Hindari 10 Karma Hitam


Secara umum, Anda bisa menyimpulkan bahwa ada 3 cara untuk terlibat dalam perbuatan bajik maupun buruk — tubuh, ucapan, dan batin. Walaupun tidak semua kebajikan dan ketidakbajikan dari keseluruhan 3 cara tersebut termasuk ke dalam 10 jalan karma, Buddha, Sang Bhagawan, telah merangkum poin-poin kuncinya dan mengajarkan poin-poin yang paling jelas di antara seluruh kebajikan dan ketidakbajikan sebagai 10 jalan karma putih dan 10 jalan karma hitam.

Ada begitu banyak jenis karma, namun semuanya dilakukan dengan tubuh, ucapan, dan batin. Di antara sekian banyak karma, yang paling utama bisa dirangkum menjadi sebuah daftar yang terdiri dari 10 jalan karma putih dan 10 jalan karma hitam. Kita harus mempraktikkan 10 jalan karma putih dan menghindari 10 jalan karma hitam. Ini adalah prinsip mendasar yang berlaku bagi keseluruhan tiga kendaraan utama yang berniat mencapai tujuan utama terkait semua makhluk. Itu sebabnya Buddha memuji praktik ini dalam banyak kesempatan.

Buddha menjelaskan pentingnya praktik sila berulang-ulang dalam banyak karya. Salah satunya tercantum dalam Sutra Raja Naga, “Apa yang saya sebut sebagai kebajikan adalah sebab utama bagi penyempurnaan semua dewa dan manusia. Mereka merupakan sebab utama bagi pencerahan para Shrawaka dan Pratyekabuddha. Mereka merupakan sebab utama bagi pencerahan sempurna tanpa tandingan. Dan apa saja sebab utama ini? Mereka adalah 10 jalan karma putih.”

Kutipan di atas merujuk pada kebajikan sebagai sebab bagi pencapaian kelahiran kembali yang tinggi (sebagai dewa maupun manusia), lalu kebajikan sebagai sebab bagi pencapaian nirwana para Shrawaka dan Pratyekabuddha, dan akhirnya, kebajikan sebagai sebab bagi pencapaian pencerahan lengkap dan sempurna, yaitu Kebuddhaan. Apa yang mendasari semua pencapaian tersebut? Jawabannya: 10 jalan karma putih.

Dalam Pengantar Menuju Jalan Tengah[1] yang merangkum pujian Buddha terhadap sila yang terdapat di dalam Sutra 10 Tingkatan, Chandrakirti mengatakan hal senada, “Bagi [semua jenis makhluk], tak ada sebab bagi kebaikan pasti ataupun status tinggi selain praktik sila.” Baris ini tentunya tak boleh dipahami secara harfiah dengan menyimpulkan bahwa praktik sila adalah satu-satunya sebab; alih-alih, di sini, praktik sila dimaknai sebagai sebab utama bagi tercapainya hasil.

Bagian pertama dari merenungkan aneka jenis karma secara terpisah, yakni merenungkan karma hitam dan akibatnya, terbagi menjadi 3 bagian:

  1. Jalan karma hitam yang sesungguhnya
  2. Perbedaan dalam hal bobotnya
  3. Menjelaskan akibatnya

Penjelasan jalan karma hitam seperti membunuh, mencuri, dst adalah penjelasan yang sangat penting. Ajaran moral ini bukan hanya khas Buddhisme, namun juga terdapat di semua agama besar dunia, meski tentu daftarnya tak sama persis. Masing-masing dari 10 jalan karma hitam bisa dikaji dari aspek basis, pemikiran, tindakan, dan penyelesaiannya.

[1] Madhyamaka-watara.

10 Jalan Karma Hitam

1. Membunuh

Basisnya adalah makhluk hidup. Bukan sembarang makhluk hidup, tapi makhluk hidup di luar diri sendiri. Jadi, tindakan bunuh diri tak termasuk jalan karma membunuh yang lengkap. Kalau begitu, apa yang menentukan kelengkapan jalan karma membunuh? Pertama-tama, basisnya adalah makhluk hidup selain diri sendiri. Je Tsongkhapa menjelaskan bahwa dalam kasus bunuh diri, jalan karma membunuh yang dilakukan tidak memiliki penyelesaian. Penjelasan ini tercantum di dalam Wacana Tahapan Praktik Yoga[1] karya Arya Asanga. Di dalam teks ini, beliau menyatakan bahwa dasar bagi jalan karma membunuh yang lengkap haruslah makhluk hidup di luar diri kita sendiri.

