Pelita Sang Jalan Menuju Pencerahan
Ketika memberi ajaran tentang silsilah-silsilah di Tibet, Je Tsongkhapa berkata bahwa semua ajaran yang tersedia di Tibet berasal dari Buddha dan Bodhisatwa sendiri. Alasannya, ajaran-ajaran yang diterima oleh guru-guru India – sebagai sumber ajaran Buddhisme di Tibet – berasal dari Yidam mereka. Ketika sebuah ajaran diberikan oleh Yidam kepada muridnya secara langsung, tentu saja ajaran tersebut disesuaikan dengan kemampuan murid, yaitu murid yang mampu mendapatkan penglihatan langsung untuk menerima ajaran tersebut. Oleh sebab itu, ajaran tersebut tak diberikan kepada pendengar lainnya. Inilah penjelasan Je Tsongkhapa.
Je Tsongkhapa lanjut menjelaskan bahwa cara Guru Atisha menjelaskan ajaran kepada murid-muridnya adalah dalam kerangka 3 jenis praktisi sesuai dengan 3 jenis motivasi, dan ini tertuang dalam mahakarya beliau, Tahapan Jalan Menuju Pencerahan. Penjelasan ketiga jenis praktisi ini memberikan manfaat bagi semua praktisi, baik yang berkapasitas awal, menengah, ataupun agung. Jadi, karya ini adalah sesuatu yang sangat luar biasa karena bisa mencakup semua kategori praktisi Dharma. Je Tsongkhapa berkata, “Saya takkan memberikan ajaran yang menyesuaikan dengan masing-masing murid, tetapi saya akan mengikuti jejak Guru Atisha dalam memberikan ajaran yang menyesuaikan dengan ketiga jenis murid secara keseluruhan, sehingga ajaran bisa dipahami oleh semua murid terlepas dari motivasi mereka.”
Untuk praktisi motivasi awal, Guru Atisha dalam Pelita Sang Jalan menjelaskannya sebagai berikut, “Ia yang dengan cara apa pun sekadar mencari kenikmatan untuk dirinya sendiri dalam samsara disebut sebagai makhluk berkapasitas kecil.” Dengan kata lain, makhluk ini tak berpikir lebih jauh daripada sekadar kebahagiaan di dalam samsara. Berikutnya adalah definisi praktisi motivasi menengah, “Ia yang berpaling dari kenikmatan-kenikmatan samsara, secara alamiah menolak perbuatan jahat dan mencari pembebasan untuk dirinya sendiri disebut sebagai makhluk berkapasitas menengah.” Dengan kata lain, makhluk ini tak lagi menciptakan karma buruk untuk terlahir kembali di dalam samsara, dan di saat bersamaan, aspirasinya adalah pembebasan pribadi bagi dirinya sendiri. Berikutnya adalah definisi praktisi motivasi agung, “Ia yang telah benar-benar memahami penderitaannya sendiri dan berkeinginan kuat untuk menghapuskan penderitaan semua makhluk disebut sebagai makhluk berkapasitas agung.” Maksudnya, dengan memahami penderitaan diri sendiri, kita akhirnya bisa memahami penderitaan makhluk lain dan betul-betul melihat bahwa penderitaan konstan di dalam samsara adalah sesuatu yang tak tertahankan. Kita berpikir bahwa selain diri kita, semua makhluk juga ingin menghentikan penderitaan samsara mereka. Mereka yang sudah bisa berpikir seperti ini dan berkeinginan kuat untuk menghapuskan penderitaan semua makhluk disebut sebagai makhluk berkapasitas agung.
Demikianlah penjelasan Guru Atisha ihwal ketiga jenis praktisi berdasarkan motivasi mereka dalam melakukan praktik spiritual. Pertama-tama, Guru Atisha memberikan definisi umum tentang praktisi berdasarkan cakupan motivasi atau kapasitasnya, yaitu motivasi awal, menengah ataupun agung. Bait berikutnya dalam karya ini berbunyi, “Bagi para makhluk agung ini, yang beraspirasi pada pencerahan tertinggi, aku akan menjelaskan metode sempurna yang telah diajarkan oleh para Guru spiritualku.” “Makhluk agung” merujuk ke makhluk yang telah mengaspirasikan pencapaian Kebuddhaan yang lengkap dan sempurna demi semua makhluk. “Metode sempurna yang telah diajarkan oleh para Guru spiritualku” merujuk ke semua Guru spiritual dari Guru Atisha, namun secara khusus mereka merujuk ke Guru Serlingpa dan Guru Bodhibhadra.
