Online Public Talk Guru Dagpo Rinpoche: Tiga Aspek Utama Sang Jalan
Diliput oleh Shierlen Octavia dan Kevin
Pengajaran Dharma oleh Guru Dagpo Rinpoche, 15–16 Oktober 2022
Atas permohonan dari institut Kadam Tcheuling Royan (Prancis), Guru Dagpo Rinpoche kembali memberikan pengajaran Dharma yang bertajuk “Tiga Aspek Utama Sang Jalan”. Topik ini merupakan sebuah instruksi yang diberikan oleh Arya Manjushri kepada Je Tsongkhapa. Instruksi tersebut dituangkan ke dalam empat belas bait oleh Je Tsongkhapa yang kemudian diteruskan lagi kepada Tsako Wonpo Ngawang Drakpa. Teks ini merupakan salah satu teks Lamrim versi singkat.
Sabtu, 15 Oktober 2022
Guru Dagpo Rinpoche membuka sesi pengajaran dengan mengingatkan kita akan betapa beruntungnya kondisi yang kita miliki sekarang sehingga penting bagi kita untuk tidak menyia-nyiakan kesempatan ini. Kita senantiasa teralihkan dan tidak sadar dengan kondisi kita. Misalnya, kita sering kali disibukkan dengan pemikiran mengenai rencana di hari esok, tapi tidak menyadari kondisi yang sedang dihadapi saat ini. Oleh karena kita senantiasa teralihkan, kita bagaikan sedang menipu diri kita sendiri tanpa merenungkan bahwa saat ini kita tengah menempuh ketidakkekalan. Padahal, tidak ada satu orang pun di dunia ini yang bisa luput dari kematian, tak peduli berapapun usianya. Kita juga tidak mengetahui kapan kita akan mengalami kematian. Jika kita bisa mengetahui hal ini, tentu kita bisa membuat rencana setiap tahun. Akan tetapi karena tidak bisa dan mumpung kita masih memiliki waktu, sebelum kematian menjemput, kita harus memastikan bahwa kita bisa mempersiapkan kematian dengan baik dan memastikan bahwa di kehidupan mendatang, kita kembali dilengkapi dengan kondisi internal dan eksternal yang mendukung. Dengan demikian, barulah hidup kita dikatakan bermakna.
Guru Dagpo Rinpoche juga menambahkan bahwa kita mungkin sering bertanya-tanya mengenai kemampuan kita. Apakah kita bisa mengatasi penderitaan kita dan semua makhluk? Beliau meyakinkan kita bahwa kita pasti bisa melakukannya. Kita belum bisa mencapainya detik ini karena batin kita yang tidak tenang dan belum dijinakkan. Kita juga belum memiliki pengendalian yang baik terhadap batin kita. Jika kita melatih batin kita, barulah kita bisa memiliki pembebasan di tangan kita dan melakukan sesuatu yang bermanfaat tidak hanya bagi diri kita, tapi juga makhluk lain. Untuk itulah kita mempelajari Buddhadharma, khususnya Lamrim, sebagai metode untuk membantu kita menjinakkan batin.
Guru Dagpo Rinpoche menambahkan bahwa untuk bisa memulai praktik kita dengan baik, kita harus memahami sifat dasar batin kita yang bisa berubah. Artinya, batin kita bisa mengalami perkembangan dari yang tadinya tidak baik bisa menjadi baik. Guru Dagpo Rinpoche memberikan contoh berkaitan dengan hal ini. Ketika kita masih kecil, ada banyak hal yang tidak kita ketahui. Namun, perlahan kita belajar hingga kini bisa mengetahui banyak hal. Saat ini, kita sudah bertemu dengan ajaran Buddha yang mengajarkan banyak metode untuk mengatasi kekurangan kita sendiri hingga tak berbekas dan mencapai kualitas sempurna. Oleh karena itu, jika kita mengikuti ajaran Buddha, maka kita pun pasti bisa mengatasi tidak hanya kesulitan masing-masing, tetapi juga sanggup memberikan pertolongan kepada orang lain.