Jalan karma membunuh akan lengkap apabila makhluk yang dibunuh meninggal sebelum pembunuhnya. Jika pembunuh dan korban meninggal bersamaan, atau pembunuhnya meninggal sebelum korbannya, maka jalan karmanya tak lengkap. Jalan karma membunuh yang lengkap mencakup persiapan, yaitu pemikiran di balik tindakan, kemudian tindakan itu sendiri. Jalan karma membunuh yang lengkap haruslah mengandung keempat unsur secara keseluruhan. Kalau salah satu unsurnya tidak lengkap, maka itu bukan jalan karma hitam membunuh, melainkan karma buruk membunuh. Dalam kasus pembunuhan yang dilakukan karena keterpaksaan atau ketiadaan pilihan lain, misalnya, rumah yang diserang oleh hama seperti kecoa atau rayap yang memaksa seseorang untuk memberangus hama tersebut, tindakan membunuh yang dilakukan adalah pembunuhan yang dilakukan karena terpaksa. Dalam kasus seperti ini, jalan karmanya tidak lengkap karena tak ada niat untuk benar-benar membunuh.

Pemikiran di balik tindakan mencakup identifikasi, klesha, dan motivasi. Perihal identifikasi, Kita harus mengidentifikasi calon korban dengan benar agar jalan karmanya lengkap. Jika kita berniat membunuh seekor kucing putih tertentu tapi salah sasaran dan malah membunuh kucing putih yang lain, maka jalan karma membunuh kita tidak lengkap. Di sini, identifikasi merujuk pada istilah yang digunakan dalam Lamrim Agung: “persepsi”. Bila niat membunuh ditujukan pada makhluk tertentu, maka tindakan membunuhnya harus ditujukan pada si makhluk. Lain halnya kalau niat membunuhnya ditujukan pada makhluk apa pun yang bisa ditemui; jika demikian kasusnya, maka jalan karma membunuhnya akan lengkap jika makhluk apa pun yang bisa ditemui kita bunuh.

Motivasi di balik tindakan adalah niat untuk membunuh. Klesha yang terlibat bisa jadi salah satu dari 3 racun mental: kemelekatan, amarah, dan ketidaktahuan. Ada kasus pembunuhan yang hanya melibatkan satu klesha, dua klesha, atau tiga klesha sekaligus. Pembunuhan yang didorong oleh klesha kemelekatan termasuk membunuh binatang untuk mendapatkan kulit, bulu, atau dagingnya. Membunuh karena dorongan amarah adalah sesuatu yang mudah dipahami. Membunuh karena ketidaktahuan terjadi ketika seseorang percaya bahwa aksi ini merupakan praktik spiritual tertentu. Ini adalah contoh spesifik tindakan membunuh yang didorong oleh klesha ketidaktahuan, tapi sesungguhnya ketidaktahuan senantiasa mewarnai setiap pembunuhan.

Tindakan membunuh itu sendiri terdiri dari pelaku (agen) dan tindakan membunuhnya. Terkait pelaku, tindakan bisa dilakukan dengan tangan sendiri atau menyuruh orang lain untuk melakukannya. Dalam kasus perang, ketika seorang atasan militer memberikan perintah membunuh kepada anak buahnya — dengan catatan bahwa pejabat militer ini melakukan tugasnya dengan sukarela (dan memang sebagian besar pejabat militer memilih untuk melakukan pekerjaan tersebut) — maka ia akan mengumpulkan karma membunuh yang sama dengan jumlah korban yang dibunuh atas dasar perintah yang telah diberikannya. Seandainya ada seseorang yang terpaksa berangkat ke medan perang dengan berat hati dan akhirnya membunuh untuk membela diri atau mencegah jatuhnya korban lebih banyak, maka ia tak mengumpulkan jalan karma membunuh yang lengkap. Lalu, tindakan membunuh itu sendiri bisa dilakukan dengan senjata, racun, guna-guna/ilmu hitam, dsb.

Penyelesaian terjadi ketika korban meninggal, walaupun belum tentu langsung meninggal pada saat itu juga. Contohnya, korban luka tusukan belum tentu serta-merta meninggal. Yang pasti, korban harus meninggal terlebih dulu sebelum pelaku agar jalan karmanya lengkap. Jika pelaku meninggal terlebih dulu, maka jalan karmanya tidak lengkap. Dalam ulasannya atas Risalah Abhidharma, Wasubandhu berkata: “Jika pembunuh mati sebelum atau pada saat bersamaan dengan korbannya, maka tidak ada perbuatan buruk yang lengkap, karena si pembunuh telah mengambil bentuk kehidupan lain.” Oleh karena itu, pembunuhan dan meninggalnya korban harus terjadi dalam satu masa kehidupan agar dikategorikan sebagai jalan karma membunuh yang lengkap. Jika pembunuhnya mati duluan, tentu saja ada karma membunuh, tapi jalan karmanya tidak lengkap.

