Berita

Merenungkan Penderitaan Samsara

Ditulis oleh Kevin & Shierlen Octavia

Pengajaran Dharma oleh Guru Dagpo Rinpoche, 18-19 Juni 2022

Pada kesempatan yang sangat baik ini, Guru Dagpo Rinpoche kembali memberikan pengajaran Dharma secara daring. Pengajaran ini merupakan kelanjutan dari penjelasan dan transmisi Lamrim Jalan Cepat (Nyurlam) karya Yang Maha Suci Panchen Lama Losang Yeshe. Setelah bulan lalu Guru Dagpo Rinpoche memberikan penjelasan tentang jalan karma dan akibatnya yang merupakan topik terakhir dari tahapan jalan yang dijalankan bersama makhluk berkapasitas kecil, kali ini Beliau memberikan topik perenungan tentang penderitaan umum samsara yang merupakan topik awal dari tahapan jalan yang dijalankan bersama makhluk berkapasitas menengah.

Sabtu, 18 Juni 2022

Guru Dagpo Rinpoche memulai pengajaran ini dengan mengutip nasihat Acharya Santideva yang bersumber dari Bodhicaryavatara:

“Andalkanlah perahu tubuh manusia ini. Seberangilah sungai derita nestapa. Tiada waktu untuk tidur, oh bodoh. Perahu seperti ini akan sangat sulit diperoleh kembali.”

Melalui bait tersebut, Guru Dagpo Rinpoche mengajak kita untuk merenungkan kesempatan berharga yang telah kita dapatkan saat ini, yakni kemuliaan terlahir sebagai manusia. Kesempatan ini harus kita gunakan untuk menyeberangi samudra penderitaan samsara. Ini sangat penting untuk dipahami karena tidak semua bentuk kelahiran merupakan bentuk kelahiran yang ideal untuk membawa kita keluar dari samsara, contohnya kelahiran sebagai binatang. Untuk bisa keluar dari penderitaan samsara ini, kita membutuhkan metode yang harus dipraktikkan, yaitu belajar, merenung, dan meditasi. Dengan terlahir sebagai binatang, kita tidak memiliki kesempatan langsung untuk memahami yang dijelaskan kepada kita seperti hal-hal yang harus dihindari dan hal-hal yang harus dibangkitkan. Pemahaman seperti ini harus direnungkan sampai meresap ke dalam batin kita sehingga ada sesuatu yang berubah dalam batin kita.

Namun, kita tidak boleh berpuas diri begitu saja hanya karena kita sudah mendapatkan kelahiran sebagai manusia ini. Kita harus merenungkan seberapa banyak waktu yang tersisa dari kehidupan kita ini. Agar tidak menyia-nyiakannya, kita harus berusaha untuk mencapai Kebuddhaan yang lengkap dan sempurna dalam satu kehidupan ini. Jika tidak mampu, minimal kita harus mampu mencapai Marga Penglihatan. Jika masih belum bisa, batas paling rendahnya adalah mencapai satu realisasi pada tahapan jalan. Untuk mencapai tujuan ini, kita harus berpatokan pada metode, yaitu ucapan Buddha. Oleh karena ajaran Buddha sangat luas dan mendalam, penting bagi kita untuk memiliki instruksi ajaran Mahayana yang merangkum keseluruhan praktik yang dibutuhkan. Inilah yang dilakukan oleh Guru Atisha, yaitu merangkum seluruh ajaran dalam Lamrim atau Tahapan Jalan Menuju Pencerahan untuk Ketiga Jenis Praktisi. 

Terkait pengajaran ini, Guru Dagpo Rinpoche kembali mengingatkan bahwa kita harus membangkitkan motivasi secara tepat dan murni. Kita harus menggunakan kelahiran sebagai manusia ini untuk mengatasi penderitaan semua makhluk dengan cara mencapai Kebuddhaan yang lengkap dan sempurna. 

