Cara Belajar Dharma

Manfaat Mendengarkan Dharma


Kita harus betul-betul merenungkan manfaat-manfaatnya secara detail, apa saja yang kita dapatkan dari mendengarkan ajaran, sehingga kita akan semakin bersemangat untuk menghadiri sesi ajaran Dharma dan mendengarkan dengan penuh semangat. Dan kalau kita betul-betul merenungkan dan mengetahui manfaatnya, kita akan semakin bersemangat untuk mendengarkan Dharma. Kalau Anda betul-betul memahami manfaat mendengarkan Dharma, secara langsung Anda mendapatkan hasil yang positif dan langsung merasakan hasilnya. Mengapa? Karena kalau Anda tahu manfaat mendengarkan Dharma, anda bisa mendengarkan Dharma dengan penuh perhatian. Anda akan mendengarkan Dharma dengan penuh semangat, Anda tidak pernah letih atau bosan, tidak pernah bosan mendengarkan ajaran Dharma. Sebaliknya, semakin mendengarkan Dharma, anda semakin bersemangat. Itu kalau betul-betul Anda merasakan manfaatnya. Dengan kata lain, kalau kita betul-betul memahami manfaatnya, tidak mungkin kita mendengarkannya dengan malas-malasan atau tidak dengan perhatian penuh.

1. Pelita yang Menghancurkan Kegelapan Ketidaktahuan

Ada  sebuah  kutipan dari  Jataka terkait dengan  manfaat mendengarkan Dharma, disampaikan  bahwa mendengarkan Dharma itu ibarat pelita yang menghancurkan kegelapan ketidaktahuan. Mari kita telaah  lebih lanjut manfaat pertama dari mendengarkan Dharma yang disebutkan dalam Jataka ini. Kalau kita lihat manfaat ini dengan lebih detil, kita akan melihat betapa pentingnya manfaat ini. Mengapa? Karena semua bentuk penderitaan dan kesusahan-kesusahan  yang sudah kita alami sejak waktu yang tak bermula di dalam samsara, itu dikarenakan ketidaktahuan atau kebodohan batin kita. Karena ketidaktahuan dan kebodohan batin itulah, kita berputar-putar di dalam samsara dan kita mengalami segala bentuk penderitaan  samsara. Karena kita tidak memahami cara kerja sesungguhnya, karena kita tidak memahami kebenaran yang sesungguhnya; kita dilingkupi oleh kegelapan ketidaktahuan yang membutakan kebijaksanaan kita. Karena itu kita membuat kesalahan, lalu dari situ muncul segala bentuk penderitaan,  dan dari situ kita mengalami segala penderitaan di dalam samsara.

Sesungguhnya kalau kita teliti baik-baik segala sesuatu yang kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari, bahkan hal-hal yang sederhana sekalipun, misalnya bergerak dari satu tempat ke tempat lain, cara kita makan, cara kita bekerja, cara kita melakukan sesuatu dan sebagainya, dikarenakan kita masih memiliki   kebodohan batin, kita tidak bisa melihat bagaimana cara melakukan sesuatu hal dengan benar. Dari situ kita berbuat kesalahan, dan oleh karenanya segala akibat buruknya harus kita alami.

Kalau  kita tembus lebih  dalam lagi dan kita mencari-cari yang namanya  musuh, pastilah musuh terbesar yang menyakiti kita selama ini adalah kebodohan  batin kita sendiri, bukan kebodohan batin orang lain. Karena inilah yang kemudian  menyebabkan kita berbuat kesalahan, dan kita harus mengalami akibatnya. Satu-satunya  solusi ataupun jalan keluar adalah menghancurkan kebodohan batin kita sendiri. Kalau kita belum menghancurkan kebodohan  batin kita sendiri, tidak mungkin kita bisa mendapatkan kebahagiaan yang kita inginkan. Pertanyaan berikutnya, bagaimana caranya mengatasi kebodohan batin kita yang merupakan  musuh terbesar kita ini? Jawabannya: satu-satunya cara menghancurkan kegelapan batin adalah menyalakan lampu dan menghancurkan kegelapan. Lampu di sini adalah lampu belajar yaitu, belajar dari cara mendengarkan Dharma.

