenuhnya tepat, namun tetap saja kita cenderung bertindak dan mengikuti nasihatnya.

Sang Buddha, di sisi lain, adalah seorang yang memiliki pemahaman sempurna akan segala yang bisa menguntungkan dan membahayakan diri kita. Beliau melihat dengan sempurna dan menjelaskan hal ini dengan sempurna tanpa menyembunyikan apa pun. Beliau sangat jujur dan terus-terang, yang merupakan alasan kuat bagi kita untuk mendengarkan, mengikuti, dan menggunakan nasihatnya. Jika mengikuti nasihat Buddha maka kita pasti mencapai hasil yang baik.

Senada dengan itu, Acarya agung Dharmakirti [merujuk pada Buddha] mengatakan, “Engkaulah pelindung, Sang Perlindungan. Setelah memahami segala sesuatu apa adanya, Engkau mengajarkan Sang Jalan.” Dharmakirti secara ringkas menjelaskan bahwa Buddha mengetahui dengan sempurna apa yang benar, apa yang baik, dan apa yang berbahaya berdasarkan pemahaman dan pengalamannya. Buddha kemudian mengajarkan kita untuk melakukan hal yang sama sehingga kita bisa mengikuti langkah-langkahnya. Acarya Dharmakirti lanjut mengatakan bahwa tiada kesalahan sedikit pun pada apa yang Buddha katakan.

Sementara itu, ketika Buddha mengajarkan Dharma, ajaran tersebut sangatlah luas namun bisa dipadatkan menjadi dua tingkat (tahapan) jalan: Aktivitas Luas  dan Pandangan Mendalam. Untuk tahapan jalan yang luas, Buddha mewariskan ajaran ini utamanya kepada Maitreya yang mengajarkan Lima Risalah Agung, serta kepada Arya Asanga yang kemudian membabarkan ajaran ini dalam karya Beliau khususnya Sa sde dalam Bahasa Sanskerta. Di dalam Sa sde, Arya Asanga pertama-tama mengajarkan bagaimana merangsang minat spiritual masing-masing individu—siapa pun mereka. Lalu, setelah dibangkitkan, bagaimana membuat hal tersebut tertanam dalam murid tersebut. Berikutnya, bagaimana mereka dibimbing di sepanjang tahapan jalan.

Untuk tahapan jalan pandangan mendalam, Buddha utamanya mengajarkannya pada Manjushri, yang kemudian mengajarkannya pada Arya Nagarjuna yang selanjutnya menggubah karya utamanya berjudul Kumpulan Penalaran (Tib. Rigs pa’i tshog). Karyanya yang lain berjudul Ratnamula. Arya Nagarjuna mengajarkan Jalan Pandangan Mendalam, yaitu metode untuk pertama-tama mencapai kebahagiaan sementara dalam samsara, dan pada akhirnya kebaikan pasti yang dibagi dua–kebahagiaan pembebasan dan akhirnya, kebahagiaan terunggul berupa pencerahan.

Buddha memadatkan seluruh metode dan elemen Jalan menjadi dua. Pertama, metode untuk mencapai kebahagiaan di dalam samsara. Yang kedua, metode untuk mencapai kebaikan pasti. Dengan cara yang sama, Kunkhyen Rinpoche [Kunkhyen Jamyang Sheba] dalam teks akar Tenet mengatakan bahwa sebab-sebab pencapaian adalah, pertama, kelahiran yang tinggi di dalam samsara, dan yang kedua adalah kebaikan pasti, yaitu keyakinan dan kebijaksanaan.

Keyakinan–pendahuluan sesungguhnya dari kebijaksanaan–adalah kualitas yang Anda butuhkan untuk berlatih, utamanya agar mencapai kelahiran yang lebih baik di dalam samsara. Dengan keyakinan terhadap Triratna dan hukum karma serta akibat-akibatnya, Anda dipersiapkan untuk mempraktikkan kebijaksanaan yang merupakan sebab utama untuk pertama-tama mencapai pembebasan dari lingkaran keberadaan (samsara) dan akhirnya mencapai pencerahan.

Kedua silsilah ini–Pandangan Mendalam dan Aktivitas Luas–diterima oleh Guru Atisha yang menggabungkannya menjadi satu silsilah. Terkait ajaran Buddha, Arya Nagarjuna dan Arya Asanga laksana Buddha kedua karena peranan mereka menyebarkan ajaran Dharma. Seluruh instruksi mereka terkait jalan pandangan mendalam dan aktivitas meluas diturunkan lalu diterima oleh Guru Atisha. Jika kita ingin menyimpulkan riwayat hidup Guru Atisha, kita bisa merujuk pada bagian yang dipaparkan oleh Jey Rinpoche dalam Lamrim Agung.

Pertama, Jey Rinpoche menjelaskan bagaimana Guru Atisha dilahirkan dalam keluarga baik dengan silsilah mulia. Yang kedua, bagaimana Beliau memperoleh pengetahuan dalam kehidupan tersebut. Yang ketiga, setelah mendapatkannya, bagaimana Beliau berkarya dengan menyebarkan ajaran. Tentu saja aktivitas Guru Atisha sangat luar biasa dan banyak. Namun, elemen mendasar dari aktivitas hidupnya adalah pertama-tama Beliau sepenuhnya memastikan semua makna dari seluruh karya yang disebutkan di atas–Kumpulan Penalaran karya Nagarjuna, Sa sde karya Arya Asanga, dan Lima Risalah Agung karya Maitreya, dan lain-lain. Yang kedua, kenyataan bahwa Beliau merangkai semuanya ke dalam sebuah instruksi yang kita ketahui sebagai tahapan jalan menuju pencerahan atau Lamrim, yang merupakan aktivitas kunci semasa hidupnya.

Oleh karena itu, setelah menggubah karya yang menggabungkan seluruh elemen ajaran Buddha dalam jalan bertahap dan kemudian berdasarkan itu Beliau mengajarkan ajaran Buddha, maka hal tersebut merupakan inti sebenarnya dari aktivitas hidupnya yang merupakan pencapaian Guru Atisha. Jangankan berusaha mempraktikkan teks-teks besar—seperti Lima Risalah Agung karya Maitreya, Sa sde karya Arya Asanga, Kumpulan Penalaran karya Nagarjuna—hampir tidak mungkin bagi kita sekarang untuk berusaha memahami penjelasan teks-teks tersebut. Namun, berkat aktivitas Guru Atisha yang merangkai seluruh elemen ajaran ke dalam instruksi tahapan jalan untuk ketiga jenis praktisi yang mudah dipahami maka kita sekarang secara tidak langsung memiliki akses pada ajaran-ajaran tersebut dan dapat mempraktikkannya.

Beda cerita bila kita tidak berusaha untuk benar-benar mempraktikkan instruksi-instruksi ini. Namun, sekali kita benar-benar memutuskan untuk mempraktikkan instruksi tersebut, maka di sini tidak ada orang yang tidak sanggup untuk melakukannya. Jika tidak berusaha untuk sepenuhnya memanfaatkan kesempatan, kita akan terjatuh ke dalam kondisi yang dijelaskan oleh Jey Rinpoche dalam bait berikut: “Setelah mencapai kelahiran sebagai manusia yang unggul dengan kebebasan dan keberuntungan dan bahkan jika Anda telah memperoleh kapal ini–yaitu kelahiran yang bebas dan beruntung untuk menyeberangi lautan penderitaan samsara, jika Anda menyerah pada kemalasan, rasa kantuk, kecerobohan, terlibat dalam omong kosong seperti kisah-kisah beruang dan sebagainya, jika Anda menggunakannya untuk mengejar keuntungan pribadi dan rasa hormat, maka sesungguhnya Anda menyia-nyiakan kesempatan ini.