Ketika mendapatkan penjelasan tentang motivasi menengah, kita akan lebih mudah memahaminya karena kita sudah mendapatkan pemahaman tentang motivasi awal secara bertahap. Untuk mengembangkan aspirasi dalam mencapai pembebasan, kita harus mengetahui terlebih dahulu hal-hal yang menjadi sebab-sebab penderitaan dan mengapa kita tidak bisa lepas dari penderitaan. Setelah membangkitkan aspirasi, barulah kita bisa menetapkan hakikat dari jalan menuju pembebasan.  

Sambil memeditasikan guru Istadewata di atas kepala, kita harus merenungkan:

Mempraktikkan moralitas dengan cara yang benar dan dengan menghindari sepuluh tindakan yang tidak bajik, aku telah mencapai tingkatan beruntung yang untuk sementara waktu terhindar dari penderitaan alam-alam rendah. Terkecuali aku mencapai pembebasan sepenuhnya yang menghilangkan sebab-sebab penderitaan, tidak ada peluang bahkan sekecil apa pun bagiku untuk memperoleh kebahagiaan di waktu mendatang.

Selama kita belum mencapai pembebasan, kita akan sekali lagi mengalami kondisi yang menderita dimulai dengan membangkitkan kilesha, mengumpulkan karma buruk, terjatuh ke alam rendah, hingga mengalami penderitaan yang akan terjadi terus menerus sebelum kita mencapai pembebasan yang sepenuhnya. Selama kita belum bebas, segala bentuk kebahagiaan yang kita dapatkan hanya bersifat sementara karena karma bajik yang menjadi sebabnya tersebut suatu saat akan habis.

Kemudian, Guru Dagpo Rinpoche mengutip bait dari Arya Nagarjuna:

Ayah berubah menjadi anak. Ibu berubah menjadi istri. Musuh berubah menjadi teman. Demikian pula sebaliknya.

Jadi, tidak ada kepastian sama sekali di alam samsara ini. Kutipan tersebut sudah sering kita alami dalam kehidupan kita saat ini. Walaupun kita merasa tidak benar-benar memiliki musuh, setiap makhluk memiliki potensi untuk menjadi musuh karena kita memiliki kelahiran lampau. Ketika karma buruk telah berbuah dan kondisinya sudah bertemu, hal ini bisa menyebabkan teman berubah menjadi musuh atau musuh berubah menjadi teman. Oleh karena itu, kita harus merenungkan bahwasanya tidak ada teman atau musuh yang sejati dalam kehidupan saat ini. Hubungan kita dalam samsara ini tidak bisa diandalkan, jadi kita tidak boleh melekat pada kondisi ini.

Baca mengenai penderitaan samsara selengkapnya di sini.

Di dalam teks yang berjudul Pertanyaan-Pertanyaan Subahu, Guru Dagpo Rinpoche mengutip sebuah bait sebagai berikut:

Kadang-kadang seorang musuh bisa berubah menjadi teman atau teman bisa berubah menjadi musuh. Begitu pula beberapa orang berubah menjadi netral, sedangkan orang yang netral berubah menjadi musuh atau sahabat. Seorang yang bijak tidak akan melekat pada siapa pun. Setelah membalikkan rasa suka yang semata-mata ditujukan kepada para sahabat dan keluarga, maka engkau seharusnya menetapkan batinmu dalam kebajikan.

Tidak peduli seberapa banyaknya kita menikmati kesenangan di dalam samsara, tidak ada yang namanya kepuasan sejati. Sebagai contoh, ketika kita menyantap makanan yang enak, tentu saja kita akan merasa bosan apabila kita menyantapnya terus-menerus. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan di dalam Suara Buddha:

Wahai Yang Mulia, apa pun objek surgawi yang engkau kehendaki, apa pun objek-objek manusia superior yang menjadi keinginanmu, bahkan walaupun engkau memperoleh semuanya ini, mereka tidak akan memuaskan hasrat-hasratmu.

Berikutnya, dilanjutkan dengan nasihat dari Aryasura:

Walau memperoleh semua yang engkau inginkan, yang dinikmati setiap hari dan bertambah terus, ketika engkau tak jua terpuaskan, sakit apalagi yang lebih parah ketimbang ini.