Guru Atisha menyusun Pelita Sang Jalan demi memberikan manfaat pada mereka yang beraspirasi untuk mengikuti ajaran Mahayana, ajaran Buddha. Oleh sebab itu, ketika beliau menggunakan istilah ‘tahapan jalan yang dijalankan bersama praktisi motivasi awal dan menengah,’ maksudnya adalah mendorong pengikut ajaran Mahayana untuk mempraktikkan aspek-aspek tertentu dalam tingkatan motivasi lainnya. Karya ini pada dasarnya ditujukan untuk praktisi yang mengaspirasikan pembebasan yang lengkap dan sempurna demi semua makhluk. Akan tetapi, untuk meraih tujuan ini, ditekankan pula bahwa praktisi perlu melatih aspek-aspek tertentu dalam motivasi awal dan menengah. Inilah pengertian dari “dijalankan bersama,” dan inilah yang terkandung di dalam Lamrim, bahwa ada poin-poin meditasi ataupun topik-topik tertentu yang dijalankan bersama makhluk motivasi awal dan menengah, namun bukan motivasi awal dan motivasi menengah yang sesungguhnya, dan bukan pula keseluruhan motivasi awal dan menengah; alih-alih, ini adalah jalan yang dijalankan bersama makhluk motivasi awal dan menengah, dengan tujuan akhir berupa pembebasan yang lengkap dan sempurna demi semua makhluk; atau dengan kata lain, tujuan motivasi agung.
Guru Atisha juga memberikan penjelasan ihwal praktik ajaran ini. Ada langkah-langkah yang harus diikuti dalam sesi meditasi, yaitu pendahuluan, meditasi yang sesungguhnya, dan penutup. Pendahuluan mencakup 6 praktik pendahuluan. Praktik pendahuluan dilakukan dengan tujuan purifikasi dan pengumpulan kebajikan. Purifikasi dan pengumpulan kebajikan berfungsi sebagai pendahuluan bagi seorang praktisi untuk melakukan praktiknya dengan sukses. Pelita Sang Jalan lanjut mengatakan, “Di hadapan lukisan serta perwujudan lainnya dari para Buddha yang sempurna, di hadapan stupa serta Dharma yang suci, persembahkanlah bunga, dupa, atau apa saja yang engkau miliki, haturkan persembahan 7 bagian yang dijelaskan dalam aktivitas mulia Samantabhadra.” Bait ini menjelaskan 6 Praktik Pendahuluan, yang dimulai dengan praktik bersih-bersih. Setelah bersih-bersih, kita menyusun altar (di sini, disebutkan bahwa altar kita adalah perwujudan dari persembahan di hadapan lukisan serta perwujudan lainnya dari para Buddha yang sempurna, berikut juga stupa serta Dharma yang suci). Setelahnya, kita melakukan persembahan.
Di dalam Pelita Sang Jalan, Guru Atisha memberikan definisi tentang praktisi motivasi awal, yaitu ia yang dengan cara apa pun sekadar mencari kenikmatan untuk dirinya sendiri. Namun, tak ada penjelasan lebih lanjut ihwal tata cara yang mesti dilakukan oleh si praktisi untuk meraih apa yang diinginkannya, yaitu kenikmatan samsara dalam bentuk kelahiran di alam tinggi. Penjelasan ini diberikan oleh Je Tsongkhapa dalam ulasan yang cukup singkat: bahwa kita harus merenungkan kemuliaan terlahir sebagai manusia berikut potensi besar yang terkandung di dalamnya, serta merenungkan betapa sedikit waktu yang kita miliki; dengan renungan ini, kita harus mengatasi kemelekatan pada kehidupan saat ini.