Mengapa kita membahas hal ini dengan begitu rinci? Mengapa kita harus memahami kapan sebuah jalan karma menjadi lengkap atau tidak lengkap? Alasannya sederhana: kalau sampai kita melakukan sebuah karma buruk, maka kita bisa memastikan agar jalan karmanya tidak lengkap. Jalan karma yang tak lengkap tentu saja mengandung konsekuensi yang lebih ringan.

[1] Yogacara-bumi.

2. Mencuri

Basisnya adalah segala sesuatu yang menjadi hak milik orang lain, apakah itu rumah, properti, dsb. Pemikiran di balik tindakan mencakup identifikasi yang tepat atas barang yang hendak dicuri. Klesha-nya sama, yaitu salah satu dari 3 racun mental. Tindakannya adalah mengambil barang milik orang lain. Prinsip untuk pelaku juga sama, yaitu tindakan mencuri bisa dilakukan oleh diri sendiri atau dengan menyuruh orang lain melakukannya.

Motivasinya adalah mengambil sesuatu yang tidak diberikan. Tindakannya bisa dilakukan dengan meminjam, melakukan dengan halus, atau dengan kekerasan. Tindakan mencuri juga bisa dilakukan dengan cara menipu, misalnya meminjam uang tanpa keinginan untuk mengembalikan atau meminjam sebuah barang dengan tujuan untuk menyimpannya sendiri; di sini, tak ada bedanya apabila seseorang mencuri demi diri sendiri maupun orang lain. Penyelesaiannya terjadi ketika muncul pikiran, “Sekarang ini telah menjadi milikku”; artinya, kita mengambil alih kepemilikan atas sebuah objek. Jika kita mengambil sesuatu tanpa pemikiran seperti itu, maka jalan karmanya belum lengkap.

3. Perilaku Seksual yang Salah

Ada 4 aspek untuk perilaku seksual yang salah: orang yang tak pantas, bagian tubuh yang tak pantas, tempat yang tak pantas, waktu yang tak pantas.

Dalam kasus laki-laki, orang yang tak pantas adalah semua laki-laki (baik diri sendiri maupun laki-laki lain), kasim, dan wanita dalam kategori tertentu, misalnya istri orang lain, wanita yang sudah melepas keduniawian, mereka yang belum menjadi mempelai wanita dan berada dalam naungan keluarga, dan mereka yang berada di bawah ancaman hukuman.

Dalam kasus laki-laki, bagian tubuh yang tak pantas adalah semua bagian tubuh kecuali organ seksual wanita.

Tempat yang tak pantas adalah tempat yang dekat dengan para guru (mis: sebuah tempat yang terdapat stupa), tempat yang ramai, dan tempat yang berbahaya.

Waktu yang tak pantas adalah ketika si wanita sedang menstruasi, sedang berada dalam periode akhir kehamilan, sedang menyusui, sedang menjaga ikrar satu hari, dan sedang sakit. Hubungan seksual juga menjadi tak pantas kalau dilakukan secara berlebihan. Jumlah yang berlebihan adalah lebih dari 5 kali dalam satu malam. Ketentuan terkait bagian tubuh, tempat, dan waktu yang tidak pantas dalam perilaku seksual yang salah juga berlaku bagi pasangan suami-istri.

Khususnya terkait jalan karma ketiga ini, ulasan atas Risalah Abhidharma dari Wasubandhu memaparkan dua pandangan terkait identifikasi. Yang satu mengatakan bahwa seperti jalan karma lainnya, identifikasi atas orang yang akan diajak berhubungan seksual haruslah tepat. Yang lain mengatakan bahwa tak ada bedanya apakah identifikasinya keliru atau tepat.

Klesha-nya adalah salah satu dari 3 racun mental. Motivasinya adalah nafsu untuk melakukan hubungan seksual, yang kemudian mendorong tindakan yang sesungguhnya. Tindakannya adalah melakukan sendiri atau menyebabkan orang lain melakukan tindakan seksual yang salah. Penyelesaiannya adalah bersatunya kedua organ seksual dan munculnya perasaan nikmat yang dirasakan. Poin terakhir ini penting, karena Jamyang Shepa menjelaskan bahwa harus ada kenikmatan yang terjadi agar jalan karmanya lengkap, artinya harus terjadi ejakulasi. Penjelasan-penjelasan dalam teks Tantra membahas poin ini lebih rinci, tapi secara umum memang harus ada kenikmatan yang dirasakan agar jalan karma menjadi lengkap.