Lebih lanjut, dinyatakan di dalam Surat kepada Seorang Sahabat:

Biar pun engkau sudah seagung Indra (dewa tertinggi di antara semua dewa), dengan kekuatan karma engkau bisa terjerumus ke neraka. Biar pun engkau adalah seorang raja universal, engkau bisa kembali menjadi budak di dalam samsara.

Semua bait-bait tersebut menyimpulkan bahwa kita tidak akan pernah bisa mendapatkan kebahagiaan yang sejati selama kita masih berada di alam samsara. Selain itu, kekuatan karma akan membuat kita terlahir di alam rendah atau terjatuh dari status yang tinggi ke status yang rendah ketika karma bajik kita sudah habis.

Pengajaran Dharma bersama Guru Dagpo Rinpoche

Minggu, 19 Juni 2022

Guru Dagpo Rinpoche kembali melanjutkan pengajaran Dharma dengan terlebih dahulu mengajak para peserta untuk merenungkan kelahiran sebagai manusia melalui kutipan dari Arya Chandragomin:

Dengan kelahiran sebagai manusia ini, kita bisa menyeberangi lautan penderitaan samsara dan menanamkan benih pencerahan. Kelahiran ini jauh lebih berharga ketimbang permata pengabul harapan. Ketika kita sudah mendapatkan kesempatan untuk terlahir sebagai manusia, siapa yang akan menyia-nyiakannya begitu saja?

Bait tersebut sesungguhnya berlaku bagi situasi kita saat ini. Dengan tubuh manusia yang berharga, kita tidak semestinya menyia-nyiakannya dan selayaknya bisa menarik manfaat sebesar-besarnya dengan memberi manfaat baik kepada diri sendiri maupun orang lain. 

Saat ini, kita masih mengalami penderitaan karena cara berpikir kita masih keliru. Setiap hari, kita mengumpulkan sebab-sebab penderitaan sejak bangun tidur di pagi hari hingga kita terlelap di malam hari. Kita terus-menerus dikuasai oleh klesha sejak waktu tak bermula di samsara. Arus kesinambungan batin kita terus berjalan namun sebagian besar diisi oleh klesha. 

Meskipun ada makhluk yang bisa menyesuaikan batinnya, inilah kondisi batin semua makhluk di samsara. Pada makhluk yang kemelekatannya kuat, maka cengkeraman terhadap objek kemelekatan menjadi kuat. Begitu pula, pada mereka yang memiliki kebodohan batin yang kuat, maka tidak ada kebijaksanaan apapun yang tumbuh dan hanya ada cengkeraman terhadap objek kebodohan batin. Setiap kali kita bertemu dengan objek yang menarik klesha kita, maka kita akan dengan mudah tertarik dan melekat. Oleh karena itu, hal yang bisa kita lakukan untuk mengatasi hal ini adalah merenungkan hal-hal ini dalam diri tanpa perlu memikirkan hal yang orang lain lakukan. Hal ini karena kita tidak memiliki kuasa untuk mengatur batin orang lain. Kita juga memiliki kondisi yang berbeda satu dengan lainnya sehingga masing-masing dari kita harus menyadari dan mengenali objek-objek klesha dan mengenali ketika klesha tersebut muncul dalam batin kita sendiri. Jika kita mempertahankan objek kemelekatan, kita akan terus mengembara di alam samsara tanpa akhir.

Kerasnya batin kita menurut Guru Dagpo Rinpoche dapat diibaratkan dengan kutipan dari Jetsun Milarepa yang menjelaskan bahwa kerasnya batin manusia bahkan mengalahkan kerasnya tanduk kambing. Tanduk kambing sekalipun dapat melunak dan membengkok jika kita menggunakan cara-cara tertentu. Beda halnya dengan batin kita. Seberapa keras pun upaya kita “merendamnya” dengan kondisi-kondisi apapun, batin kita amat sulit untuk dibengkokkan. Berkaitan dengan penjelasan tersebut, Guru Dagpo Rinpoche mengajak kita untuk mengingat-ingat hal tersebut dalam batin. Setiap saat klesha muncul dalam batin, kita berupaya menyadarinya agar kita tahu hal yang terjadi dalam batin kita. 

