Dasar Buddhisme

Cara Melatih Tiga Kesabaran


Ada tiga jenis kesabaran:

  1. Tidak mempedulikan hal jahat yang dilakukan pada Anda, dengan kata lain, tidak menghiraukannya.
  2. Menerima penderitaan tanpa putus asa
  3. Menjadikan Anda mampu untuk mempertahankan aspirasi tekad Anda untuk menjalankan praktik dharma

Bagaimana cara melatih tiga jenis kesabaran?

Mari kita lihat kembali ketiganya dan lihat bagaimana cara melatih ketiga jenis kesabaran ini.

1. Menghiraukan kejahatan yang dilakukan terhadapmu.

Kesabaran yang pertama adalah menghiraukan kejahatan yang dilakukan terhadap kita; memiliki batin yang seimbang terhadap kejahatan yang dilakukan terhadap kita. Poin ini terbagi menjadi dua bagian. Pertama, ketabahan yang sesungguhnya dalam menghadapi kejahatan yang ingin dilakukan orang lain terhadap kita. Berikutnya adalah menghindari reaksi spontan yang mungkin akan kita tunjukkan terhadap orang yang mencoba menyakiti atau yang telah menyakiti kita. Apa saja reaksi-reaksi tersebut? Ketika seseorang yang menyakiti kita kemudian menderita, kadang kita memiliki kecenderungan untuk merasa senang dan berkata “Baguslah, dia mendapatkan apa yang sepantasnya,” atau pemikiran lainnya yang sejenis, apapun itu. Jadi, bentuk dari kesabaran adalah menghindari jenis pemikiran seperti itu.

Aspek kesabaran yang kedua, berkaitan dengan orang yang sedang atau telah menyakiti kita, adalah menghindari menjadi tidak senang ketika segala sesuatu yang berhubungan dengan orang tersebut berjalan dengan baik. Kita harus dengan jujur bertanya kepada diri sendiri “Apakah kita cenderung menjadi tidak bahagia ketika musuh kita, orang yang tidak kita sukai atau orang yang telah menyakiti kita, berada dalam situasi yang baik atau tidak?” Ketika ada seseorang yang tidak kita sukai, seseorang yang menyakiti kita, seseorang yang mencampuri urusan kita, dan ketika kita melihat orang tersebut memiliki keberuntungan yang bagus, pekerjaan yang baik, keluarga yang bahagia, dan segala sesuatu berjalan dengan baik bagi orang tersebut, apa yang kita rasakan sejujurnya? Apakah tidak ada suatu perasaan di dalam diri kita yang tidak menyukai mereka saat mereka dalam kondisi yang baik? Itulah jenis reaksi yang perlu kita hindari; kita harus menekankan pada diri sendiri betapa pentingnya untuk menyadari perasaan tersebut dan mencoba untuk menghentikannya di dalam diri kita.

Kenapa? Pertama karena efek seketika yang akan kita rasakan. Ketika kita memiliki perasaan negatif terhadap orang tersebut–ketika segala sesuatu berjalan dengan sempurna bagi orang tersebut, perasaan tidak nyaman muncul dalam diri kita dan kitalah orang yang akan menderita akibat ketidaknyamanan tersebut. Kita merasa tidak nyaman, gelisah dan sangat tegang. Walaupun demikian, apa yang terjadi dengan kita tidak merubah apapun yang ada di orang tersebut, tapi yang pasti hanya akan merubah kita. Jadi, kitalah orang pertama yang akan menderita dari sikap demikian, tanpa perlu disebutkan efek jangka panjang dari jenis pemikiran atau perasaan tersebut. Reaksi lainnya yang kita tujukan kepada orang yang telah menyakiti kita akan muncul ketika kondisi orang tersebut menurun. Ketika orang tersebut kehilangan keberuntungannya atau ketika segala sesuatu berubah menjadi buruk, jika kita tidak berhati-hati, kita akan merasa bahagia karena kejatuhannya dan kita akan membenarkan apa yang terjadi dengan mengatakan orang tersebut pantas mendapatkannya. Sebenarnya, kalau Anda benar-benar memikirkannya, reaksi demikian sangat buruk dan harus dihindari.

