Tentang

Silsilah Emas


Dengan mengajarkan Dharma di Nusantara, Guru Dagpo Rinpoche mengembalikan silsilah emas Buddhadharma dari Kerajaan Sriwijaya kepada bangsa Indonesia. Silsilah agung ini bermula dari Sang Buddha sendiri, diwariskan turun-temurun kepada murid-murid Beliau hingga sampai pada para cendekiawan Biara Universitas Nalanda di India. Guru-guru Nalanda inilah yang mewariskan Dharma kepada Mahaguru Suwarnadwipa Dharmakirti dari Sriwijaya, yang kemudian diteruskan oleh Yang Mulia Atisha dan tersebar di tanah Tibet hingga sampai pada Guru Dagpo Rinpoche.

Biara Nalanda, India

Universitas Monastik atau Biara Nalanda adalah pusat pendidikan Buddhis terbesar di India pada zamannya. Lebih dari 30,000 biksu-biksuni, termasuk 2,000 guru, tinggal di dalamnya, belajar dan berpraktik di sana. Nalanda sangat terkenal ke segala penjuru dunia sebagai pusat pendidikan tingkat tinggi. Murid-murid dari Persia, Yunani, Cina dan Tibet, berbondong-bondong datang ke Nalanda untuk belajar. Meskipun Buddhadharma merupakan pokok pelajaran utama, namun di Nalanda juga dipelajari berbagai mata pelajaran lain seperti: astronomi, obat-obatan (Ayurveda), tata bahasa, metafisika, logika, filsafat bahasa, filsafat klasik Hindu, dan bahkan termasuk filsafat-filsafat non-India sekalipun dipelajari di sana.

Secara tradisi, dikenal adanya Tujuh Belas Pandit/Cendekiawan Nalanda, yang dikenal juga sebagai tokoh-tokoh Buddhadharma paling penting dari sejarah India. Dari ketujuh belas cendekiawan ini, enam di antaranya dikenal sebagai Sang Enam Ornamen dan dua di antaranya juga dikenal sebagai Sang Dua Yang Terunggul. Sang Enam Ornamen, terdiri dari: Nagarjuna, Aryadeva, Asanga, Vasubandhu, Dignaga dan Dharmakirti. Sang Dua Yang Terunggul, terdiri dari: Gunaprabha dan Shakyaprabha. Kesembilan Pandit Nalanda yang lain adalah: Buddhapalita, Bhavaviveka, Chandrakirti, Shantarakshita, Kamalashila, Haribhadra, Vimuktisena, Shantideva dan Atisha.

Silabhadra

Salah satu guru silsilah emas ini adalah Silabhadra, seorang guru besar Buddhis yang mengajar di Biara Universitas Nalanda, India. Silabhadra berasal dari kasta brahmana, dididik dan ditahbiskan oleh Guru Dharmapala di Nalanda, dan termashyur karena dedikasinya terhadap pembelajaran Dharma hingga bepergian ke mancanegara. Silabhadra dikenal sebagai guru aliran filsafat Buddhis Yogacara dan merupakan guru langsung dari Xuanzang, biksu sekaligus penerjemah yang membawa kitab-kitab Buddha ke Tiongkok, serta Shantarakshita, salah satu dari 17 Pandit Besar Nalanda dan guru dari Mahaguru Suwarnadwipa Dharmakirti.

Shantarakshita

Silabhadra mewariskan Dharma yang telah Beliau pelajari dan hayati kepada Shantarakshita, filsuf besar yang menjadi kepala Biara Universitas Nalanda di abad VIII Masehi. Shantarakshita termasuk dalam 17 Pandit Besar Nalanda, bersanding dengan filsuf-filsuf besar lainnya seperti Nagarjuna, Asanga, dan Guru Atisa. Shantarakshita juga merupakan guru dari Mahaguru Suwarnadwipa Dharmakirti, guru Buddhis asal Sriwijaya yang mengajar ribuan biksu di Nusantara.

Suwarnadwipa Dharmakirti

Di masa keemasan Buddhadharma Nusantara, orang-orang berbondong-bondong datang ke Sriwijaya yang kala itu dikenal dengan sebutan “Pulau Emas” untuk mencari Dharma. Guru Suwarnadwipa Dharmakirti hidup dan mengajar pada masa itu. Beliau dilahirkan sebagai seorang pangeran Wangsa Sailendra, namun memilih untuk menjadi biksu dan belajar di Nalanda. Guru Suwarnadwipa menerima ajaran dari Shantarakshita dan menjadi satu-satunya pemegang silsilah ajaran tentang cara membangkitkan Bodhicita, yaitu latihan batin menukar diri dengan makhluk lain.

