Metode Sesungguhnya Mengingat Kematian
Bagaimana cara kita memeditasikan topik ini? Singkatnya, kita mulai dengan mempraktikkan 6 praktik pendahuluan seperti Untaian bagi Yang Beruntung atau Permata Hati bagi Yang Beruntung. Di akhir praktik tersebut, kita mengundang ladang kebajikan untuk datang dan menempatkan dirinya di atas kepala kita, kemudian kita melafalkan beberapa mantra dan memvisualisasikan cahaya yang melarut ke dalam diri kita. Langkah berikutnya adalah memohon kepada ladang kebajikan, guru spiritual kita yang menjadi satu dengan Buddha di atas kepala kita.
Sebelum memohon kepada guru kita dan Buddha, bayangkan bahwa kita dan semua makhluk, sejak waktu tak bermula, telah berada di dalam samsara terus-menerus. Hal ini terjadi karena kegagalan kita dalam mencapai pemahaman yang benar tentang kematian. Menyadari hal ini, bayangkan bahwa mulai saat ini kita akan mengerahkan semua upaya untuk merenungkan kematian sehingga kita bisa dengan cepat menjadi seorang Buddha demi kepentingan semua makhluk, membebaskan mereka dari semua penderitaan, serta membawa mereka menuju kebahagiaan. Dengan pikiran ini, kita memohon kepada ladang kebajikan, memohon untuk membebaskan kita dari semua halangan bagi meditasi kita dan memastikan terpenuhinya semua kondisi yang baik untuk keberhasilan topik meditasi ini.
Setelah memohon kepada guru spiritual dan Buddha dengan cara ini, bayangkan bahwa mereka menerima permohonan kita dengan tersenyum. Sebagai hasilnya, mereka memancarkan cahaya dan nektar berwarna putih atau pancawarna. Cahaya ini mengalir dan larut ke dalam diri kita melalui ubun-ubun dan memenuhi seluruh tubuh kita. Bayangkan bahwa sebagai hasilnya, kita sepenuhnya bebas dari halangan-halangan seperti penyakit, gangguan fisik dan mental, karma negatif, klesha, dan benih-benih dari semua halangan tersebut. Lalu, tubuh kita menjadi sepenuhnya transparan dan bercahaya putih secara alami. Kemudian, bayangkan sekali lagi bahwa cahaya dan nektar datang dari tubuh guru kita yang menyatu dengan Buddha di atas kepala kita. Kali ini,ketika cahaya dan nektar larut ke dalam diri kita, tubuh kita dipenuhi dengan kualitas unggul dari tubuh, ucapan, dan batin Buddha, yang memberkahi kita dengan kualitas yang sama persis dengan tubuh, ucapan, dan batin seorang Buddha. Bayangkan bahwa dengan cara ini, kita telah menerima berkah dari tubuh, ucapan, dan batin Buddha, dan secara khusus telah diberkahi untuk segera mencapai realisasi kematian sebagaimana pencapaian Buddha dan guru spiritual kita.
Bagaimana cara kita memeditasikan topik ini? Singkatnya, kita mulai dengan mempraktikkan 6 praktik pendahuluan seperti Untaian bagi Yang Beruntung atau Permata Hati bagi Yang Beruntung. Di akhir praktik tersebut, kita mengundang ladang kebajikan untuk datang dan menempatkan dirinya di atas kepala kita, kemudian kita melafalkan beberapa mantra dan memvisualisasikan cahaya yang melarut ke dalam diri kita. Langkah berikutnya adalah memohon kepada ladang kebajikan, guru spiritual kita yang menjadi satu dengan Buddha di atas kepala kita.
Sebelum memohon kepada guru kita dan Buddha, bayangkan bahwa kita dan semua makhluk, sejak waktu tak bermula, telah berada di dalam samsara terus-menerus. Hal ini terjadi karena kegagalan kita dalam mencapai pemahaman yang benar tentang kematian. Menyadari hal ini, bayangkan bahwa mulai saat ini kita akan mengerahkan semua upaya untuk merenungkan kematian sehingga kita bisa dengan cepat menjadi seorang Buddha demi kepentingan semua makhluk, membebaskan mereka dari semua penderitaan, serta membawa mereka menuju kebahagiaan. Dengan pikiran ini, kita memohon kepada ladang kebajikan, memohon untuk membebaskan kita dari semua halangan bagi meditasi kita dan memastikan terpenuhinya semua kondisi yang baik untuk keberhasilan topik meditasi ini.
Setelah memohon kepada guru spiritual dan Buddha dengan cara ini, bayangkan bahwa mereka menerima permohonan kita dengan tersenyum. Sebagai hasilnya, mereka memancarkan cahaya dan nektar berwarna putih atau pancawarna. Cahaya ini mengalir dan larut ke dalam diri kita melalui ubun-ubun dan memenuhi seluruh tubuh kita. Bayangkan bahwa sebagai hasilnya, kita sepenuhnya bebas dari halangan-halangan seperti penyakit, gangguan fisik dan mental, karma negatif, klesha, dan benih-benih dari semua halangan tersebut. Lalu, tubuh kita menjadi sepenuhnya transparan dan bercahaya putih secara alami. Kemudian, bayangkan sekali lagi bahwa cahaya dan nektar datang dari tubuh guru kita yang menyatu dengan Buddha di atas kepala kita. Kali ini,ketika cahaya dan nektar larut ke dalam diri kita, tubuh kita dipenuhi dengan kualitas unggul dari tubuh, ucapan, dan batin Buddha, yang memberkahi kita dengan kualitas yang sama persis dengan tubuh, ucapan, dan batin seorang Buddha. Bayangkan bahwa dengan cara ini, kita telah menerima berkah dari tubuh, ucapan, dan batin Buddha, dan secara khusus telah diberkahi untuk segera mencapai realisasi kematian sebagaimana pencapaian Buddha dan guru spiritual kita.
Memeditasikan Ketidakkekalan dan Kematian
Pertama-tama, bayangkan bahwa Buddha berada di atas kepala kita, tingginya setara dengan panjang lengan bawah, dan bayangkan bahwa beliau terdiri dari semua objek perlindungan. Lalu, renungkan bahwa kita dan semua makhluk telah berada di dalam samsara sejak waktu yang tak bermula. Hal ini terutama terjadi karena kita memandang ketidakkekalan sebagai kekekalan, atau dengan kata lain, mencengkeram konsep kekekalan dan keabadian. Dan karena sikap mencengkeram ini, kita telah mengumpulkan sejumlah karma negatif dan ketidakbajikan. Kemudian, kita membangkitkan tekad yang kuat untuk mengakhiri pandangan keliru ihwal kekekalan ini, dan dengan cepat merealisasikan Kebuddhaan demi membebaskan semua makhluk dari lingkaran samsara dan membawa mereka menuju kebahagiaan.
Sekarang, kita akan berdoa kepada Buddha agar memberkahi kita sehingga bisa secepatnya mengatasi halangan-halangan terhadap pemahaman kita akan ketidakkekalan dan mencapai semua kondisi baik yang menguntungkan untuk merealisasikannya. Bayangkan bahwa Buddha menjawab doa kita dengan memancarkan cahaya dan nektar pancawarna yang larut melalui ubun-ubun dan memenuhi seluruh tubuh kita. Akibatnya, semua ketidakbajikan, halangan, dan karma buruk yang menghasilkan penderitaan dan penyakit sirna seketika. Ini seperti sebuah ruangan yang telah terkunci dan gelap gulita selama 100 tahun yang tiba-tiba menjadi terang-benderang ketika kita memasukinya dan menyalakan lampu. Dengan cara yang sama, bayangkan bahwa semua ketidakbajikan dan sifat negatif dalam diri kita lenyap saat cahaya dan nektar Guru dan Buddha memberkahi kita.