Melihat kembali jenis situasi yang pertama, ketika seseorang menyakiti kita dan kita tidak tabah menghadapi situasi ini, kita menjadi tidak sabar dengannya dan kita tidak tahan. Sekali lagi, ini memiliki dua sisi; apakah orang yang menyakiti kita dapat merusak kebahagiaan kita dengan melakukan sesuatu untuk mengurangi atau mencegah kebahagiaan kita atau mereka dapat melakukan sesuatu yang langsung membuat kita menderita. Di situasi manapun, kita perlu menghentikan ketidakmampuan kita untuk bertahan atau tabah menghadapi kejahatan tersebut. Jadi, untuk menghentikan reaksi kemarahan kita terhadap situasi ini, kita harus menganalisis alasan mengapa tidak benar dan tidak tepat bagi kita untuk menanggapi situasi demikian dengan kemarahan seiring dengan melihat alasan mengapa, sebagai gantinya, lebih tepat, lebih beralasan dan benar untuk, sebenarnya, membangkitkan welas asih daripada kemarahan terhadap orang tersebut.

Mari memulai dengan melihat ‘Mengapa tidak tepat untuk membalas dengan perasaan marah terhadap orang yang telah menyakiti kita?’ Untuk memahami ini, kita harus melihat proses yang dilalui orang tersebut. Pertama, orang tersebut memulai dengan keinginan untuk melakukan sesuatu yang menyakiti kita. Kemudian orang tersebut melakukan keinginannya, dan dia melakukan sesuatu, baik yang menyakiti kita secara fisik atau yang menyebabkan penderitaan di dalam diri kita. Sekarang, kita harus bertanya pada diri kita sendiri dan menganalisis apakah, dalam proses tersebut, orang tersebut bertindak secara bebas untuk memilih mau menyakiti kita atau tidak, dan apakah itu merupakan pilihan yang bebas atau tidak bagi orang tersebut.

Untuk menjawab ini, kebanyakan dari kita akan cenderung menarik kesimpulan bahwa orang tersebut bertindak dengan bebas dan memilih dengan bebas untuk menyakiti kita. Walau demikian, sebenarnya kesimpulan tersebut kurang tepat. Mengapa kita bisa mengatakan bahwa dia bertindak tidak dengan bebas? Alasan mengapa dia tidak memiliki pilihan selain menyakiti kita adalah karena semua kondisi untuk faktor batin pengganggu (kilesha) tertentu bangkit–yakni, niat untuk menyakiti kita—hadir bersamaan.

Apa saja keadaan-keadaan dan kondisi yang diperlukan sehingga kilesha bisa muncul? Pertama, kenyataan bahwa belum hilangnya benih akar dari kilesha tersebut. Lebih lanjut, kenyataan bahwa kita dekat dengan objek kilesha– dalam kasus ini, objek dari kilesha adalah kita–yang menyimpannya di dalam batin. Kondisi yang ketiga adalah apa yang kita sebut dengan perhatian yang tidak tepat. Ketika semua tiga kondisi ini hadir bersama–bahkan bila orang tersebut, sebenarnya, tidak menginginkan kilesha tersebut hadir di batinnya, dia tetap tidak memiliki pilihan karena ketika tiga kondisi ini dihadirkan dalam batinnya, maka secara otomatis dan tidak bebas, keinginan untuk menyakiti, dalam kasus ini, kilesha, akan bangkit dalam dirinya.

Hal ini benar bila kita lihat dari sebab dan akibat. Secara umum, ketika semua sebab yang dibutuhkan untuk menghasilkan akibat tertentu hadir bersamaan, maka tidak akan ada yang bisa Anda lakukan untuk menghentikan akibat yang akan terjadi–baik itu hasil yang baik atau dalam kasus ini, hasil yang buruk. Ketika semua kondisi tersebut hadir bersamaan untuk menyebabkan sebuah akibat untuk berbuah, maka prosesnya adalah seperti reaksi yang otomatis di mana akibat akan dihasilkan secara otomatis dan tidak ada yang bisa Anda lakukan pada tahap tersebut untuk menghentikannya terjadi.