Semua pemaparan ini penting untuk memastikan kelengkapan jalan karma ketika kelak kita benar-benar terlibat dalam perilaku seksual yang salah. Untuk klesha, jarang seseorang melakukan perilaku seksual yang salah dengan didorong oleh amarah, kebencian, ataupun ketidaktahuan batin. Seiring kali yang terlibat adalah klesha kemelekatan. Terkait klesha yang satu ini, ketika nafsu keinginan telah muncul, kita harus berupaya agar batin tak dikendalikan sepenuhnya oleh kemelekatan. Cobalah untuk memeriksa dan menyadari kemelekatan, dan mengendalikannya hingga taraf tertentu sehingga ia tidak sepenuhnya berkembang menjadi terlalu kuat dan mendominasi. Dengan cara ini, kita akan terhindar dari ketidakbajikan, dan ini tentunya merupakan hal yang sangat baik.

Sumber utama penjelasan ini berasal dari pemaparan Je Tsongkhapa yang didasarkan pada Rangkuman Tekad[1] karya Asanga. Sebagai tambahan, terdapat perbedaan mendasar antara sila kebiaraan dan sila selibat terkait jalan karma ketiga. Dalam sila kebiaraan, hubungan seksual merupakan kesalahan fatal sehingga hubungan seksual dalam bentuk apa pun merupakan perilaku seksual yang salah. Dalam sila selibat, tak semua perilaku seksual menyebabkan terjadinya pelanggaran.

Demikianlah penjelasan ringkas untuk 3 jalan karma hitam fisik. Berikutnya, jalan karma hitam ucapan terdiri dari 4 bagian: berbohong, ucapan memecah-belah, ucapan kasar, dan omong-kosong.

[1] Winiscaya-samgrahani.

4. Berbohong

Basisnya terbagi menjadi 8: sesuatu yang dilihat, didengar, dibedakan, dan dicerap (berikut 4 kebalikannya). Jadi, berbohong terjadi ketika seseorang tidak melihat sesuatu tapi mengaku melihat sesuatu. Atau, ia melihat sesuatu tapi menyangkal telah melihatnya. Pada dasarnya, segala sesuatu yang kita ketahui melalui panca indra dan batin tapi kemudian kita sangkal dan putarbalikkan adalah tindakan berbohong.

Jalan karma berbohong dimulai dengan identifikasi. Identifikasinya adalah sesuatu yang diketahui tapi kemudian diubah menjadi sesuatu yang tak sesuai dengan apa yang diketahui. Misalnya, kita melihat sesuatu tapi kemudian apa yang dilihat itu diubah menjadi sesuatu yang berbeda dengan apa yang sebenarnya kita lihat. Klesha yang terlibat adalah salah satu dari 3 racun mental. Motivasinya adalah niat untuk mengubah sesuatu yang sudah ditangkap melalui identifikasi. Tindakannya sendiri bisa melalui ucapan maupun non-ucapan (kode tangan, tindakan fisik, bahasa tubuh, dll).

Tujuan tindakan berbohong bisa untuk diri sendiri maupun orang lain, dan keduanya sama-sama merupakan jalan karma hitam. Juga, tak ada bedanya apakah kita mengutarakan kebohongan itu sendiri atau meminta orang lain melakukannya. Jalan karma hitamnya menjadi lengkap ketika orang lain memahami apa yang diucapkan. Jika kita mengatakan sebuah kebohongan tapi tak ada orang lain yang mendengar atau memahaminya, maka jalan karmanya tak lengkap dan berubah menjadi karma omong-kosong. Jika tak ada klesha yang terlibat, jalan karma berbohong juga takkan lengkap.

5. Ucapan Memecah-belah

Basisnya bisa siapa saja. Identifikasi dan klesha-nya sama dengan berbohong. Motivasinya adalah niat untuk mencegah keakuran antara dua pihak atau membuat mereka menjadi tak akur. Ucapan memecah-belah terjadi terlepas dari benar atau tidaknya ucapan tersebut ataupun cara kita mengutarakannya (dengan kasar atau tidak). Juga, tak ada bedanya apakah ucapan tersebut ditujukan untuk kepentingan pribadi maupun orang lain. Jalan karmanya lengkap ketika salah satu pihak yang hendak dipisahkan memahami apa yang kita katakan. Kalau tidak, maka tindakan ini berubah menjadi omong-kosong.

Sumber penjelasan ini berasal dari Rangkuman Tekad, yang mengatakan: “Penyelesaian jalan perbuatan ini adalah ketika mereka yang akan dipisahkan memahami ucapan memecah-belah yang diutarakan.”

6. Ucapan Kasar

Basisnya adalah pihak lain yang kita musuhi. Identifikasi dan klesha yang terlibat sama dengan jalan karma hitam sebelumnya. Motivasinya adalah niat untuk berbicara dengan cara yang kasar. Tindakannya berupa mengungkapkan sesuatu yang tak menyenangkan, apakah itu benar atau salah, mengenai kekurangan atau cela pada silsilah keluarga, tubuh jasmani, sila, atau perilaku seseorang. Tindakannya lengkap apabila orang tersebut memahami apa yang diucapkan.

7. Omong-kosong

Basisnya adalah ucapan mengenai sebuah topik yang tak bermanfaat. Identifikasinya adalah kata-kata tak berguna yang hendak diutarakan. Agar jalan karmanya lengkap, orang lain tidak perlu mendengarkan ucapan kita; sekadar menuturkannya saja sudah akan melengkapkan jalan karma kita. Klesha yang terlibat di sini adalah salah satu dari 3 racun mental. Motivasinya adalah niat untuk mengutarakan omong-kosong. Tindakannya adalah mengutarakan omong-kosong. Penyelesaian terjadi apabila omong-kosong selesai diucapkan. Lamrim Agung merinci 7 dasar bagi omong-kosong yang dipaparkan secara rinci. Kita semua bisa merujuk pada kitab ini untuk memahami jalan karma ini lebih lanjut.

Demikianlah penjelasan singkat ihwal 4 jalan karma hitam terkait ucapan. Sekarang, kita akan melihat penjelasan singkat ihwal 3 jalan karma hitam mental.

8. Keserakahan

Basisnya adalah kekayaan atau barang milik orang lain. Identifikasinya adalah melihat dasar keserakahan tersebut sebagaimana adanya, contohnya, mengetahui sesuatu yang menjadi milik orang lain. Klesha yang terlibat adalah salah satu dari 3 racun mental.

Motivasinya adalah niat untuk menjadikan harta atau barang milik orang lain sebagai milik kita. Tindakannya adalah berjuang untuk mewujudkan niat tersebut dengan memikirkan cara mendapatkan barang yang diincar. Penyelesaiannya adalah pemikiran, “Semoga itu menjadi milikku,” atau “Seandainya itu menjadi milikku.” Tapi, pemikiran itu saja belum cukup untuk menjadikannya sebagai jalan karma keserakahan yang lengkap.

Niat untuk mendapatkan barang milik orang lain belum tentu merupakan jalan karma keserakahan yang lengkap. Contohnya, bila kita pergi ke pusat perbelanjaan dan melihat banyak barang yang membangkitkan ketertarikan, apakah keinginan untuk mendapatkan mereka sudah merupakan jalan karma keserakahan yang lengkap? Jawabannya: tidak.

Agar jalan karma keserakahan lengkap, ada 5 syarat yang harus dipenuhi, yaitu:

  1. Memiliki batin yang sangat melekat pada barang milik sendiri
  2. Memiliki batin yang berkeinginan untuk mengumpulkan harta kekayaan
  3. Memiliki batin yang mendambakan barang milik orang lain
  4. Memiliki batin yang mencemburui barang milik orang lain
  5. Memiliki batin yang sepenuhnya diliputi oleh keserakahan, sikap tak tahu malu, dan sikap yang melupakan tekad untuk terbebas dari keserakahan.

Untuk poin pertama, jalan karma takkan lengkap apabila kita tak melekat pada harta benda kita sendiri, tak peduli seberapa banyaknya mereka. Jadi, kita harus memeriksa diri sendiri untuk mengetahui apakah kita sebenarnya melekat pada barang milik kita. Kalau kita tak melakukan pemeriksaan ini, maka kita berisiko memunculkan keserakahan tanpa kita sadari. Poin kedua merujuk pada kondisi batin yang senantiasa menginginkan lebih dan lebih. Poin ketiga adalah kondisi batin yang mendambakan barang milik orang lain dan ingin mengalami rasanya memiliki barang milik orang lain. Poin keempat adalah kondisi batin yang cemburu, yang berniat mengubah barang milik orang lain menjadi milik kita sendiri. Poin kelima adalah kondisi batin yang sepenuhnya dilingkupi oleh keserakahan, tak mau tahu kerugian dari keserakahan, dan tak berniat menghindarinya. Je Tsongkhapa menyatakan dengan jelas, “Jika salah satu dari kelima batin tersebut tidak muncul, maka keserakahan yang sebenarnya tidak terjadi.”

Hakikat suatu perbuatan yang mengandung keserakahan tapi bukan termasuk pelanggaran sepenuhnya mencakup keserakahan ketika seseorang memunculkan keinginan berikut:

  1. “Oh, betapa enaknya kalau pemilik rumah ini menjadi pelayanku dan segala sesuatu bisa berjalan sesuai keinginanku”
  2. Juga pemikiran sehubungan dengan istri dan anak-anaknya, berikut harta bendanya, dsb
  3. “Oh, betapa nikmatnya kalau orang lain mengenali diriku sebagai sosok pemilik kualitas-kualitas bajik, seperti tak berhawa nafsu, sabar, tabah, terpelajar, dan murah hati”
  4. “Betapa enaknya kalau raja-raja dan para menteri dan keempat jenis pengikut Buddha menghormatiku serta memberiku kebutuhan seperti makanan dan pakaian”
  5. “Oh, semoga aku terlahir kembali sebagai dewa dan menikmati 5 objek indrawi para dewa; semoga aku terlahir kembali sebagai dewa di tingkatan tertinggi Kamaloka
  6. Mengembangkan keinginan memiliki barang milik orangtua, anak-anak, pelayan, dsb, atau barang milik rekan sesama praktisi spiritual

Dari pemaparan di atas, tampak bahwa kita harus berhati-hati terhadap keinginan agar orang lain memiliki kesan yang baik tentang diri kita, karena ia bisa menjurus pada keserakahan. Kita harus berhati-hati dengan sikap dan perilaku kita karena segala sesuatu tergantung pada motivasi. Jika motivasi kita memperoleh kesan baik adalah semata-mata agar sosok kita tidak mengganggu atau membuat orang lain terkejut, maka ini bukan motivasi yang memikirkan diri sendiri.

Salah satu aspek dari 8 angin duniawi adalah kemelekatan pada kehidupan saat ini. Jika kita berpakaian bagus agar tak menyinggung perasaan orang lain atau tak membuat mereka terkejut, maka tak ada keserakahan yang muncul. Sebaliknya, kalau tujuan kita adalah agar tampil menarik, menawan, dsb, maka kita sudah membangkitkan keserakahan dalam bentuk keinginan agar orang lain memiliki pandangan dan kesan yang baik terhadap diri kita.

9. Niat Jahat

Basisnya adalah sesuatu atau seseorang yang kita anggap tak menarik dan tak menyenangkan. Identifikasi dan klesha yang terlibat sama seperti sebelumnya. Motivasinya adalah niat untuk melakukan hal-hal seperti menyerang orang lain. Kita tidak senang kepada orang tertentu dan berharap sesuatu yang buruk menimpanya. Hal yang buruk ini bisa kita lakukan sendiri atau dengan bantuan orang lain, contohnya, mengharapkan orang lain meninggal atau kehilangan barang miliknya. Jadi, jika kita memikirkan seseorang dan kemudian membangkitkan niat jahat agar ia tertimpa musibah, jatuh sakit, mengalami masalah pada pekerjaannya, dsb, maka ini adalah contoh niat jahat. Contoh lainnya adalah ketika kita berharap orang lain gagal mengerjakan sesuatu. Pikiran-pikiran buruk seperti ini bukanlah sesuatu yang jarang terjadi; sebaliknya, niat jahat adalah sesuatu yang sangat gampang muncul dalam benak kita.

Untuk tindakannya sendiri, Lamrim Agung melukiskannya dengan sangat sederhana sebagai “membangkitkan pemikiran semacam itu.” Dalam kasus jalan karma mental, pemahamannya tak semudah dan sejelas jalan karma fisik dan ucapan. Untuk jalan karma fisik dan ucapan, motivasinya dapat dibedakan dengan tindakan sesungguhnya, sedangkan untuk jalan karma mental, baik motivasi, tindakan, hingga penyelesainnya bersifat mental.

Jika kita berupaya membedakan antara motivasi dan tindakan sesungguhnya dalam kasus niat jahat, maka keduanya bisa dibedakan dari sudut intensitas atau kekuatannya. Contohnya, dalam tahap motivasi, kita mungkin berpikir, “Alangkah baiknya jika sesuatu yang buruk menimpa orang itu.” Selanjutnya, dalam tahap tindakan sesungguhnya, keinginan tersebut lebih kuat daripada ketika dalam tahap motivasi.

