Melatih Diri dalam Sila
Diliput oleh Karina Chandra
Pengajaran Dharma oleh Guru Dagpo Rinpoche, 17-18 September 2022
Guru Dagpo Rinpoche kembali melanjutkan transmisi dan pengajaran Lamrim Jalan Cepat (Nyurlam) karya Yang Maha Suci Panchen Lama Losang Yeshe secara daring pada tanggal 17-18 September 2022. Pada kesempatan penuh berkah ini, setelah merampungkan pemaparan mengenai penderitaan umum samsara, sang Ayahanda Laksana Mentari Dharma merampungkan pemaparan bagian Motivasi Menengah dari topik penderitaan khusus samsara hingga hakikat jalan menuju pembebasan.
Sabtu, 17 September 2022
Pengajaran Dharma hari pertama dibuka dengan sebuah kutipan dari Baris-Baris Pengalaman karya Je Tsongkhapa:
“Kehidupan dengan kebebasan ini lebih berharga ketimbang permata pengabul harapan,
seolah-olah engkau hanya akan memperolehnya sekali ini saja;
ia sulit diperoleh dan mudah binasa, ibarat kilatan petir di angkasa;
dengan menyadari hal ini dan menyadari betapa sia-sianya semua aktivitas
duniawi–layaknya sekam yang ditampi–
berusahalah siang dan malam untuk memanfaatkan kehidupan ini sepenuhnya;
aku, sang yogi, telah mempraktikkannya dengan cara seperti ini,
engkau yang menginginkan pembebasan juga semestinya melakukan hal yang sama.”
Je Tsongkhapa
Melalui kutipan ini, Guru Dagpo Rinpoche mengingatkan kita bahwa sekaranglah saatnya kita berjuang untuk melatih batin. Apalagi kita semua memiliki latar belakang pendidikan modern yang dapat membantu kita memahami cara-cara mengembangkan batin yang diwariskan oleh sang Buddha. Guru Dagpo Rinpoche secara khusus berpesan agar kita berlatih mengembangkan pikiran-pikiran yang bermanfaat serta mendengarkan Dharma dengan cara yang tepat, yaitu mengaitkannya dengan batin kita sendiri.
Guru Dagpo Rinpoche kemudian mentransmisikan dan menjelaskan bait demi bait ajaran mengenai penderitaan khusus samsara berdasarkan kitab Lamrim Jalan Cepat, mulai dari penderitaan manusia, asura, hingga penderitaan dewa. Ternyata, bahkan di alam tinggi yang konon dipenuhi kenikmatan, kita tetap tak bisa luput dari penderitaan. Guru Dagpo Rinpoche mengimbau kita semua untuk memeditasikan setiap penderitaan tersebut dengan Instruksi Guru yang Berharga (Outline Lamrim) sebagai panduan.
Kemudian, Guru Dagpo Rinpoche Rinpoche lanjut memberikan transmisi dan penjelasan hingga pada topik memastikan sifat dasar jalan menuju pembebasan. Beliau memaparkan mengenai sumber penderitaan kita di samsara, yaitu ketidaktahuan yang membuat kita mengira ada “aku” yang berdiri sendiri. Oleh karena itu, kita perlu berupaya sekuat tenaga untuk mengatasinya.
Rinpoche juga memberikan penekanan khusus mengenai praktik Sila yang merupakan satu dari tiga latihan tingkat tinggi yang perlu kita jalani untuk membebaskan diri dari penderitaan samsara. Di zaman kemerosotan ini, melatih Sila mendatangkan manfaat yang jauh lebih besar. Sila juga adalah dasar bagi latihan-latihan lain dan ibarat merupakan perwakilan dari sang Buddha sendiri. Jadi, kita perlu berjuang melatih setidaknya satu Sila, menjaganya seperti mata kita sendiri, dan menghormatinya layaknya kita menghormati para Buddha.
Minggu, 18 September 2022
Pada hari kedua pengajaran Dharma, Guru Dagpo Rinpoche kembali mengingatkan kita untuk memanfaatkan kelahiran kita sebagai manusia yang berharga melalui kutipan dari Arya Chandrakirti. Kenyataannya, meski ada banyak manusia di dunia ini, tidak semua bisa belajar Dharma dan tidak semua bisa bertemu dengan metode yang sangat efektif untuk merealisasikannya. Oleh karena itu, kita tidak boleh menyia-nyiakan hal yang sudah kita miliki hanya dengan mengejar tujuan-tujuan yang bersifat sementara. Kita perlu mengkaji ulang tujuan hidup kita dan mengarahkannya untuk mengumpulkan realisasi Dharma yang bisa kita bawa ke kehidupan berikutnya.
Hari ini, Guru Dagpo Rinpoche memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai jalan menuju pembebasan. Berkaitan dengan bentuk kehidupan yang paling mendukung untuk meraih pembebasan dari samsara, Guru Dagpo Rinpoche meluruskan salah kaprah yang ada di masyarakat tentang pandangan Buddhisme terhadap perempuan.
Tidak sedikit orang yang salah memahami isi kitab Buddhis yang menyebutkan tubuh perempuan. Mereka mengira tubuh perempuan tidak murni atau memiliki derajat lebih rendah dari laki-laki sehingga tidak mungkin meraih pembebasan ataupun Kebuddhaan. Padahal, bukan begitu kenyataannya. Menurut Guru Dagpo Rinpoche, ini adalah salah kaprah yang umum dialami orang yang baru mempelajari Buddhisme. Dalam ajaran Buddha sendiri, semua tubuh dalam keadaan samsara tergolong tidak murni karena tercemar oleh klesha, tidak peduli apapun jenis kelaminnya. Ketika ada teks yang menyebutkan tubuh perempuan merupakan objek kemelekatan, itu juga bukan berarti ada “kesalahan” pada tubuh perempuan. Kesalahan yang dimaksud terletak pada batin yang diwarnai oleh klesha kemelekatan.