Prinsip ini berlaku untuk situasi sekarang yakni munculnya kilesha di dalam batin seseorang. Jika salah satu dari ketiga sebab utama untuk munculnya kilesha ini tidak hadir, maka akibatnya tidak akan terjadi. Dengan cara seperti inilah orang yang telah menyakiti kita menemukan dirinya berada dalam situasi yang demikian. Dalam pikirannya, berbagai kondisi bagi kilesha, dalam kasus ini kemarahan, salah satu dari jenis kilesha yang memicu seseorang untuk menyakiti orang lain, telah hadir bersamaan. Akibatnya, orang tersebut memiliki niat untuk menyakiti kita dan benar-benar melakukannya. Sekali lagi, orang tersebut tidak bertindak dengan bebas, karena ketika semua kondisi sudah hadir, tidak ada yang dapat dilakukannya untuk menghentikannya dan semua proses akan berlanjut dan tidak dapat dihentikan.

Sebenarnya, orang tersebut dikendalikan oleh batinnya dan batinnya dikendalikan atau diambil alih oleh kilesha. Bagaimana hal tersebut bisa terjadi? Karena kondisi bagi kilesha tersebut untuk bangkit telah hadir bersamaan. Jadi, orang tersebut, sebenarnya bagaikan seorang budak. Bukan hanya karena dia dikendalikan oleh batinnya, tapi batinnya juga di bawah kendali salah satu dari faktor batin negatif ini. Jadi, ini adalah satu alasan yang dapat kita pahami mengapa tidak tepat untuk membalas kejahatan yang dilakukan oleh orang yang menyakiti kita, dengan menjadi marah terhadap orang tersebut, karena orang tersebut sebenarnya tidak memiliki kebebasan untuk bertindak.

Pertama, jika Anda merasa balasan kemarahan Anda dapat dibenarkan karena orang tersebut memiliki kesadaran yang bebas untuk memutuskan menyakiti kita, maka, Anda harus berusaha untuk menetralkan kesalahpahaman dari penilaian yang salah terhadap situasi yang terjadi, dengan memahami  bahwa sebenarnya mereka tidak bertindak dengan leluasa. Jadi, setelah menyadari bahwa orang tersebut tidak bertindak dengan leluasa tapi dipaksa untuk bertindak demikian, maka akan lebih beralasan untuk tidak marah terhadapnya. Hal ini persis dengan kondisi di mana seorang pasien yang sakit jiwa dan menyerang dokter atau perawatnya. Dalam hal ini, dokter atau perawat tersebut tidak akan benar-benar marah dengan pasiennya. Mereka sadar bahwa pasiennya sedang sakit dan tindakannya tidak di bawah kendalinya. Oleh karena itu, mereka sadar sepenuhnya bahwa tidaklah tepat untuk marah dengan pasiennya, tapi sebaliknya, mereka akan memiliki perasaan empati atau belas kasih untuk pasiennya. Kondisi ini sama persis dengan apa yang sedang kita bicarakan di sini ketika seseorang menyebabkan kejahatan tertentu terhadap kita.

Oleh karena itu, Chandrakirti menyatakan, “Ketika seseorang marah terhadap kita atau melakukan sesuatu yang menyakiti kita, kita harus melihat bahwa kesalahannya tidak sepenuhnya terletak di orang tersebut, tapi kesalahannya terletak di kilesha-nya.” Beliau lanjut mengatakan bahwa orang yang cerdas akan memahami hal ini, dan akan bertekad untuk tidak membalas orang tersebut atau melakukan sesuatu yang akan memicu kemarahan orang tersebut.

Di dalam Lamrim Besar, Jey Rinpoche mengatakan: Dari semua argumen untuk memahami bahwa tidak ada alasan untuk membalas kejahatan yang dilakukan terhadap kita dengan kemarahan, argumen yang diberikan oleh Shantidewa adalah argumen yang paling mudah untuk dipahami, dilaksanakan, dan yang paling efektif untuk menenangkan reaksi negatif kita sendiri.

Ada beberapa argumen lain yang dapat kita gunakan untuk memahami bahwa kita tidak seharusnya membalas kejahatan yang dilakukan terhadap kita dengan kemarahan. Ada banyak sekali argumen dan mungkin kita tidak akan sanggup membahasnya semua sekarang. Jadi, mungkin cukup untuk sore ini. Rinpoche ingin memberikan kesempatan bagi Anda untuk bertanya, jika ada, dengan sedikit waktu sisa yang kita miliki sore ini.