Guru Dagpo Rinpoche juga menjelaskan bahwa sebenarnya hal yang kita inginkan adalah bahagia dan terbebas dari penderitaan. Akan tetapi, kita tidak bisa mencapai hal tersebut saat ini karena batin kita diselimuti kegelapan batin, ibarat ada kabut gelap menyelimuti batin yang harus kita singkirkan. Dengan mempelajari, merenungkan, dan memeditasikan ajaran Buddha, kita dapat menghapuskan kegelapan tersebut. Sama halnya menerangi jalan dengan lampu atau pelita, mempelajari Dharma ibarat pelita yang mengatasi gelapnya ketidaktahuan batin untuk mencapai yang disebut sebagai kota pembebasan. 

Agar kita bisa menaklukkan batin kita sendiri, kita membutuhkan Dharma yang unggul yang merujuk pada kitab-kitab agung yang diajarkan oleh Buddha, misalnya ketika Buddha membabarkan Sutra Penyempurnaan Kebijaksanaan di Gunung Nazar yang kemudian dijelaskan pula dalam kitab-kitab ulasan, seperti yang ditulis oleh Arya Nagarjuna dan Arya Asanga. Sebenarnya, dibutuhkan waktu yang sangat lama untuk mempelajari ajaran Buddha, layaknya yang dilakukan oleh para geshe (gelar akademik yang diberikan kepada anggota Sangha monastik dalam tradisi Tibet). Bagi yang tidak berkesempatan untuk mempelajari dalam waktu yang cukup lama, maka akan sangat sulit untuk bisa memahami Buddhadharma yang sesungguhnya. Akan tetapi, kita sudah berkesempatan bertemu dengan ajaran Lamrim, yang telah merangkum seluruh esensi dari ajaran Dharma, dan hal ini adalah hal yang luar biasa. Jika kita bisa melaksanakannya, maka kita pun akan mencapai hasil yang sama dengan para guru Dharma unggul terdahulu. Selain itu, jika kita bisa mempelajarinya dengan benar, kita bisa membedakan objek klesha, mengetahui kemunculan klesha, dan mengetahui hal yang dapat kita lakukan ketika klesha muncul. Proses ketika kita mulai memahami kemunculan klesha tersebutlah yang disebut Guru Dagpo Rinpoche sebagai langkah awal proses spiritual. 

Setelah penjelasan tersebut, Guru Dagpo Rinpoche juga mengajak kita untuk membangkitkan motivasi unggul, yakni mempersembahkan kebahagiaan kepada semua makhluk, para ibu kita. Guru Dagpo Rinpoche kembali membahas sebuah kutipan untuk kita renungkan yang berasal dari Arya Nagarjuna:

Setiap makhluk telah mereguk susu lebih banyak ketimbang empat samudera luas. Dan para makhluk samsara masih akan mereguk lebih banyak lagi di waktu mendatang.”

Jika kita tidak berjuang meraih Kebuddhaan lengkap sempurna, kita akan saling meminum susu satu sama lainnya di dalam samsara lebih banyak lagi dibandingkan sebelumnya, karena tiada akhir yang terlihat selama kita masih kembali di dalam samsara. Tak hanya itu, kita semua telah pernah menjadi musuh satu sama lain sedemikian seringnya hingga jika kita menimbun kepala-kepala yang kita penggal karena satu sama lainnya saling bertempur, maka tumpukannya akan lebih tinggi dibandingkan surga tertinggi. Kita juga telah berulang kali menjadi sahabat, terlahir di alam binatang, dan terlahir di alam neraka.