Setelah mengajak para peserta untuk membangkitkan motivasi demikian, Guru Dagpo Rinpoche memulai pengajaran dengan membacakan Bait-Bait Perlindungan dan memberikan transmisi teks Tiga Aspek Utama Sang Jalan. Bait-bait lengkap dari teks ini bisa dibaca dalam buku Jalan Pasti Menuju Kebuddhaan: Ulasan Atas Tiga Aspek Utama Sang Jalan. Setelah membacakan transmisi dari bait pertama hingga kesembilan, Guru Dagpo Rinpoche memberikan penjelasan mengenai setiap bait. Bait pertama merupakan bait penghormatan kepada guru-guru spiritual oleh sang penggubah, Je Rinpoche. Setelahnya, bait kedua berisi dorongan bagi para siswa di masa datang (yang menolak samsara atau minimal pernah merasa samsara itu tidak menyenangkan) untuk bisa mempraktikkan ajaran Dharma sebagai upaya untuk menarik manfaat dari kelahiran manusia yang berharga. Untuk bisa mendapatkan manfaat dari bait ini, kita harus berpikir bahwa bait ini merupakan bait yang ditujukan untuk diri kita sendiri.
Untuk bisa mencapai hal yang dikatakan dalam bait kedua, kita harus membangkitkan kualitas penolakan terhadap samsara sebagai kualitas pertama yang harus direalisasikan. Alasan untuk membangkitkan sebab tersebut dijelaskan dalam bait ketiga. Hanya penolakan terhadap samsaralah yang dapat membantu kita mengatasi kemelekatan kita terhadap samsara. Hal ini karena hasrat akan kehidupan berulang merupakan hal yang mengikat makhluk hidup sepenuhnya di samsara. Tanpa adanya keinginan untuk bisa bebas dari samsara, akan sulit bagi seorang praktisi untuk bisa membangkitkan bodhicitta atau batin pencerahan yang dibutuhkan untuk meraih Kebuddhaan.
Bait keempat kemudian menjelaskan bahwa kemelekatan terhadap kehidupan saat ini bisa diatasi dengan merenungkan kebebasan dan keberuntungan yang kita miliki saat ini, merenungkan singkatnya jangka hidup yang kita miliki, dan topik karma. Guru Dagpo Rinpoche menjelaskan lebih lanjut bahwa waktu yang kita miliki di kehidupan saat ini bergerak dari momen ke momen. Ini menandakan bahwa hidup kita mengalami kemusnahan dari momen ke momen. Inilah sifat dasar dari kehidupan kita saat ini yang menunjukkan bahwa kehidupan kita tidak kekal. Kita seharusnya menyadari bahwa kehancuran sebenarnya sudah terjadi dari waktu yang tadi sampai sekarang. Guru Dagpo Rinpoche juga menyatakan bahwa para peserta mungkin merasa bahwa diri mereka yang mengikuti sesi dari awal adalah dirinya yang sama dengan yang saat itu mendengarkan penjelasan mengenai bait-bait ini, padahal sebenarnya berbeda karena mereka sudah berubah. Hal ini juga sejalan dengan ilmu pengetahuan. Diri kita saat ini merupakan kesinambungan dari diri kita di momen yang lalu. Ini sebenarnya adalah sebuah bentuk penderitaan. Sekali pun ada bentuk kebahagiaan yang bisa kita peroleh di kehidupan ini seperti memiliki orang tua yang baik, memiliki harta benda, dan lain sebagainya, semua hal ini pada akhirnya akan musnah. Jika kita bisa merenungkan hal ini, kita tidak akan lagi melekat pada kehidupan saat ini.
Guru Dagpo Rinpoche kemudian kembali melanjutkan bahwa penolakan samsara adalah kualitas yang bisa dilatih, yang dijelaskan melalui bait kelima dalam teks “Tiga Aspek Utama sang Jalan”. Kita harus membiasakan diri kita dengan pemikiran-pemikiran semacam ini untuk menghilangkan hasrat akan kenikmatan samsara. Kita bukan mengatakan bahwa kita tidak membutuhkan kebahagiaan samsara. Hal yang lebih tepat adalah kita tidak perlu melekati kebahagiaan samsara. Akan tetapi, kenyataannya kita bukan hanya melekat. Kita bahkan mendambakan kebahagiaan samsara. Akibatnya, aktivitas kita baik dalam bentuk tubuh, ucapan, maupun batin hanya mengarah kepada aktivitas samsara. Kebahagiaan di samsara adalah buah dari karma baik yang kita miliki. Namun, penting bagi kita untuk mengingatkan diri kita agar tidak sampai melekat di samsara karena hal ini hanya akan memperpanjang perputaran kelahiran dan kematian di samsara. Dengan cara seperti ini, hasrat akan kebahagiaan samsara tidak akan lagi muncul.