Penyelesaian niat jahat terletak pada keputusan yang dibuat di dalam batin. Berbeda dengan penyelesaian dalam tindakan fisik (ketika seseorang benar-benar memukul atau menyerang orang lain), penyelesaian dalam kasus niat jahat terjadi ketika muncul keputusan dan niat penuh agar sesuatu yang buruk menimpa orang lain.

Jadi, mari kita ulangi urutannya sekali lagi. Pertama-tama, terkait seseorang yang tak kita sukai, kita membangkitkan niat untuk menyakiti, menyerang, atau memukul orang tersebut. Niat ini muncul pada tahap awal yang disebut motivasi. Kemudian, kita terus-menerus memikirkan niat tersebut sehingga motivasi menjadi semakin kuat. Artinya, niatnya telah tumbuh sedemikian rupa menjadi niat untuk benar-benar menyakiti. Pada tahap ini, niat untuk benar-benar menyakiti sudah merupakan tindakan yang sesungguhnya. Ketika ada keputusan bulat untuk membangkitkan niat untuk menyakiti, pada saat itulah jalan karmanya telah lengkap.

Kalau tidak diperiksa secara teliti, ketiga tahapan ini seolah-olah merupakan satu rangkaian pemikiran yang sama. Susah untuk mengetahui perbedaannya masing-masing. Lebih lanjut, ada 5 kriteria untuk menentukan apakah jalan karmanya lengkap atau tidak (jika salah satu kriteria ini tak ada, maka jalan karmanya tak lengkap):

  1. Sikap bermusuhan yang didorong oleh sikap mencengkeram eksistensi yang sejati

Sikap ini adalah pemikiran bahwa “Inilah orang atau hal yang menyakiti diriku”, ibarat sebuah identifikasi yang jelas dan tepat terhadap sesuatu yang dianggap sebagai sebab bahaya. Ini merujuk pada siapa atau apa yang dianggap sebagai sesuatu yang menyakiti diri kita. Kalau kita tak meyakini bahwa apa atau siapa ini memiliki suatu eksistensi yang sejati, tentu kita tak akan merasakan adanya bahaya yang bakal ditimbulkan oleh mereka. Agar jalan karma niat jahat menjadi lengkap, batin harus secara jelas mengidentifikasi bahwa “Inilah yang menyakiti diriku.”

  1. Sikap tak sabar ketika menghadapi mereka yang menyakiti kita

Seandainya kita bisa bersabar, maka tentunya sikap bermusuhan takkan muncul, dan tanpa permusuhan, niat jahat untuk menyakiti seseorang yang dianggap sebagai sebab bahaya pun takkan muncul. Jadi, kurangnya kesabaran adalah sebab utama bagi munculnya niat jahat.

  1. Sikap jengkel karena perhatian yang keliru dan mengingat sebab-sebab amarah

Sikap ini muncul karena kita berulang kali, secara keliru, mengamati dan memunculkan pemikiran tentang sebab dari bahaya atau penderitaan di dalam batin. Sikap ini adalah sebab munculnya amarah di dalam batin kita.

  1. Sikap cemburu yang berpikir, “Alangkah bagusnya kalau musuhku dipukul atau dibunuh”
  2. Sikap tak tahu malu dan melupakan tekad untuk terbebas dari niat jahat

Sikap ini muncul ketika seseorang betul-betul dipengaruhi oleh niat jahat sehingga akhirnya mengabaikan kerugian atau efek negatif dari niat jahat.

Di satu sisi, niat jahat adalah bentuk pemikiran yang gampang sekali muncul, tapi di sisi lain, jalan karmanya takkan lengkap kalau 5 kriteria di atas tak terpenuhi. Bisa saja kita memiliki perasaan buruk pada seseorang tanpa memenuhi 5 kriteria dari sebuah niat jahat. Misalnya, bisa saja seseorang memiliki niat jahat tanpa sepenuhnya kehilangan kesabaran. Bisa pula niat jahat muncul tanpa perhatian yang keliru ataupun ingatan tentang sebab-sebab amarah. Secara umum, orang-orang yang memiliki niat jahat tidak sampai benar-benar membunuh atau memukul seseorang. Jamaknya, mereka takkan melangkah sejauh itu.