Setelah mendengar hal tersebut, Guru Dagpo Rinpoche menyebutkan bahwa yang terpenting yang harusnya kita lakukan adalah mencermati yang ada di dalam batin dan perasaan kita masing-masing. Tidaklah cukup jika kita merasa telah memahami hal tersebut secara umum lalu merasa biasa-biasa saja. Kita harus bisa merasakan bahwa bait-bait tersebut tengah benar-benar menceritakan tentang diri kita. Ketika mendengar mengenai hubungan ibu-anak yang terjadi berulang kali di antara kita dan semua makhluk, kita membayangkan bahwa memang betul adanya bahwa kita telah meminum air susu ibu yang jumlahnya sebanyak makhluk di samsara yang tiada batas. Kita tidak boleh membiarkan hal ini lewat begitu saja dalam batin kita hingga membuat hati kita kering karena kelak ketika nasihat ini disampaikan kembali, kita tidak akan bisa merasakan apapun. Adalah tugas kita untuk menyadari bahwa bait yang disampaikan memang benar kita alami.

Berikutnya, Guru Dagpo Rinpoche melanjutkan penjelasan mengenai derita samsara. Guru Dagpo Rinpoche mengutip Sutra Udanavarga yang menyatakan bahwa:

Akhir dari segala yang dikumpulkan adalah kehabisan.

Akhir dari segala posisi tinggi adalah kejatuhan.

Akhir dari pertemuan adalah perpisahan.

Akhir dari kehidupan adalah kematian.”

Bait ini menyiratkan bahwa tidak ada cara apapun yang bisa kita lakukan untuk mempertahankan kejayaan di samsara sebab tidak ada hal yang bisa dipertahankan selama-lamanya. Setiap orang terlahir sendirian dan oleh karena itu harus berangkat sendirian menuju kehidupan berikutnya. Daging dan tulang yang dengannya kita terlahir pun bahkan akan hancur dan tercerai berai ketika kematian tiba. Maka dari itu, kita juga tidak bisa mengandalkan teman kita di dalam samsara. 

Guru Dagpo Rinpoche lalu lanjut membacakan transmisi Lamrim Jalan Cepat (Nyurlam) mengenai penderitaan alam manusia. Meskipun tak terlahir di tiga alam rendah, kita sebagai manusia masih bergantung pada skandha kita. Karena itulah kita masih harus menderita karena berbagai sebab. Pada pengajaran Dharma kali ini, Guru Dagpo Rinpoche menjelaskan lima dari sembilan penderitaan tersebut yakni:

  1. Penderitaan akibat lapar, haus, dan berjuang untuk memperoleh perbekalan hidup
  2. Penderitaan akibat terpisahkan dari teman-teman dan keluarga yang dikasihi
  3. Penderitaan akibat bertemu dengan musuh yang dibenci
  4. Penderitaan akibat tidak mendapatkan yang diinginkan
  5. Penderitaan akibat kemalangan menimpa diri kita

Kita bisa saja berpikir bahwa di antara poin yang telah dijelaskan, ada penderitaan yang pernah dan belum pernah kita alami. Jika belum pernah kita alami, pemikiran bahwa penderitaan tersebut tidak mungkin kita alami adalah pemikiran yang keliru. Hal ini karena suatu hari nanti, hal-hal yang sudah disebutkan tersebut cepat lambat pasti akan menimpa kita. Hal-hal inilah yang harus kita renungkan dan meditasikan dalam praktik kita. 

Jika kita belum merenungkan ajaran Lamrim apapun, maka waktu terbaik untuk melakukannya adalah saat ini karena waktu terus berjalan dan setahun demi setahun, kita semakin tua dan panca indera serta ingatan kita akan semakin melemah.

Guru Dagpo Rinpoche kemudian menutup pengajaran Dharma dua hari ini dengan doa dedikasi. Beliau mengajak kita untuk mendedikasikan kebajikan kita dan semua makhluk dari ketiga masa untuk kelestarian ajaran Buddha Dharma dan umur panjang guru-guru spiritual. Secara khusus, selain mengharapkan agar kelahiran kembali guru besar bisa segera kembali untuk melakukan aktivitas luas dan mendalam seperti pendahulu, kita juga mendedikasikan kebajikan-kebajikan tersebut agar pandemi dan perang bisa segera berakhir. 

Semoga semua makhluk bisa mempraktikkan batin pencerahan melalui membangkitkan cinta kasih dan welas asih kepada sesama ibarat ibu dan anaknya.

Share this post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *