Bodhicita


Tekad untuk Membebaskan Semua Makhluk dari Penderitaan

Arahat adalah orang yang memang sejak awalnya berkeinginan untuk membebaskan diri dari samsāra, namun ini bukan satu- satunya kemungkinan yang ada. Ada pula orang yang beraspirasi untuk membebaskan dirinya dari samsāra dan juga melihat bahwa keadaan yang dialami dirinya dalam samsāra sama dengan yang dialami makhluk-makhluk lain. Oleh karena itu, timbul suatu niat yang diiringi rasa welas asih atas penderitaan yang dialami makhluk-makhluk tersebut, untuk membantu mereka mendapatkan kebahagiaan yang kekal. Jadi, orang yang demikian bisa merasakan penderitaan yang dialami makhluk-makhluk lain, betapa sakitnya, betapa susahnya, dan betapa beratnya derita dalam samsāra. Dengan demikian, orang ini memiliki rasa welas asih yang luar biasa terhadap semua makhluk dalam samsāra.

Di samping hal di atas, ada cara atau penyebab lain yang dapat menimbulkan rasa welas asih yang mendalam, yaitu dengan menyadari bahwa kita telah mengalami kehidupan yang tanpa awal dan tak terhitung jumlahnya. Bisa dipastikan bahwa setiap makhluk hidup pernah menjadi ibu kita atau orang yang dekat dengan kita,  walaupun saat ini kita tidak dapat melihatnya dan mengenalinya kembali karena telah terlahir di alam kehidupan yang berbeda. Bagi orang yang menyadari dengan jelas bahwa semua makhluk pernah menjadi ibu kita dan pernah dekat dengan kita, di mana mereka telah berbuat banyak, berbaik hati, dan juga berkorban (berjasa) untuk kita dalam kehidupan yang lampau, maka dalam hatinya timbul suatu niat untuk melakukan sesuatu agar dapat membalas budi mereka. Ketika melihat derita yang dialami makhluk-makhluk itu, muncul suatu rasa welas asih yang luar biasa karena tidak tahan lagi melihat kondisi-kondisi tersebut.

Di satu sisi, karena tidak tahan lagi melihat derita makhluk hidup dalam samsāra maka dalam hatinya muncul rasa welas asih yang mendalam. Di sisi lain, karena semua makhluk menginginkan kebahagiaan namun tidak bisa mendapatkan kebahagiaan yang kekal di dalam samsāra, maka dalam hatinya timbul suatu harapan yang kuat agar dapat membuat semua makhluk mendapatkan kebahagiaan yang kekal. Inilah yang disebut welas asih agung (maha-karuna). Setelah melakukan meditasi tentang welas asih (karuna) dan cinta kasih (metta) berulang-ulang kali sampai menjadi kuat dalam dirinya, maka timbul suatu sikap yang lebih lanjut yaitu merasa bertanggung jawab atas tercapainya kebahagiaan yang kekal bagi semua makhluk. Dengan kata lain, tanggung jawab itu dipikul oleh dirinya sendiri. Sikap yang demikian disebut tekad yang istimewa.

Setelah berlatih meditasi yang berulang-ulang dan memiliki kehendak yang kuat untuk memikul tanggung-jawab atas tercapainya kebahagiaan semua makhluk hidup di dalam samsāra, suatu saat akan muncul pertanyaan dalam dirinya: “Bagaimana caranya agar semua ini dapat tercapai?” Dengan melihat keterbatasan-keterbatasan  yang menghambat terwujudnya keinginan tersebut, tidak lain hanya dengan mencapai keadaan yang sempurnalah untuk menjawab pertanyaan tersebut. Keadaan yang sempurna atau yang lebih ikenal sebagai Kebuddhaan inilah yang memungkinkan seseorang membimbing semua makhluk keluar dari samsāra dan mendapatkan kebahagiaan yang kekal. Tekad untuk mencapai keadaan yang sempurna (Kebuddhaan) itu disebut batin pencerahan (Bodhicita).

Pada awalnya aspirasi Bodhicita perlu dibangkitkan dan diupayakan, namun lama kelamaan setelah terbiasa, Bodhicita akan muncul dengan sendirinya menjadi suatu hal yang spontan. Pada saat orang tersebut memiliki Bodhicita yang spontan, ia disebut Bodhisatwa. Setelah mencapai Bodhicita yang spontan, Bodhisatwa tetap melakukan meditasi welas asih dan cinta kasih terhadap semua makhluk yang ada. Walaupun semua akitivitas dari tubuh, ucapan dan batinnya setiap saat telah ditujukan untuk kebahagiaan semua makhluk, Bodhisatwa tetap melakukan meditasi tersebut untuk terus-menerus diperkuat, sehingga pada suatu saat ia merasa siap untuk melaksanakan ketiga disiplin moral (etika) Bodhisatwa.

Pada saat itu, Bodhisatwa akan mengambil Ikrar Bodhisatwa dan mempraktikkannya, sehingga dengan menyempurnakan dan melatihnya, pada akhirnya akan tercapai suatu tingkat yang sempurna, yaitu tingkat Kebuddhaan yang sempurna. Dengan mencapai tingkat Kebuddhaan yang sempurna, Bodhisatwa akan memperoleh kemampuan yang luar biasa. Setiap saat, Bodhisatwa dapat secara efektif membantu semua makhluk idup yang berada di dalam samsāra sesuai dengan kapasitasnya untuk menuju kebahagiaan yang kekal. Perlu diketahui bahwa setelah mencapai tingkat Kebuddhaan yang sempurna, bukan berarti Bodhisatwa lalu berdiam diri dan tidak bekerja lagi, malah sebaliknya banyak sekali pekerjaan yang perlu dilakukan untuk membebaskan semua makhluk dari samsāra sampai tidak tersisa satupun makhluk hidup di dalam samsāra.

 

Transkrip Pembabaran Dharma oleh Guru Dagpo Rinpoche di Bali, Indonesia pada 2000
Transkrip selengkapnya terdapat dalam buku “Buddhisme & Kebahagiaan”

Hakikat Kebuddhaan

Kebuddhaan adalah kondisi ketika Anda telah menghilangkan semua kualitas buruk, dan di sisi lain, ketika semua kualitas baik Anda telah sempurna.Read More »

Tahapan Jalan Menuju Pencerahan