Guru Dagpo Rinpoche juga menegaskan bahwa semua makhluk memiliki potensi dan berhak keluar dari samsara untuk meraih Kebuddhaan, termasuk perempuan. Faktanya, tidak sedikit perempuan yang mencapai tingkat kesucian tertinggi. Lebih dari itu, Arya Tara juga berikrar meraih Kebuddhaan dengan tubuh perempuan.
Selanjutnya, Guru Dagpo Rinpoche juga memberikan pemaparan mengenai sebab kita terus berputar-putar di samsara yakni ketidaktahuan yang membuat kita mencengkeram pandangan salah bahwa ada ekstensi yang berdiri sendiri. Adanya ketidaktahuan ini membuat kita menghasilkan karma yang melemparkan kita dalam siklus tumimbal-lahir tiada akhir. Untuk memutus siklus ini, kita perlu secara aktif merenungkan pemikiran yang berkebalikan dengan sikap mencengkeram yang kita miliki. Tahu saja tidaklah cukup. Kita harus merenungkan dan memeditasikan hal ini berulang kali.
Secara khusus, metode untuk membebaskan diri dari penderitaan samsara adalah tiga latihan tingkat tinggi, yaitu Sila, Samadhi, dan Prajna. Jika upaya mengakhiri samsara diumpamakan dengan menebang pohon, kita butuh kapak yang tajam berupa Prajna atau kebijaksanaan yang menembus kesunyataan. Agar kapak bisa menebang pohon, kita butuh mengayunkan kapak berulang kali pada satu titik. Itulah fungsi Samadhi. Untuk meraih samadhi, kita perlu mengendalikan batin kita yang sering berpendar ke mana-mana. Sila adalah solusi untuk hal tersebut.
Guru Dagpo Rinpoche juga menjelaskan bahwa bertahan tidaknya ajaran Buddha bergantung pada praktik Sila yang murni. Seseorang disebut sebagai “pemangku ajaran” (B. Tibet: tenzin) ketika ia menjaga Sila. Sementara itu, ada pula gelar “pemegang transmisi” yang merujuk pada mereka yang sungguh-sungguh mempelajari, merenungkan, dan memeditasikan Dharma. Di sinilah pentingnya keberadaan Sangha monastik yang menjaga Vinaya dengan baik. Di mana ada Sangha yang memegang Vinaya, tempat itu akan memiliki kualitas terang, bercahaya, dan bebas dari kekhawatiran karena ada Buddha di sana. Oleh karena itu, Vinaya merupakan kunci dari lestarinya ajaran Buddha di satu tempat.
Meskipun sebagian besar dari kita merupakan praktisi perumah tangga dan belum mampu menjaga banyak Sila ataupun bergabung menjadi anggota Sangha monastik, minimal kita harus membangkitkan aspirasi serta melatih setidaknya satu Sila dalam hidup kita. Berkaitan dengan hal tersebut, Guru Dagpo Rinpoche menjelaskan tentang 4 pintu pelanggaran yang harus kita perhatikan dalam menjaga Sila.
Pintu pertama adalah ketidaktahuan, yaitu kondisi saat kita melakukan pelanggaran karena tidak mengetahui bahwa itu adalah pelanggaran. Untuk mengatasinya, kita perlu mempelajari Sila-Sila yang ada. Pintu kedua adalah sikap tidak hormat. Tidak menghormati Sila sama halnya dengan tidak menghormati Buddha sendiri. Guru Dagpo Rinpoche secara khusus mengingatkan agar kita tidak mengikuti pandangan keliru yang beredar bahwa Sila Pratimoksha merupakan praktik untuk orang dengan indra yang tumpul. Sebaliknya, bahkan praktisi Tantra sekalipun harus tetap berhati-hati menjaga Sila Pratimoksha yang telah diambil.
Pintu pelanggaran ketiga adalah klesha alias faktor mental pengganggu. Untuk mengatasinya, kita perlu mempelajari cara mengenali klesha-klesha ini serta obat penawarnya. Guru Dagpo Rinpoche mencontohkan beberapa caranya. Salah satunya seperti klesha kemelekatan bisa diobati dengan merenungkan kejelekan atau klesha kesombongan bisa diatasi dengan merenungkan kesalingbergantungan, dsb. Ada pula penawar umum yang bisa digunakan untuk mengatasi semua jenis klesha, yaitu perenungan akan kesunyataan. Pintu pelanggaran keempat adalah kurangnya kewaspadaan. Ini tentu saja perlu diatasi dengan melatih ingatan kita akan hal-hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan dan senantiasa menjaga tubuh, ucapan, dan batin kita agar sesuai dengan ingatan tersebut.
Terakhir, Guru Dagpo Rinpoche memaparkan dengan sederhana tentang cara melakukan praktik spiritual. Kunci dari kesuksesan kita dalam melakukan praktik spiritual adalah pantang menyerah, membulatkan tekad, dan menjaga Sila sebaik-baiknya.
Sebagai penutup, Guru Dagpo Rinpoche mengajak kita semua untuk mendedikasikan seluruh kebajikan yang telah dihimpun dari aktivitas mendengarkan Dharma untuk umur panjang dan kelancaran aktivitas semua guru spiritual, berakhirnya peperangan dan pandemi, serta kebahagiaan bagi semua makhluk.
Leave a Reply