Pada masa itu, Guru Suwarnadwipa mengajar ribuan biksu di kompeks biara universitas yang kini kita kenal sebagai kompleks Candi Muaro Jambi. Yi Jing, biksu penjelajah dari Tiongkok, menuliskan dalam catatan perjalanannya bahwa siapapun yang hendak belajar Buddhadharma di India harus singgah di Nusantara untuk mempelajari sila dan beragam tata cara kehiduapn seorang Buddhis. Salah satu murid utama Guru Suwarnadwipa adalah Atisa Dipankarasrijnana, biksu besar dari India yang menempuh perjalanan berbulan-bulan demi mendapat ilmu tentang Bodhicita dari Guru Suwarnadwipa.

Atisa

Dari Guru Suwarnadwipa, Dharma Sang Buddha yang diwariskan tanpa putus diteruskan oleh Guru Atisa Dipankara. Beliau lahir di keluarga kerajaan di Bengal, namun memilih untuk menjadi seorang biksu dan belajar Sutra maupun Tantra dari ratusan guru. Beliau dikenal sebagai salah satu dari 17 Pandit Besar Nalanda sejajar dengan Shantarakshita dan guru-guru lainnya, menjabat sebagai kepala Biara Universitas Wikramasila di India, serta mereformasi Buddhadharma di Tibet. Di antara ratusan guru, Yang Mulia Atisa mengangkat Guru Suwarnadwipa Dharmakirti sebagai guru utama Beliau. Guru Atisa menempuh perjalanan dari India ke Sriwijaya dan tinggal di Sriwijaya untuk berguru selama 12 tahun. Salah satu karya Guru Atisa yang paling penting adalah “Bodhipathapradipa” atau “Pelita Sang Jalan Menuju Pencerahan”, teks singkat yang merangkum intisari seluruh kitab-kitab Buddha menjadi panduan praktis menuju Kebuddhaan, cikal-bakal Lamrim.

Dari India ke Sriwijaya, Sriwijaya ke Tibet, lalu Kembali ke Nusantara

Silsilah emas Dharma berawal dari Sang Buddha dan diwariskan kepada guru-guru di India. Dari India, silsilah ini dibawa dan berkembang di Nusantara, tepatnya di Sriwijaya. Di sana, Guru Suwarnadwipa Dharmakirti mengajarkan Dharma, menanamkan benih Kebuddhaan di Bumi Nusantara. Ajaran bajik ini pun diwarisi oleh Guru Atisha, dibawa ke Tibet dan dilestarikan di sana, diwariskan dari guru ke murid tanpa terputus hingga diterima Guru Dagpo Rinpoche dan kembali ke Nusantara. Terlebih lagi, selain merupakan satu dari sedikit guru Dharma yang mewarisi silsilah ajaran yang lengkap, Guru Dagpo Rinpoche juga dikenali sebagai kelahiran kembali dari Mahaguru Suwarnadwipa Dharmakirti, bagian penting dari silsilah emas Buddha Dharma Nusantara.

Biara Indonesia Gaden Syeydrub Nampar Gyelwei Ling

Mewujudkan Biara berarti membangun kembali kejayaan Buddhis dari warisan Biara Nalanda di India serta warisan Sriwijaya dan Majapahit. Membangun biara berarti membangun sebuah institusi yang menghasilkan guru-guru spiritual yang berkualitas dan memiliki realisasi bagi perkembangan kesejahteraan dan spiritual untuk orang banyak.

Dengan inspirasi dan bimbingan Guru Dagpo Rinpoche, Biara Indonesia Gaden Syeydrub Nampar Gyelwei Ling yang merupakan biara sutra dan Tantra pertama di Asia Tenggara, akan meneruskan ajaran Buddha dan tradisi monastik yang telah terbukti bertahan lebih dari 2500 tahun lamanya. Melalui biara ini, umat Buddha bisa menggantungkan harapan bahwa ajaran Buddha akan bertahan hingga beribu-ribu tahun dan memberikan manfaat yang banyak bagi semua makhluk.

Semoga tanah Nusantara ini kembali menghasilkan guru-guru berkualitas tinggi seperti Suwarnadwipa di jaman Sriwijaya. Dengan demikian, Indonesia dapat terus berkontribusi secara positif terhadap kemanusiaan, melanjutkan tradisi yang sebenarnya sudah dimulai sejak lebih dari seribu tahun yang lalu.