Sekarang, tubuh kita sudah dipenuhi oleh cahaya dan nektar pancawarna. Buddha memancarkan mereka sekali lagi. Ketika cahaya dan nektar larut ke dalam tubuh kita untuk kedua kalinya, bayangkan bahwa mereka menghapuskan sikap mencengkeram kita terhadap kekekalan dan menganugerahi kita dengan pemahaman sempurna ihwal ketidakkekalan dalam bentuk kematian. Sekali lagi, cahaya dan nektar mengisi tubuh kita, kali ini menganugerahi kita semua berkah dari tubuh, ucapan, dan batin Buddha secara umum, dan secara khusus pemahaman akan kematian sebagaimana yang dipahami Buddha dan guru spiritual kita.
Poin berikutnya adalah cara sesungguhnya dalam mengingat kematian. Untuk memeditasikan topik ini, ada 2 cara yang dapat dipakai: memeditasikan 9 poin yang berkaitan dengan kematian, dan memeditasikan hakikat kematian
Secara umum, ada 2 tipe meditasi, yaitu meditasi konsentrasi dan meditasi analitik. Tergantung pada kualitas atau pemahaman dari jalan yang kita inginkan, kita berfokus pada salah satu dari meditasi ini, yang masing-masing memiliki fungsi khususnya. Biasanya, perhatian kita gampang teralihkan oleh gangguan-gangguan. Fungsi utama dari meditasi konsentrasi atau penyerapan adalah untuk menarik dan menempatkan perhatian kita sepenuhnya pada sebuah objek yang dipilih, dan memusatkan perhatian tetap pada objek tersebut sehingga membuat batin kita lebih stabil. Fungsi dari meditasi analitik, di sisi lain, adalah untuk memberikan perhatian yang lebih besar pada kesadaran, karena meskipun meditasi konsentrasi memastikan kestabilan mental, ia tidak memberikan pemahaman atau perasaan yang kuat dan mendalam. Untuk mencapai konsentrasi tingkat tinggi yang disebut shamatha, kita tentu harus melatih meditasi konsentrasi. Di sisi lain, untuk memperoleh realisasi dari topik-topik seperti kematian, hukum karma, penderitaan alam rendah, kualitas-kualitas Triratna, atau kualitas seperti cinta kasih dan welas asih, utamanya kita perlu mengandalkan meditasi analitik.
Jadi, dalam merenungkan kematian, utamanya kita mengandalkan meditasi analitik, yang berarti kita menggunakan kekuatan logika kita untuk, misalnya, menganalisis kepastian dari kematian. Kita akan memikirkan alasan-alasan yang membuat kematian kita pasti. Setelah menganalisis masalah ini selama waktu tertentu, kita akan mencapai kesimpulan bahwa kita memang benar-benar pasti mati. Kekuatan analisis memberikan pengaruh besar pada kesimpulan kita. Kita akan merasa lebih yakin ketimbang jika kita bermeditasi tanpa analisis. Ketika kita telah sampai pada sebuah kesimpulan dan kesadaran kita menjadi lebih kuat, kita menghentikan analisis dan berkonsentrasi pada kesimpulan itu selama beberapa saat. Dengan cara ini, terkait topik tunggal, kita melakukan meditasi analitik dan konsentrasi secara bergantian, namun menghabiskan waktu lebih banyak pada meditasi analitik daripada meditasi konsentrasi. Tentu saja meditasi analitik membutuhkan konsentrasi juga agar kita tetap fokus pada topik, dan agar perhatian kita tidak teralihkan.
Jika kita mengabaikan fase analitik dan hanya mencoba untuk berkonsentrasi dengan pikiran “Aku pasti mati,” kita mungkin mencapai kestabilan tertentu terkait konsep ini. Bagaimanapun, mengingat bahwa fase analitik dilewatkan, kekuatan keyakinan terhadap kesimpulan kita tidak akan mencukupi. Namun, dengan menganalisis poin tersebut, berpikir bahwa kita akan mati untuk alasan ini dan itu, serta secara mental meninjau mereka dan benar-benar mencoba untuk memahami mereka, kita akan mencapai keyakinan yang kuat bahwa kematian kita itu pasti dan tidak dapat dihindari.