Baca juga: https://dagporinpoche.id/ajaran/dasar-buddhisme/apa-itu-kesabaran/

2. Penerimaan penderitaan

Kesabaran yang kedua adalah menerima penderitaan. Walaupun Rinpoche telah menjelaskannya dengan terang kemarin, kita harus hati-hati untuk tidak salah mengerti dengan apa yang dimaksud dengan jenis kesabaran ini. Sikap ini bukan berarti tunduk secara pasrah kepada penderitaan. Melainkan, sikap menerima yang sepenuh hati (aktif), dengan sadar dan mengetahui tujuannya bertindak seperti itu dan menerimanya dengan sengaja.

Ada tiga sudut pandang untuk melihat jenis kesabaran ini. Pertama, melihat alasan mengapa kita harus mengembangkan jenis kesabaran di mana kita menerima penderitaan. Jadi, mengapa kita harus menerima penderitaan? Karena gagasan di belakang jenis kesabaran ini adalah menggunakan penderitaan untuk sesuatu yang positif, mengubah penderitaan itu sendiri menjadi sesuatu yang kreatif, membangun, dan yang terbaik, mengubahnya menjadi sebuah alat untuk menyadari kualitas jalan spiritual di dalam diri kita.

Jadi, sekali lagi, mengapa kita disarankan untuk menerima penderitaan? Jika kita jujur, kita harus mengakui bahwa di dalam hidup ini, kita memiliki lebih banyak masalah dibandingkan dengan banyaknya waktu kebahagiaan, apakah itu penderitaan fisik, penderitaan batin dengan satu aspek atau yang lain, dengan derajat yang berbeda tentunya. Inilah sifat alamiah eksistensi kita. Kita harus belajar bagaimana menerima penderitaan, bagaimana menggunakannya dan mengubahnya menjadi sesuatu yang positif, dalam artian, sebuah teknik bertahan diri yang akan membuat hidup kita lebih baik atau bahagia.

Jika kita tidak mengetahui bagaimana mengatasi masalah kita ketika mereka hadir dan jika kita tidak tahu bagaimana menanggapinya, dalam kasus ini, dengan kesabaran, yakni belajar bagaimana menerimanya. Kita harus memutuskan apakah kita akan menanggapinya dengan kemarahan, yang tentunya akan sangat bertolak belakang dan bahkan sangat merusak, atau sebaliknya, kita hanya membiarkan diri kita dikuasai sepenuhnya oleh penderitaan atau masalah kita, sehingga kita akan kehilangan semua tenaga dan tekad kita untuk berbuat baik, untuk mempraktikkan kebajikan, dan akhirnya kita akan benar-benar putus asa.

Sifat alami dari masalah yang kita hadapi dalam hidup kita bisa bervariasi. Penderitaan yang kita alami dapat ditaklukkan, seperti yang telah kita lihat, baik terhadap kejahatan yang dilakukan orang lain terhadap kita atau proses alami dari keberadaan samsara, misalnya penderitaan usia tua, sakit, dan sebagainya, yang memang umum terjadi terhadap semua makhluk dalam samsara. Lalu ada beberapa jenis masalah tertentu yang timbul ketika Anda hendak berbuat baik. Ketika Anda sedang tidak berusaha untuk berbuat baik, masalah tidak terjadi, tapi ketika Anda mencoba dan melakukan kebajikan, masalah langsung muncul. Contoh sederhananya misalnya Anda sakit punggung dan kesemutan saat Anda mencoba untuk bertahan lebih lama dalam postur meditasi atau bisa jadi saat Anda mencoba dengan keras untuk belajar, Anda memaksa diri Anda sendiri, hingga menjadi gelisah dan mungkin tidak tidur dan sebagainya. Ini hanya beberapa contoh.

Contoh lain, jika kita adalah orangtua, kita menginginkan putra-putri kita tumbuh menjadi orang dewasa yang baik dan melihat mereka tumbuh dalam cara yang baik dan berubah menjadi baik pula. Namun, kita mungkin tidak berhasil memenuhi harapan demikian karena anak-anak kita mungkin cenderung tidak patuh dan bukannya mendengarkan kita. Ini bisa menjadi sebab frustasi dan penderitaan karena kita menginginkan segala sesuatu yang baik untuk anak kita dan itu juga menjadi salah satu sumber penderitaan.