Artinya, jika tidak menggunakan kehidupan yang mengandung potensi besar ini, yang sangat berharga untuk mencapai semua tujuan ini, maka Anda sesungguhnya sedang menyia-nyiakan kesempatan yang luar biasa. Meski memiliki penampakan manusia, perilaku Anda tidak berbeda dengan seekor binatang. Jika demikian halnya, ini utamanya disebabkan oleh mata kebijaksanaan kita–kebijaksanaan untuk membedakan satu fenomena dengan yang lainnya–buta. Mata untuk melihat segala sesuatu dengan jelas telah terhalangi oleh ketidaktahuan (kebodohan). Ini bisa menjadi penjelasan bagi sebagian orang. Bagi yang lain bisa saja mereka melihat kesempatan yang dimiliki namun dikarenakan kemalasan dan sebagainya, mereka terus berperilaku menurut kebiasaan lama dan menyia-nyiakan kesempatannya.

Jika demikian cara kita berperilaku selama ini, maka Guru Atisha-lah yang memberikan kesempatan memasuki seluruh tahapan jalan (baik Pandangan Mendalam maupun Aktivitas Luas) dalam Lamrim. Instruksi ini diberikan oleh Guru Atisha terutama kepada putra spiritual utamanya, Dromtonba, yang selanjutnya menurunkannya kepada ketiga sahabat Dharmanya, yang kemudian melanjutkannya kepada siswa-siswa mereka, dan yang akhirnya ditransmisikan kepada Jey Rinpoche.

Ajaran-ajaran ini kemudian disampaikan oleh raja dharma agung, Jey Tsongkhapa yang tak tertandingi, kepada murid-muridnya yang kemudian sekali lagi diturunkan dari mereka dalam garis silsilah tak terputus dari guru ke murid hingga ke tiga guru utama pada zaman kita. Turun lagi ke guru spiritual utama saya–terutama dua orang pembimbing Yang Mulia Dalai Lama.

Secara keseluruhan, saya telah menerima ajaran Lamrim dari sebelas guru. Saya tidak memiliki pencapaian spiritual pribadi apa pun, ibarat sebuah pelita mentega yang digambar pada sebuah lukisan, pelita mentega tersebut tidak memancarkan cahaya. Namun, saya telah menerima ajaran dari seluruh guru yang berharga dan luar biasa ini. Saya berupaya untuk menjaga seluruh instruksi mereka dan merujuk pada banyak teks Lamrim. Saya telah menerima berkah dari guru saya karena saya tidak melakukan apa pun yang bisa menodai hubungan dan komitmen dengan guru saya. Berdasarkan inilah saya memberikan ajaran kepada Anda sekalian pada hari ini. Jika saya mengajar hari ini maka itu adalah untuk memenuhi harapan mereka. Ini saya lakukan untuk membalas dan mempersembahkan praktik saya kepada mereka dan tentunya untuk memberikan manfaat kepada semua makhluk.

Seperti yang dijelaskan oleh Jey Rinpoche dalam doa dedikasi Lamrim pada teks Untaian bagi Yang Beruntung : ‘Di tanah-tanah di mana ajaran berharga terunggul ini belum tersebar atau yang telah tersebar namun telah mengalami kemerosotan; Secara mendalam tergerak oleh welas asih agung, Semoga aku dapat membabarkan harta karun keberuntungan dan kebahagiaan ini.’

Dengan pikiran seperti itu pula saya mengajar pada hari ini. Apa tujuan menyebarkan ajaran? Tujuan utama berbagi ajaran Buddha dengan orang lain adalah untuk berbagi metode meningkatkan kebahagiaan makhluk hidup dan mengurangi penderitaan mereka. Itu tujuan satu-satunya. Tidak ada pikiran untuk menjadi misionaris. Juga bukan dengan harapan untuk mengubah semakin banyak orang hanya demi kepentingan melihat semakin banyak orang buddhis. Itu bukanlah tujuan berbagi ajaran.

Transkrip Pembabaran Dharma oleh Guru Dagpo Rinpoche di  Kadam Tashi Choe Ling, Kuala Lumpur, Malaysia pada 3-10 Desember 2011
Transkrip selengkapnya terdapat dalam buku “Jalan Mudah Menuju Kemahatahuan Jld. 1”

Keagungan Sumber Ajaran