Bisakah Kita Memandang Guru sebagai Seorang Buddha?
Pengajaran Dharma oleh Guru Dagpo Rinpoche, 18-19 September 2021
Pada tanggal 18 – 19 September 2021, kita kembali mendapatkan kesempatan bajik untuk mengikuti pengajaran Dharma oleh Guru Dagpo Rinpoche. Setelah membahas mengenai pentingnya Enam Praktik Pendahuluan dan bertumpu pada guru spiritual pada pengajaran beberapa waktu lalu, Guru Dagpo Rinpoche kembali melanjutkan transmisi dan penjelasan Lamrim Jalan Cepat (Nyurlam), salah satu dari kumpulan kitab agung Lamrim yang amat berharga yang disusun oleh Panchen Losang Yeshe (Panchen Lama II). Sesi dua hari ini merupakan kelanjutan dari topik bertumpu pada guru spiritual, yakni mengenai kerugian tidak bertumpu pada guru spiritual dengan tepat.
Sesi pada tanggal 18 September dibuka oleh Guru Dagpo Rinpoche dengan kembali mengingatkan kita akan pentingnya membangkitkan motivasi bajik untuk memanfaatkan kelahiran manusia yang berharga ini. Saat ini, kita memiliki kondisi yang sangat beruntung karena bisa bertemu dengan ajaran. Akan tetapi kondisi ini tak akan bertahan selamanya karena suatu saat akan hilang. Sementara, tidak ada satu pun yang mengetahui kapan kondisi kita akan berubah. Oleh karena itu, menggunakan kesempatan yang kita miliki saat ini, Guru Dagpo Rinpoche mengajak kita untuk berlatih membiasakan batin kita dengan realitas. Tugas kita adalah berupaya untuk menghapus klesha satu demi satu dan memperkuat pikiran-pikiran bajik yang sesuai dengan realitas. Untuk bisa melakukan hal ini, Guru Dagpo Rinpoche mengutip nasihat dari Arya Shantidewa mengenai pentingnya bagi setiap dari kita untuk mengamati batin masing-masing. Buddha mengajarkan 84 ribu pintu Dharma untuk berbagai jenis makhluk. Rinpoche menjelaskan bahwa Tahapan jalan Menuju Pencerahan atau Lamrim dari Guru Atisha paling bermanfaat bagi kita yang masih pemula ini. Mengingat manfaat dari instruksi Lamrim tersebut, Guru Dagpo Rinpoche mengajak para peserta untuk membangkitkan motivasi bajik, yaitu mendengarkan dan mempraktikkan ajaran ini demi diri sendiri dan semua makhluk.
Setelah membangkitkan motivasi, Guru Dagpo Rinpoche lalu melanjutkan penjelasan mengenai topik bertumpu guru spiritual, khususnya mengenai kerugian tidak bertumpu pada guru spiritual dengan benar. Jika kita tidak bertumpu pada guru spiritual dengan benar meski telah membuat komitmen untuk berguru, maka kita tidak hanya akan mengalami sakit dan dirundung Mara pada kehidupan ini, tetapi juga akan mengalami penderitaan tak terhingga banyaknya di alam-alam rendah. Dalam teks Lamrim Jalan Cepat, kerugian tidak bertumpu dengan benar juga dijelaskan dengan kutipan dari Tantra Akar Guhyasamaja. Dalam teks tersebut, dinyatakan bahwa meskipun seseorang telah melakukan lima kejahatan berat, ia tetap bisa mencapai keunggulan dalam Wajrayana. Akan tetapi, seseorang yang dalam hatinya mengutuk guru-gurunya tidak akan mencapai apapun meskipun ia mempraktikkan Dharma selama seribu kalpa lamanya. Lebih lanjut, berdasarkan Nyurlam, Guru Dagpo Rinpoche juga menjelaskan mengenai hancurnya akar kebajikan kita jika kita marah kepada guru meski hanya sesaat.
Pada hari kedua pengajaran, Guru Dagpo Rinpoche kembali melanjutkan penjelasan mengenai topik ini dengan pertama-tama membangkitkan motivasi bajik dan mencurahkan segenap perhatian dari kesempatan mendengarkan ajaran yang ada di depan mata kita untuk bisa mendapat manfaat sebesar-besarnya baik untuk kita maupun semua makhluk. Selama dua sesi pengajaran ini, Guru Dagpo Rinpoche juga terus mengingatkan kita akan pentingnya menerapkan ingatan dan kewaspadaan untuk mengubah kebiasaan buruk kita dan meningkatkan kebajikan. Kita bisa menerapkan kedua hal tersebut misalnya dengan memulai pembangkitan motivasi bajik di pagi hari dan melakukan praktik doa-doa untuk memulai hari. Perubahan dalam batin pun bisa kita peroleh jika kita melakukan praktik ini dengan penuh konsistensi. Kita juga harus berusaha menghadirkan dan mempertahankan sosok Buddha untuk melatih samadhi dengan keyakinan yang kuat. Mengetahui pentingnya kualitas ini, Guru Dagpo Rinpoche berpesan bahwa kita semestinya berusaha terus menerus dengan gigih untuk mencapai kualitas tersebut. Kita tidak boleh dengan cepat merasa puas, merasa sudah mencapainya, kemudian membiarkan batin kita tidak terlatih. Oleh karena itu, demi mencapai kualitas ini, kita perlu mendengarkan Lamrim dengan sungguh-sungguh.
Baca di sini tentang cara mendengarkan Dharma yang baik.
Setelah sesi motivasi, Guru Dagpo Rinpoche kemudian melanjutkan sesi pengajaran pada topik bertumpu pada guru spiritual yang tidak bajik. Perihal bertumpu pada guru spiritual, Guru Dagpo Rinpoche menjelaskan bahwa kita mesti berhati-hati. Hal ini karena jika kita memiliki pendamping yang penuh kesalahan, kualitas-kualitas bajik yang kita punya akan merosot dan kesalahan-kesalahan akan meningkat. Guru Dagpo Rinpoche meminta kita untuk waspada karena lebih mudah bagi kita untuk kehilangan kualitas daripada meraih kualitas. Dalam memilih teman, kita juga harus cermat karena mereka yang disebut teman-teman yang buruk tidak hadir dengan pakaian bermutu rendah (yang pada waktu dulu disebut berbahan dasar bulu dari yak), namun bisa jadi adalah orang yang sangat ramah dan dekat bahkan sangat menaruh pertimbangan khusus kepada kita. Dengan cara-cara terampil, mereka bisa saja memisahkan kita dari sahabat-sahabat spiritual.
Di samping penjelasan mengenai hal tersebut, Rinpoche juga merangkum cara bertumpu pada guru spiritual melalui pikiran, yaitu dengan membangkitkan keyakinan. Untuk memperoleh manfaat sebesar-besarnya dari praktik ini, kita harus sanggup melihat seorang guru layaknya Buddha. Hal ini semata-mata dilakukan karena setiap saat, kita ingin memperoleh keuntungan. Jika kita melihat guru sebagai Buddha, berkah yang akan kita terima pun adalah berkah dari seorang Buddha. Namun jika kita melihat guru hanya sebagai makhluk biasa seperti kita, maka hanya berkah sebesar itu pulalah yang akan kita terima.
Setelah mendengar ini, kita mungkin berpikir: bagaimana mungkin kita bisa menganggap guru sebagai seorang Buddha? Guru Dagpo Rinpoche kemudian menjelaskan bahwa hal ini bisa dilakukan karena seperti apa kita melihat guru bergantung pada cara pandang kita. Jika kita sedang menyukai seseorang, akan sangat sulit bagi kita untuk melihat keburukan-keburukannya. Hanyalah kebaikan dari orang tersebut yang tampak di mata kita. Namun, seiring berjalannya waktu, hubungan kita dengan orang ini bisa saja berubah. Setelah melihat keburukan-keburukan dari pasangan, kita bisa berpikir bahwa orang ini telah berubah dari semenjak pertama kita mengenalnya. Meskipun bisa jadi pasangan memang kita berubah, namun sebenarnya diri kita juga berubah. Kemelekatan kita terhadapnya sudah berkurang, maka kita pun tak lagi bisa memandangnya dengan cara yang sama seperti sebelumnya. Hal ini menjelaskan betapa pentingnya mengubah diri kita ketimbang memikirkan berubah atau tidaknya orang lain. Selain itu, contoh dari Guru Dagpo Rinpoche ini juga menjelaskan betapa pentingnya cara pandang kita dalam praktik bertumpu pada guru spiritual.
Untuk membuktikan poin tersebut, Guru Dagpo Rinpoche juga memberi contoh bagaimana praktisi di masa lampau pun pernah salah mengenali guru mereka karena berbagai sebab. Misalnya, Arya Asanga awalnya melihat Arya Maitreya sebagai sosok anjing betina. Ada pula biksu bernama Sunaksatra yang hanya mampu melihat aktivitas-aktivitas Buddha sebagai penipuan karena tidak memiliki pandangan yang murni. Padahal, dijelaskan lebih lanjut di dalam Sutra Pertemuan Ayah dengan Putranya (Pitataputrasamagamana), Buddha bisa hadir dalam berbagai wujud, mulai dari Indra, Brahma, bahkan wujud Mara sekalipun. Oleh karenanya, kita harus memanjatkan permohonan agar kita bisa melihat sosok guru spiritual sebagai Buddha yang sesungguhnya sebab dengan wujud seorang gurulah seorang Buddha bisa menjangkau kita dan mengajarkan Dharma.
Pada akhir sesi, Guru Dagpo Rinpoche mengajak kita semua untuk mendedikasikan kebajikan dari aktivitas mengikuti pengajaran Dharma ini demi tercapainya Kebuddhaan yang lengkap sempurna bagi diri kita dan semua makhluk. Semoga kita senantiasa diberikan kesempatan untuk mendengarkan ajaran dan merampungkan topik-topik ini demi praktik spiritual kita.
Leave a Reply