Kejadian lainnya juga bisa berupa ketika kita ingin berbuat sesuatu yang baik, seperti membantu tetangga kita atau orang lain. Kita ingin berbuat baik, tapi saat kita mulai melakukannya, kita menghadapi masalah dan itu juga dapat menjadi sumber penderitaan bagi kita. Dengan kata lain, jika kita hanya duduk santai dan tidak melakukan apapun untuk membantu yang lain, maka masalah tidak akan muncul. Jadi apapun itu sifat alami dari penderitaan, sumbernya, apakah itu merupakan sebab tertinggi dari karma atau sebab langsung yang dikarenakan lingkungan, ketika penderitaan telah terjadi, maka dia akan terjadi.

Ketika masalah telah terjadi, artinya hasil perbuatan telah berbuah dan tidak ada yang dapat Anda lakukan untuk mengubahnya. Inilah apa yang diajarkan oleh Buddha kepada kita: bahwa sekali karma menghasilkan akibatnya, yakni, penderitaannya, maka tidak ada yang bisa Anda lakukan untuk membalikkan waktu dan menghentikannya. Jadi apa yang harus kita lakukan adalah belajar bagaimana berkompromi dengannya dan tidak membiarkan diri kita mulai dikuasai oleh masalah kita dan benar-benar menjadi putus asa. Kita harus belajar bagimana menerimanya dalam cara yang positif dan belajar bagaimana mengubahnya menjadi sesuatu yang kreatif dan membangun.

Ketika kita memiliki masalah, biasanya ada dua cara untuk bereaksi. Reaksi pertama adalah menolak penderitaan tersebut, dalam artian kita merasa itu tidak adil. Kita bertanya kepada diri kita sendiri mengapa ini terjadi kepada kita dan bukan yang lain. Mengapa hal ini selalu terjadi pada kita dan bukan orang lain yang harus mengalami ini? Dengan kata lain, ini adalah pertahanan yang negatif, yaitu dengan menolak penderitaan ini, kita menemukannya tidak adil, kejam, dan sebagainya. Dengan reaksi demikian, apa yang kita lakukan sebenarnya memperburuk keadaan bagi kita sendiri. Tentu saja terdapat penderitaan yang sebenarnya, penderitaan yang telah terjadi dan bila kita berpikir dengan cara di atas dan membalas keadaannya dengan cara yang demikian, maka apa yang kita lakukan adalah menambah bentuk kedua dari penyiksaan batin terhadap diri kita sendiri.

Penyelesaiannya, tentu saja, adalah dengan menerima penderitaan dan meletakkannya dalam perspektif yang berbeda. Dengan menyadari bahwa apa yang sedang terjadi pada kita disebabkan oleh perilaku lampau kita, bahwa kita telah mengumpulkan jenis karma tertentu di masa lampau, maka kita sekarang mau tak mau harus menjalani akibatnya. Oleh karena itu, dengan menjadi mawas dengan apa yang kita alami sebagai akibat dari perbuatan kita sendiri di masa lampau, ini berarti kita menerima kenyataan. Pertama, ini akan mengurangi penderitaan kita, yang mana kita benar-benar harus menjalani dan bertahan terhadapnya, serta menerima dengan cara ini, kita juga akan menghindari menambah jenis penderitaan yang kedua, yaitu akibat dari reaksi tambahan kita terhadap penderitaan itu tadi.

Jadi, ini adalah alasan mendasar mengapa jenis kesabaran yang kedua adalah sangat penting, yaitu, kesabaran menerima penderitaan. Jika seseorang memahami makna menerima penderitaan dengan benar, maka ia akan mencegah dirinya menambah penderitaan ke dalam penderitaan. Tambahan, sikap ini bahkan dapat mengurangi penderitaan yang awal dengan meringankannya terlebih dahulu.

Tapi bagaimana kita mengolah jenis kesabaran ini, yang kita sebut dengan menerima penderitaan? Ada beberapa cara. Pertama, kita harus mengerti bahwa tidak ada alasan, dalam artian, untuk tidak menyukai penderitaan atau tidak senang dengannya. Contohnya, jika kita sakit, tubuh kita memberi kita masalah dan kita sedang kesakitan. Tentu saja hal pertama yang kita lakukan adalah mencoba dan mengobati sebab dari rasa sakit kita; makan obat atau melakukan cara pengobatan apapun yang tepat. Sementara itu, kita tidak boleh hanya mengeluh tentang sakit yang kita alami. Cobalah untuk tidak menambah penderitaan di atas penderitaan  dengan melebih-lebihkannya, dengan mengatakan bahwa ini adalah malapetaka dan sebagainya. Dengan kata lain, coba untuk menguranginya dan meletakkannya dalam cara berpikir yang tepat dengan mengatakan–“Saya dapat masalah ini; meskipun menyakitkan tapi saya ingin menyelesaikannya dan saya ingin mengobatinya, dan dengan pengobatan ini penderitaanku akan berkurang.”–Anda harus melakukan apa yang harus Anda lakukan, itulah salah satu kemungkinan yang bisa dilakukan.