Sayangnya, kita lebih sering memakai analisis kita untuk sesuatu yang negatif. Misalnya, kita bisa mengingat saat kita sedang marah. Kita merasa marah, dan daripada meredam amarah, kita justru menambah minyak ke dalam api dengan merenungkan semua alasan yang membuat kita tidak tahan terhadap orang yang mengganggu kita. Kita mengumpulkan hal-hal tersebut dari waktu ke waktu, bahwa orang ini telah melakukan ini dan itu untuk menyakiti kita. Kita mengingat kembali bahwa ia menghina atau mengkritik kita dalam kesempatan tertentu, atau mengganggu pekerjaan kita dan membuat kita kehilangan pekerjaan. Atau, kita mengingat apa yang ia katakan untuk mencemarkan keluarga kita atau mengolok-olok mobil kita. Kita dapat membayangkan akibat-akibat dari memikirkan semua ini. Kita memperbesar api amarah hingga siap meledak. Jika orang tersebut sedang dirundung kemalangan ketika ia muncul di hadapan diri kita yang sedang marah, kita mungkin akan memberinya pukulan telak! Dengan menyalahgunakan kemampuan analisis kita dan mempertimbangkan semua kesakitan yang kita pikir telah dilakukan seseorang terhadap kita, kita berhasil meningkatkan rasa permusuhan kita terhadapnya.
Kemampuan analisis kita berpengaruh besar dalam meditasi kita. Kemampuan ini memberikan kita pengalaman yang kuat pada poin apa pun yang kita coba pahami. Setelah meningkatkan kesadaran kita dengan cara ini, kita akan berhenti menganalisis dan tetap fokus pada kesimpulan yang diraih tanpa membiarkan batin kita teralihkan. Setelah berkonsentrasi pada sebuah kesimpulan selama beberapa saat, perhatian awal akan perlahan memudar dan keyakinan kita terhadap apa yang kita meditasikan akan semakin berkurang. Ini adalah sifat alamiah dari batin kita. Ketika perhatian menjadi terlalu kendur, kita memulai perenungan kita sekali lagi, merenungkan alasan-alasan yang mendukung suatu gagasan atau konsep yang menjadi fokus utama. Hal ini seperti ketika kita mulai menyalakan api. Ketika kita telah menyalakan api dan membiarkannya menyala untuk beberapa saat, api itu pada akhirnya akan padam hingga hanya tersisa sedikit bara api. Pada tahap ini, dengan menambah bahan bakar dan meniup bara, api akan menyala lagi. Ketika pemahaman kita telah memudar, kita perlu membangkitkan perhatian kita sekali lagi dengan cara merenungkan kembali alasan-alasan yang mendukung konsep atau gagasan kita. Dengan cara inilah kita secara bergantian melakukan meditasi analitik dan konsentrasi, dan berlatih untuk mencapai keyakinan yang jauh lebih kuat terhadap sebuah topik.
Meditasi analitik maupun konsentrasi mutlak diperlukan. Jika kita hanya menekankaan pada meditasi analitik, kita bisa mencapai pemahaman yang kuat atas sebuah poin, namun pemahaman ini tidak akan bertahan lama dan stabil dalam batin kita. Setelah mencapai pemahaman yang baik, maka untuk menanamkannya dengan kuat dalam batin, kita perlu menghentikan analisis dan meluangkan waktu untuk berkonsentrasi dengan kesimpulan yang kita raih. Meditasi secara bergantian, yakni antara analitik dan konsentrasi, juga akan memudahkan pemahaman untuk menetap dalam batin. Kedua aspek, perhatian dan kestabilan, diperlukan untuk melawan sikap mencengkeram kekekalan yang ada dalam diri kita. Kita memiliki sikap ini sejak waktu tak bermula, dan karenanya butuh kerja yang teramat keras untuk mengubahnya. Caranya adalah dengan membangkitkan pemahaman yang lebih kuat ihwal ketidakkekalan dan mengembangkannya dalam diri kita untuk waktu yang lama, yang pada gilirannya bisa dicapai melalui kedua jenis meditasi ini.
Transkrip Pembabaran Dharma oleh Guru Dagpo Rinpoche di Kadam Tashi Choe Ling, Malaysia pada 2002