Kalau  kita sudah bisa membangkitkan manfaat dari mendengarkan Dharma, maka pada saat mendengarkan Dharma terhadap topik apapun kita menghancurkan kegelapan ketidaktahuan kita pada topik tersebut. Ketika kita mendengarkan ajaran pada suatu topik tertentu, kita mendapatkan  pemahamannya. Pada saat yang bersamaan, kita menghancurkan kegelapan ketidaktahuan kita akan topik tersebut. Penjelasan yang baru diberikan itu sebenarnya sangat sederhana dan sangat gamblang sekali bukan? Jadi, ada satu hal yang tidak kita ketahui. Ketika kita mendengarkan  ajaran dan betul-betul mendengarkan ajaran dengan baik, betul-betul memahami kata-kata yang disampaikan, maka pemahaman tersebut menghentikan ketidaktahuan kita pada hal tersebut. Pemahaman yang kita dapatkan itu menghancurkan kegelapan ketidaktahuan yang kita miliki sebelumnya tentang  topik yang kita dengarkan atau kita dapatkan tersebut.

Mengapa sangat penting bagi kita untuk menghancurkan kebodohan batin? Jawabannya adalah kalau kita bisa menghancurkan kebodohan batin tersebut, manfaatnya adalah tidak akan muncul klesha-klesha lainnya, seperti kemelekatan, kemarahan dan lain sebagainya. Dikarenakan kita memiliki kebodohan batin inilah, baru kemudian kita memunculkan segala bentuk klesha lainnya seperti kemelekatan, kemarahan dan lain sebagainya. Ketika kita menghentikan kegelapan kebodohan batin, maka klesha-klesha lainnya juga terhenti.

Itulah sebabnya guru besar India Aryadeva dalam Empat Ratus Stansa mengatakan “Sama halnya seperti indera-indera di dalam tubuh kita menyebar di seluruh tubuh kita, demikian pula kebodohan batin menyebar di dalam seluruh batin kita.” Kalau kita menghancurkan indera ini atau kita menghancurkan kebodohan batin ini, maka kita akan menghancurkan semua klesha-klesha lainnya. Kebodohan batin itu hanya satu frase kata saja tapi sebenarnya kebodohan batin itu terbagi menjadi dua aspek besar. Aspek yang pertama adalah kebodohan batin yang biasa, yang sederhana, semata-mata tidak mengetahui atau kegelapan-kegelapan batin. Yang kedua adalah aspek salah memahami sesuatu. Dari keduanya, yang kedua ini lebih jahat atau lebih buruk dan lebih berbahaya. Ketika kita salah memahami sesuatu, itu jauh lebih berbahaya daripada sekedar tidak tahu. Proses untuk menghancurkan kedua aspek ini sama.

Proses yang pertama adalah kegelapan ketidaktahuan itu. Ketika kita tidak tahu satu hal, kemudian kita mendengarkan penjelasan tentang hal tersebut maka kita mendapatkan kebijaksanaan yang bisa menghancurkan kegelapan ketidaktahun. Yang kedua adalah kalau kita salah memahami sesuatu. Ketika kita mendengarkan penjelasan tentang bagaimana sesungguhnya tentang hal itu, bisa berfungsi untuk membenarkan kembali salah pemahaman yang kita miliki sebelumnya.

Di dalam Pramanavartika juga disampaikan hal yang sama, sederhananya adalah karena kita memiliki cengkeraman adanya eksistensi yang berdiri sendiri pada diri sendiri, kita menganggap diri kita memiliki Aku yang bisa berdiri sendiri. Dari situlah kita menganggap orang lain atau fenomena lain juga memiliki eksistensi yang berdiri sendiri. Semakin kuat kita mencengkeram adanya aku di dalam diri kita sendiri, semakin kuat pula kita mengcengkeram adanya aku pada fenomena lain atau makhluk lain. Dari situ kita memunculkan kemelekatan pada segala sesuatu yang kita anggap sebagai sisi kita atau pihak kita dan kita memunculkan kebencian atau penolakan terhadap segala sesuatu yang kita anggap bukan di sisi kita atau merupakan pihak lain. Dari situ kita bisa melihat adanya sikap mencengkeram adanya eksistensi yang berdiri sendiri, kemudian segala bentuk sikap mencengkeram adanya eksistensi yang berdiri sendiri pada fenomena lainnya muncul. Dan dari situ muncul segala bentuk klesha-klesha lainnya; kemelekatan, kemarahan dan lain sebagainya.