Di samping membangkitkan penolakan terhadap samsara, hal yang tak kalah penting adalah mengiringi penolakan tersebut dengan bodhicitta. Di dalam bait keenam, dijelaskan bahwa kita tidak akan mampu mencapai Kebuddhaan lengkap sempurna jika kita tidak berupaya membangkitkan bodhicitta yang murni. Penjelasan mengenai pembangkitan terhadap bodhicitta ini dibahas pada bait ketujuh dan kedelapan.
Bait ketujuh menjelaskannya melalui beberapa perumpamaan, salah satunya berbunyi:
“Makhluk hidup yang tersapu oleh arus deras dari empat sungai,
Terikat kencang oleh rantai karma mereka, teramat sulit untuk melepas diri,
Terperangkap dalam kurungan besi dari sikap mencengkeram diri,
Dan terselubungi oleh pekatnya gelap ketidaktahuan.”
Guru Dagpo Rinpoche menjelaskan bahwa yang dimaksud sebagai “empat sungai” adalah penderitaan dari kelahiran, tua, sakit, dan mati. ‘Makhluk yang sudah tersapu dan terikat kencang oleh rantai karma mereka’ dalam bait ini bahkan dijelaskan sulit melepas diri dari jerat karma.
Tak hanya kita, setiap makhluk hidup di dunia ini yang merupakan ibu-ibu kita juga mengalami penderitaan tersebut. Hal ini secara khusus dijelaskan dalam bait kedelapan. Bait ini menyatakan bahwa semua makhluk terus terlahir dan tersiksa dalam tiga jenis penderitaan. Tidak ada satu momen pun kita tidak mengalami penderitaan. Dari sini, kita merenungkannya untuk menumbuhkan bodhicitta.
Guru Dagpo Rinpoche juga menambahkan bahwa kita semua adalah seorang makhluk dan selama menjadi makhluk, kita pasti memiliki skandha. Di antara panca skandha yang kita miliki, ada yang disebut sebagai skandha perasaan yang terdiri dari tiga, yaitu bahagia, netral, dan tidak bahagia. Setiap saat, selama kita masih memiliki skandha ini, kita pasti didera oleh salah satu dari perasaan tersebut. Sama seperti kita, para Arya juga memiliki panca skandha. Akan tetapi, mereka tidak lagi memiliki skandha perasaan menderita. Sementara, kita masih memiliki tiga skandha perasaan. Oleh karena itu, demi melepaskan diri dari hal tersebut, kita kembali harus membangkitkan tekad untuk mencapai Kebuddhaan. Kendati demikian, walaupun seseorang sudah membangkitkan bodhicitta, tanpa kebijaksanaan yang memahami hakikat dari kebenaran (kesalingbergantungan), kita tidak akan mampu memotong akar samsara. Oleh karena itu, kita harus berupaya untuk memahami kesalingbergantungan yang dijelaskan pada bait kesembilan.
Minggu, 16 Oktober 2022
Guru Dagpo Rinpoche membuka sesi hari kedua dengan nasihat dari Arya Candragomin:
“Siapa pun yang sudah mendapatkan kelahiran sebagai manusia, ia bisa menyeberangi lautan penderitaan samsara. Selain itu, ia juga bisa menanamkan benih batin pencerahan untuk mencapai Kebuddhaan yang lengkap dan sempurna. Dengan kondisi seperti ini, siapa yang tidak akan menarik manfaat sebesar-besarnya dari kesempatan luar biasa seperti ini?”
Guru Dagpo Rinpoche mengatakan bahwa nasihat tersebut berlaku bagi kita semua mengingat kita semua sama-sama telah mendapatkan kondisi yang luar biasa tersebut. Kita harus merenungkan bahwa selama ini, yang menjadi keinginan tertinggi dari semua makhluk dan diri kita sendiri semata-mata adalah kebahagiaan. Akan tetapi, kebanyakan dari kita hanya mengejar kebahagiaan jangka pendek saja. Kita tidak benar-benar mengerti bahwa suatu saat kita akan mengalami kematian dan kelahiran kembali. Jika kita tidak benar-benar mengejar kebahagiaan jangka panjang, maka kita hanya akan sibuk memikirkan kehidupan saat ini saja dan kemudian melekat padanya.
Jika kita tidak melakukan apa-apa dan kemudian kematian tiba-tiba menghampiri, tentu saja kita tidak akan bisa merasa baik-baik saja karena kita tidak memiliki persiapan apa-apa. Kita harus menyadari bahwa kebahagiaan bergantung pada sebab internal dan eksternal. Intinya, sebab ini merujuk pada batin, yakni cara pandang kita. Ketika batin menjadi prioritas dalam latihan kita, kita harus berjuang untuk mengubah kondisi batin kita saat ini agar kita mampu mendapatkan hasilnya berupa kebahagiaan dan terhindar dari penderitaan. Berbicara terkait metode, tidak ada yang lebih unggul ketimbang jalan yang sudah diajarkan oleh sang Buddha.
Jika merujuk pada penampakan fisik, ada banyak sekali bentuk dari makhluk hidup, seperti manusia dan binatang. Namun, jika kita merujuk pada batinnya, jumlah faktor mental (cetasika) dari semua makhluk sebenarnya adalah sama, tidak ada yang lebih banyak atau lebih sedikit. Tentu saja sifat dasar dari faktor mental tersebut ada yang lebih kuat atau lebih lemah, tapi jumlahnya sendiri tetap sama. Terkait batin, ada yang disebut sebagai batin utama. Sifat dasar dari batin utama adalah netral. Yang biasanya terjadi adalah batin berubah menjadi tidak bajik. Oleh karena batin tidak bajik, ucapan dan tindakannya juga menjadi tidak bajik sehingga kita mengumpulkan ketidakbajikan.
Terkait kondisi kita saat ini, kebiasaan utama dari batin kita tidak bajik. Makhluk dengan batin yang bajik cukup langka untuk ditemukan. Buktinya, kita bisa membandingkan jumlah makhluk yang terlahir sebagai manusia dan binatang. Jumlah binatang jauh lebih banyak dibandingkan manusia. Lebih dari itu, jumlah makhluk yang terlahir di alam hantu kelaparan dan neraka jauh lebih banyak dari alam binatang.
Selanjutnya, kita melihat lebih jauh tentang karma. Jika benihnya bajik, buahnya adalah kebahagiaan. Begitu juga sebaliknya. Lalu, tidak ada sesuatu yang eksistensinya berdiri sendiri. Meskipun demikian, ada makhluk yang memiliki pandangan yang berkebalikan. Kita harus tetap berpegang teguh sebisa mungkin pada keyakinan kita selama kita tidak melukai makhluk lain sehingga kita bisa menghimpun kebajikan dengan memberikan manfaat bagi makhluk lain. Sebagai hasilnya, kebajikan kita akan meningkat dan mengantarkan kita pada cara pandang yang tepat. Perilaku dan tindak tanduk yang dijunjung tinggi oleh penganut Buddhisme adalah selalu memberikan manfaat kepada makhluk lain. Oleh karena itu, penting sekali bagi kita untuk mengikuti setiap proses dengan benar.
Kita tahu bahwa ajaran Buddha ada banyak sekali. Ketika dirangkum, inilah yang disebut sebagai Tahapan Jalan Menuju Pencerahan untuk Ketiga Jenis Praktisi (Lamrim). Ini juga bisa merujuk pada tiga kualitas utama, yaitu penolakan samsara, bodhicitta, dan pandangan unggul.
Terkait penolakan samsara, penghalang terhadap kualitas pertama ini adalah kemelekatan terhadap kehidupan saat ini. Berbicara tentang kebahagiaan samsara, kita tidak mengatakan bahwa kita tidak butuh kebahagiaan samsara. Yang benar adalah kita tidak melekat pada kebahagiaan tersebut. Ketika kita melekat, kita malah hanya akan menderita. Kebahagiaan samsara ini sebenarnya adalah buah dari karma baik kita sendiri. Jika kita memiliki hasrat bahwa kita ingin hal-hal baik ini berulang kembali, ini juga merupakan sebuah kemelekatan. Kapan pun kita bertemu dengan kejayaan atau hal-hal baik dalam samsara, kita harus memanfaatkannya untuk menghentikan samsara itu sendiri.