Niat jahat bisa muncul dalam berbagai tingkatan dan intensitas, dan biasanya niat jahat tidak sampai memenuhi 5 kriteria secara keseluruhan. Contohnya adalah sebuah niat jahat biasa, seperti menginginkan sesuatu yang buruk menimpa seseorang. Ketika kita menginginkan sesuatu yang buruk menimpa seseorang, ini akan menjadi niat jahat biasa jika 5 kriteria yang disinggung di atas tak lengkap.

Basisnya adalah segala sesuatu yang eksis. Dalam konteks 10 jalan karma hitam, pandangan salah merujuk hanya pada pengingkaran terhadap sesuatu yang memang eksis. Jadi, ia tidak termasuk pengingkaran terhadap sesuatu yang tak eksis.

Dari ketiga aspek pemikiran di balik sebuah tindakan, identifikasinya merujuk pada objek yang diingkari. Klesha-nya adalah salah satu dari 3 racun mental. Motivasinya adalah niat untuk mengingkari eksistensi dari sesuatu yang memang eksis. Tindakannya berupa memegang pandangan yang salah. Sama seperti penjelasan sebelumnya, tindakan dalam pandangan salah mengandung intensitas yang lebih kuat daripada motivasi awalnya.

Ada banyak kemungkinan untuk mengingkari sesuatu yang memang eksis, tapi ada 4 kriteria utama:

  1. Salah mengingkari sebab-sebab
  2. Salah mengingkari akibat-akibat
  3. Salah mengingkari aktivitas-aktivitas
  4. Salah mengingkari entitas-entitas yang eksis

Poin pertama berarti mengingkari adanya sesuatu yang benar dan salah, atau berpendapat bahwa tak ada yang namanya perilaku baik dan buruk. Ia juga berarti pengingkaran terhadap sebab-akibat. Poin kedua berarti mengingkari hasil dari perilaku baik atau buruk, yang juga berarti mengingkari sebab-akibat. Poin ketiga terbagi menjadi 3: mengingkari keberadaan ayah dan ibu, mengingkari kehidupan lampau dan mendatang, mengingkari eksistensi alam bardo (alam antara). Poin keempat berarti mengingkari keberadaan makhluk agung seperti Arhat dan kemungkinan untuk mencapai tingkatan mereka; dengan kata lain: kemungkinan untuk melenyapkan klesha dan menjadi Arhat.

Penyelesaiannya adalah kepastian bahwa kita telah mengingkari sesuatu. Pelanggaran pandangan salah sepenuhnya terjadi ketika berkaitan dengan 5 sikap berikut:

  1. Sikap bingung karena tak mengetahui objek-objek pengetahuan secara tepat
  2. Sikap keras karena bergembira dalam ketidakbajikan
  3. Sikap terus-menerus salah karena merenungkan ajaran-ajaran yang tak benar
  4. Sikap tercela karena pengingkaran terhadap persembahan spiritual, kebajikan, dst
  5. Sikap tak tahu malu dan melupakan tekad untuk terbebas dari pandangan salah

Contoh sikap ketiga adalah membunuh seseorang dengan kebajikan yang besar atau binatang yang kuat karena percaya bahwa kekuatan atau kebajikan korban akan menjadi miliknya. Contoh sikap keempat adalah tidak mengakui tindakan bajik dan akibat positif dari tindakan bajik, misalnya, tak meyakini bahwa melepaskan hewan yang akan dibunuh adalah sebuah tindakan bajik. Kemudian, kalau kita melihat 5 kriteria yang harus dipenuhi agar jalan karma pandangan salah menjadi lengkap, sebenarnya tidak begitu mudah untuk memenuhi seluruh kriterianya. Masing-masing 5 kriteria untuk 3 jalan karma mental bersumber dari penjelasan Arya Asanga dalam Rangkuman Tekad.

Je Tsongkhapa lanjut menjelaskan bahwa masih banyak jenis pandangan salah lainnya, tapi hanya poin-poin ini saja yang disebut “pandangan salah”, karena mereka merupakan pandangan salah terbesar yang mampu menghancurkan semua akar kebajikan kita. Dengan demikian, pandangan salah dalam 10 jalan karma hitam ini hanya mencakup pengingkaran terhadap hal-hal yang memang eksis, meski tentu saja ada banyak sekali bentuk pandangan salah lainnya.

Dikutip dari pembabaran Dharma oleh Guru Dagpo Rinpoche di Biezenmortel, Belanda pada 21-24 Februari 2013.

Transkrip lengkap dapat dibaca dalam buku “Karma dan Akibatnya”.
Buku fisik ini dapat didapatkan di sini. Tersedia juga dalam bentuk ebook di sini.