Kalau kita lihat cara kerjanya, ada objek-objek tertentu, barang-barang tertentu yang menimbulkan kemelekatan pada kita. Di sisi lain ada objek-objek tertentu atau barang-barang tertentu yang menimbulkan kemarahan pada kita. Mengapa bisa demikian? Karena kita menganggap objek-objek tersebut memiliki sifat eksistensi yang bisa berdiri sendiri, kita melihat objek itu memang sudah begitu adanya. Kalau kita tidak menganggap objek tersebut itu sudah begitu dari sananya, tidak mungkin kita bisa memunculkan yang namanya kemelekatan, kebencian dan lain sebagainya.

Di dalam kitab penjelasan Arya Chandrakirti terhadap Empat Ratus Stansa karya Aryadeva, disana ada sebuah kutipan yang mengatakan kemelekatan dan seterusnya. Dan seterusnya itu mencakup klesha-klesha lainnya yang muncul berkaitan dengan objek-objek yang dicerap oleh kebodohan batin sebagai objek yang bisa berdiri sendiri. Dengan kata lain, dikarenakan kita memiliki kebodohan batin, kita mencerap segala sesuatu sebagai memiliki eksistensi yang bisa berdiri sendiri, kita menganggap mereka memiliki eksistensi yang bisa berdiri sendiri. Dari situlah kita memunculkan kemelekatan pada objek-objek tertentu, lalu kita memunculkan kemarahan atau penolakan pada objek-objek lainnya dan sebagainya.

Lebih jelasnya lagi, penjelasan dari Arya Chandrakirti tentang kemelekatan dan lain sebagainya muncul terutama dikaitkan secara khusus terhadap fenomena yang dicerap oleh kebodohan batin sebagai fenomena yang bisa berdiri sendiri. Dan itu bisa muncul ketika kita melabeli suatu objek sebagai menarik dan melabeli objek lain sebagai tidak menarik. Di sini ada kata secara khusus atau utamanya untuk menjelaskan bahwa kalau kita tidak memiliki kebodohan batin yang mencerap adanya eksistensi yang bisa berdiri sendiri, maka tidak akan muncul yang namanya kemelekatan dan lain sebagainya. Mengapa bisa demikian? Kalau kita tidak memiliki kebodohan batin yang mencerap adanya eksistensi yang bisa berdiri sendiri, maka kemelekatan dan lain sebagainya itu tidak memiliki landasan atau fondasi untuk bisa muncul. Di sini ada istilah basis atau landasan, kebodohan batin merupakan basis atau landasan munculnya semua klesha-klesha lainnya.

Dalam konteks lain, di dalam teks Empat Ratus Stansa juga ada istilah “mig pa”, dimana “mig pa” artinya adalah objek. Aryadeva mengatakan bahwasanya objek dari kemelekatan dan juga klesha-klesha lainnya itu tidak memiliki landasan berupa kebodohan batin dan bisa mencerap adanya eksistensi yang berdiri sendiri. Oleh karena objek tersebut tidak memiliki landasan untuk bisa muncul, maka klesha yang melengkapi objek tersebut juga tidak akan muncul.

Sebagai contoh, misalnya ada sebuah objek atau fenomenayang muncul di dalam pencerapan kita atau persepsi kita yang kita anggap sebagai sesuatu yang menarik, kemudian kita tertarik kepada objek tersebut. Kalau pada proses sejak dari awal sekali, kita tidak menganggap objek yang menarik tersebut sebagai objek yang bisa berdiri sendiri, kita tidak menganggapnya sebagai fenomena yang bisa berdiri sendiri; maka itu tidak akan memunculkan atau memicu timbulnya ketertarikan kita pada objek tersebut. Lebih lanjut, karena kita tidak memunculkan ketertarikan, kita juga tidak akan memunculkan kemelekatan pada objek yang kita anggap menarik tersebut.