Guru Dagpo Rinpoche kemudian merujuk pada kutipan dari Je Rinpoche dalam kitab Pujian kepada Arya Maitreya: “Dunia ini sebenarnya tidak mengandung kebahagiaan, tapi justru mengandung banyak sekali penderitaan. Kapan pun saya mengalami kebahagiaan samsara, semoga saya bisa melihatnya ibarat sedang terbakar di dalam rumah besi. Semoga pada saat itu, saya bisa membangkitkan sebuah tekad supaya tidak mengalami semua itu.”
Je Rinpoche menasihati kita agar jangan mengambil sedikit pun kejayaan dari kebahagiaan samsara karena ini hanya akan membangkitkan kemelekatan. Kalau kita tidak melekat pada kebahagiaan samsara, kita tidak akan jatuh ke alam rendah. Ini pun juga belum cukup. Setelah kita tidak membangkitkan kemelekatan terhadap samsara, kita juga harus memikirkan makhluk lain. Selama kita masih memiliki sikap yang mementingkan diri sendiri, ini merupakan halangan bagi kita untuk memikirkan kebahagiaan makhluk lain. Sikap mementingkan diri sendiri itu diibaratkan seperti teman yang palsu. Awalnya ia bersikap seperti teman kita, tapi pada akhirnya malah menipu dan membunuh kita. Sikap mementingkan diri sendiri ini awalnya seolah-olah memberikan manfaat bagi kita. Akan tetapi, sikap ini justru malah menghalangi sikap kita untuk membahagiakan makhluk lain. Hal ini berkaitan dengan kualitas kedua, yaitu batin pencerahan.
Terkait kualitas ketiga (pandangan unggul), ini merujuk pada keseluruhan dari klesha (faktor mental pengganggu) serta kaitan dari tindakan dan akibatnya. Semua ini berfungsi untuk merealisasikan sebuah bentuk pandangan yang terunggul.
Guru Dagpo Rinpoche kembali mengutip bait yang digubah oleh Je Rinpoche yang merupakan tekad untuk bisa merealisasikan kesalingbergantungan: “Semoga saya bisa merealisasikan kesalingbergantungan ini di dalam arus kesinambungan batinku dan menghancurkan sebab-sebab yang memunculkan klesha yang kemudian memunculkan tindakan-tindakan berikutnya.”
Untuk memusnahkan tindakan yang tidak bajik, kita harus memusnahkannya langsung dari akarnya, yaitu klesha. Terkait bait yang ringkas tersebut, kita bisa menelusuri prinsip karma dan akibatnya dengan melihat hal yang menjadi sebab dan kemudian berpengaruh pada akibatnya.
Guru Dagpo Rinpoche kemudian melanjutkan transmisi teks “Tiga Aspek Utama Sang Jalan” dari bait kesepuluh hingga bait terakhir. Sebagai nasihat penutup, Guru Dagpo Rinpoche mendorong kita semua untuk benar-benar mempelajari tiga kualitas utama ini dengan baik dan membiasakan batin kita dengan ajaran yang terkandung dalam teks tersebut. Sebenarnya, teks ini sama persis dengan teks Lamrim dan tidak ada perbedaan terkait kandungannya karena ia merupakan inti dari Lamrim itu sendiri.
Pengajaran Dharma kemudian ditutup dengan dedikasi agar ajaran Buddha dapat bertahan lama dan menyebar ke seluruh penjuru dunia, para pemangku ajaran dan semua guru spiritual berumur panjang dan aktivitasnya tersebar luas, pandemi dan perang yang sedang terjadi di dunia ini bisa segera berakhir, semua makhluk saling memancarkan cinta kasih dan welas asih antar sesama, dan ajaran Buddha bisa menyentuh kesinambungan batin semua makhluk sehingga mereka segera mencapai Kebuddhaan yang lengkap dan sempurna.
Leave a Reply