Sambil menjalani penderitaan, Anda bertahan dengan penderitaan yang sedang Anda lalui; dan ini adalah kesabaran yang kedua. Jika masalahnya berubah menjadi sesuatu yang tidak teratasi, maka Anda harus menggunakan sikap lain untuk menghadapinya, misalnya ketika Anda mengetahui bahwa pengobatan medis tidak akan mengurangi sakit atau tidak akan mengobati penyakit Anda, dan lain sebagainya, maka  Anda harus menerimanya sebagai hasil dari karma Anda dan menggunakan situasi tersebut untuk menginspirasi Anda untuk menguatkan praktik Anda akan kebajikan, melakukan praktik purifikasi karma sebisa mungkin dan menggunakan pengalaman dari penderitaan Anda untuk mempertajam kewaspadaan Anda terhadap penderitaan orang lain sehingga memperkuat belas kasih Anda terhadap orang lain. Cara mengatasi masalah Anda ini aktif adalah menjadikan diri Anda mempraktikkan kebajikan, melakukan praktik purifikasi, merenungkan welas asih dan sebagainya. Anda juga tentunya, akan mengubah batin Anda dari rasa sakit atau penderitaan yang Anda sedang lalui dan Anda akan langsung mengalami manfaat dari situasi Anda, jadi tidak perlu disebutkan lagi manfaatnya untuk masa yang akan datang.

Sebaik mungkin yang Anda bisa, apa yang harus Anda hindari adalah khawatir dengan situasi Anda, karena itu akan menghabiskan energy, yang mana sebenarnya Anda dapat menggunakannya dalam cara yang lebih konstruktif. Jika Anda menghabiskan seluruh energi untuk mengkhawatir-kan situasi Anda, padahal tidak ada yang bisa Anda lakukan untuk mengubahnya dalam waktu dekat, maka itu sungguh memalukan karena Anda dapat menggunakan energi yang sama untuk sesuatu yang positif dan kreatif, contohnya, melakukan aktivitas yang baik, memeditasikan belas kasih, melakukan praktik purifikasi, dan seterusnya.

Lebih lanjut, Anda perlu mengingatkan diri Anda sendiri terus-menerus bahwa apa yang Anda alami adalah hasil atau akibat dari karma Anda sendiri. Pengalaman pribadi tersebut memiliki satu manfaat besar. Dengan mengalami pengalaman ini, Anda telah menggunakan karma ini, dalam artian, jika tidak, maka biar bagaimana Anda akan mengalami akibatnya juga di masa yang akan datang. Dengan kata lain, Anda sudah menyingkirkan karma buruk dengan cara ini. Dengan terus mengingat ini, Anda juga akan mengurangi sakit dan penderitaan yang sedang Anda alami dengan melihat sisi terangnya.

Jadi, cara berpikir yang baru dipaparkan ini dimaksudkan untuk memperkuat kesabaran Anda–jenis kesabaran yang mana Anda menerima penderitaan Anda. Makin besar kesabaran Anda, makin besar penderitaan yang sanggup Anda toleransi. Di sisi lain, jika Anda kekurangan jenis kesabaran ini, Anda akan sangat menderita dengan ketidaknyamanan sekecil apapun. Ketika Anda benar-benar kehilangan jenis kesabaran ini, Anda sendiri yang akan kehilangan diri karena Anda akan sangat menderita untuk sesuatu yang tidak penting. Di sisi lain, ketika Anda melatih jenis kesabaran ini dan kualitas ini makin kuat di dalam diri Anda, maka Anda akan mampu bertahan dengan penderitaan yang sangat, sangat berat sekalipun.

Barangkali ada pertanyaan lain yang akan Anda tanyakan kepada diri sendiri. Apakah benar-benar sesuai atau tepat untuk bertahan dengan penderitaan dan menerima penderitaan? Jawaban untuk itu adalah YA. Mengapa? Karena penderitaan itu sendiri memiliki manfaatnya dan dapat menguntungkan. Penderitaan memiliki lima manfaat.