Jadi, urutan prosesnya adalah seperti berikut: dari awal kita sudah melihat objeknya, objeknya itu kita anggap bisa berdiri sendiri. Lalu kalau objeknya menarik, kita tertarik pada objek. Dari tertarik tersebut, kemudian meningkat menjadi kemelekatan. Kalau dari awal kita tidak melihat adanya objek yang bisa berdiri sendiri, maka keseluruhan proses itu tidak akan terjadi. Jadi sesungguhnya kalau kita tidak melihat suatu objek bisa berdiri sendiri, tapi kita melihat objek itu sebagai pantulan daripada batin kita karena segala sesuatu yang muncul di dalam persepsi kita merupakan pantulan dari batin kita sendiri; itu tidak akan memunculkan yang namanya kemelekatan, kemarahan dan lain sebagainya. Dengan kata lain, yang lebih sederhana, tidak akan muncul keinginan untuk tidak berpisah. Kemelekatan itu adalah keinginan untuk tidak berpisah, tidak ingin berpisah dari objek yang kita anggap menarik. Kalau kita tidak melihatnya sebagai eksistensi yang bisa berdiri sendiri, berarti keinginan untuk tidak berpisah itu juga tidak akan muncul. Dengan kata lain, kemelekatan tidak muncul. Jadi kembali lagi pada satu baris dari Jatakamala yaitu manfaat dari mendengarkan ajaran. Manfaat dari mendengarkan Dharma adalah ibarat pelita atau lampu yang menghancurkan kegelapan kebodohan batin kita.

2. Permata yang Terunggul

Berikutnya baris  yang kedua, dikatakan mendengarkan ajaran merupakan  permata yang terunggul. Mendengarkan ajaran atau belajar  dikatakan sebagai sahabat kita yang terbaik. Mengapa dikatakan mendengarkan  Dharma atau belajar merupakan sahabat terbaik yang paling setia? Coba kita bandingkan  dengan sahabatsahabat kita yang biasa-biasa saja pada kehidupan ini. Kalau kondisi kita baik-baik  saja, pasti ada begitu banyak sahabat yang mengelilingi kita. Akan tetapi, ketika kita tertimpa musibah atau masalah,  satu persatu teman kita menjauh, satu persatu teman kita menghilang dan terakhir kali siapa yang masih menemani kita ketika kita menghadapi masalah. Satu-satunya sahabat terbaik kita adalah belajar dan  mendengarkan ajaran. Ketika kita menghadapi masalah dan bisa merujuk kembali pada apa yang sudah kita pelajari, apa yang kita paham;, dari situ kita bisa mendapatkan solusi atau jalan keluar dari masalah yang kita hadapi. Oleh karena itu, belajar adalah sahabat kita yang terbaik, yang paling setia.  Singkat cerita, apapun tujuan yang hendak kita capai, apakah itu tujuan untuk kehidupan saat ini, tujuan untuk kehidupan yang akan datang hingga pada tujuan pencapaian Kebuddhaan yang lengkap dan sempurna; untuk mencapai tujuan apapun yang kita inginkan tersebut, kita harus tahu metodenya  apa, caranya apa, cara untuk mencapainya itu apa. Dan untuk mengetahui cara mencapainya itu apa, tidak ada jalan lain, kecuali mempelajari caranya. Oleh sebab itu, saya betul-betul sangat mendorong anda semua yang ada di sini untuk terus-menerus merenungkan manfaat mendengarkan ajaran atau manfaat mendengarkan Dharma.

Transkrip Pembabaran Dharma oleh Guru Dagpo Rinpoche di Institute Ganden Ling, Veneux-les-Sablons, Perancis pada 26 Oktober – 05 November 2013
Transkrip selengkapnya terdapat dalam buku “Rasa Bakti Pada Guru Jld. 1”

Cara Mendengar dan Mengajar Dharma