Manfaat yang pertama dari penderitaan adalah menginspirasi kita dengan harapan agar tidak mengalaminya. Dengan kata lain, jika kita selalu bahagia atau meskipun kadarnya cuman sedikit, kita cenderung untuk melupakan penderitaan dan kita akan lupa bahwa dia adalah sesuatu yang tidak diinginkan. Kita tidak akan sadar bahwa ini tidak diinginkan dan karenanya merupakan sesuatu yang harus disingkirkan dengan sadar. Jadi, manfaat dari mengalami beberapa penderitaan adalah mengingatkan kita akan penderitaan itu sendiri dan mendorong kita untuk benar-benar menghilangkannya.

Manfaat yang kedua adalah mengurangi kesombongan kita. Ketika hidup berjalan dengan lancar, kita cenderung merasa bangga dan puas dengan diri kita sendiri. Ini bukanlah sesuatu hal yang baik. Sebaliknya, penderitaan dapat membuat kita sadar diri dan mengurangi kesombongan kita. Jadi, isu besar di atas tentang diri Anda sendiri akan menciut ketika Anda menghadapi masalah.

Manfaat yang ketiga adalah mendorong Anda untuk menjauhkan diri dari kejahatan atau karma negatif. Bagaimana ini bisa terjadi? Sebenarnya, penderitaan berfungsi sebagai pengingat akan hukum karma dan akibatnya. Sebagai Buddhis kita akui bahwa penderitaan hanya akan berakibat dari sebab yang negatif, dan kebahagiaan hanya dapat timbul dari sebab yang posiitif. Oleh karena itu, ketika kita menderita, kita paham bahwa ini dikarenakan sesuatu yang negatif yang kita lakukan di masa lampau. Sekali kita sudah diingatkan dengan hal tersebut, maka dengan pengalaman ini, kita akan didorong untuk lebih hati-hati di masa yang akan datang untuk menghindari diri dari perilaku yang negatif atau tidak bajik.

Manfaat yang keempat adalah meningkatkan atau mengembangkan cinta kita akan kebajikan. Bagaimana ini bisa terjadi? Ketika kita menghadapi masalah dan menderita karenanya, penderitaan kita juga secara mendasar berasal dari nafsu keinginan akan hal yang sebaliknya. Kita ingin bahagia dan ketika kita mengalami sebaliknya, di mana kita menderita dan disakiti oleh hal-hal yang sulit, ini berbalik dengan apa yang kita inginkan. Dalam hal ini, kita diingatkan bahwa kebajikan adalah sumber dari kebahagiaan, kebahagiaan yang kita idamkan. Oleh karena itu, kita didorong untuk memahami indahnya kebajikan.

Manfaat kelima adalah meningkatkan kewaspadaan kita akan penderitaan secara umum. Dengan pengalaman pribadi kita akan penderitaan, kita diingatkan bahwa jika kita mengerti bagaimana cara berpikir, jika kita bahkan dapat membuka diri kita terhadap kewaspadaan ini, maka kita akan diingatkan bahwa yang lain juga mengalami masalah dan disakiti oleh berbagai jenis penderitaan pada saat yang sama seperti kita, dan lebih sering penderitaan mereka lebih besar dibandingkan dengan kita. Hal ini dapat berfungsi untuk mengembangkan atau mendorong belas kasih di dalam diri kita–belas kasih, merasakan bahwa penderitaan orang lain tidak tertahankan, bahwa sungguh tidak pantas apabila semua makhluk harus menderita di dalam samsara.

3. Mempertahankan tekad untuk tetap semangat mempraktikkan dharma

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, ketika Anda menghadapi kesulitan saat Anda melakukan perbuatan baik, jangan membiarkan diri Anda menyerah, melainkan pertahankan aspirasimu untuk mengejar praktik dharma.

Apa yang penting bagi Anda untuk dipahami adalah bagaimana pentingnya kualitas kesabaran dalam hidupmu, yakni, sangat sulit untuk membayangkan hidup tanpa mereka. Hidup Anda pastinya akan menjadi lebih sulit dibandingkan dengan apa yang Anda miliki sekarang. Oleh karena itu, agar sanggup melatih kualitas ini, berbagai jenis kesabaran ini, penting untuk membuat hidup kita lebih menyenangkan.