Berikutnya, Pelita Sang Jalan mendefinisikan praktisi motivasi menengah dalam bait yang sangat singkat: “Ia yang berpaling dari kenikmatan-kenikmatan samsara, secara alamiah menolak perbuatan jahat dan mencari pembebasan untuk dirinya sendiri disebut sebagai makhluk berkapasitas menengah.” Frase “secara alamiah menolak perbuatan jahat” dijabarkan oleh Je Tsongkhapa di dalam Tiga Kualitas Utama Sang Jalan. Dalam teks ini, dikatakan bahwa dengan berulang kali merenungkan kepastian karma dan akibatnya, berikut penderitaan dan kerugian samsara, atasilah kemelekatan pada kehidupan mendatang. Atasilah kemelekatan pada kebaikan samsara secara keseluruhan dengan memeditasikan 2 topik utama, yaitu merenungkan hukum karma dan merenungkan kerugian-kerugian samsara. Inilah cara untuk mengatasi kemelekatan pada aspek-aspek samsara sekaligus mencapai pembebasan dari samsara.
Dalam Tiga Kualitas Utama Sang Jalan, Je Tsongkhapa melanjutkan, “Tolok ukur penolakan terhadap samsara adalah lenyapnya kerinduan, bahkan hanya sekejap, akan hal-hal baik dalam samsara, serta aspirasi sepanjang hari yang tak terputus untuk mencapai pembebasan; dengan tolok ukur ini, kita telah mengembangkan keinginan untuk bebas dari samsara.” Singkatnya, menolak kebahagiaan dalam samsara dan aspirasi pembebasan yang muncul dengan spontan adalah tolok ukur penolakan terhadap samsara. Namun, tidaklah cukup kalau misalnya kita hanya berjuang mengatasi penderitaan samsara kita sendiri. Kita harus melanjutkannya dengan mencapai Kebuddhaan yang lengkap dan sempurna, yang dibarengi dengan bodhicita. Dalam Tiga Kualitas Utama Sang Jalan, Je Tsongkhapa merangkum poin ini sebagai berikut, “Keinginan untuk bebas yang tak didampingi oleh bodhicita takkan menjadi sebab bagi kebahagiaan sempurna dari pencerahan yang tak tertandingi. Oleh karena itu, kaum bijak membangkitkan bodhicita agung.”
Berikutnya, Pelita Sang Jalan mendefinisikan praktisi motivasi agung, “Ia yang telah benar-benar memahami penderitaannya sendiri dan berkeinginan kuat untuk menghapuskan penderitaan semua makhluk disebut sebagai makhluk berkapasitas agung.” Di sini, makhluk berkapasitas agung tak sama dengan praktisi berkapasitas agung di jalan Mahayana. Seorang makhluk berkapasitas agung telah merealisasikan 6 kualitas (kualitas ke-6 yaitu niat unggul). Untuk masuk ke dalam jalan Mahayana, diperlukan kualitas yang lebih tinggi daripada kualitas ke-6 ini. Jadi, “makhluk berkapasitas agung” tak serta-merta merupakan seorang Mahayanis. Hal ini tergantung pada kualitas ke-6 pada latihan bodhicita, yaitu niat unggul. Niat ini adalah niat untuk mengakhiri penderitaan semua makhluk dan menuntun mereka menuju kebahagiaan tertinggi. Akan tetapi, meski niat unggul ini masuk kategori praktisi berkapasitas agung, ia belum masuk kategori Mahayanis, karena seorang Mahayanis haruslah sudah membangkitkan bodhicita secara spontan. Jadi, seorang praktisi berkapasitas agung – meski telah mencapai kualitas ke-6 dan membangkitkan penolakan terhadap samsara secara spontan – belum tentu adalah seorang Mahayanis.
Ada 3 poin yang sangat penting di sini. Pertama, kita harus bisa memahami sifat dasar dari setiap kualitas yang hendak kita bangkitkan. Kemudian, kita harus tahu seberapa banyak kualitas yang akan kita bangkitkan sebelum bisa berjuang untuk membangkitkannya. Terakhir, urutan kualitas harus dilatih dengan tepat. Ketika ketiga poin ini dipahami, barulah kita bisa mencapai kualitas yang diinginkan. Kalau misalnya salah satu poin ini dilewati, kita tak bisa mendapatkan hasil yang diinginkan dan sama sekali tak ada jalan untuk mencapainya.
Yang juga tak kalah pentingnya di sini adalah: kita harus bisa menerima penjelasan atau instruksi dari sebuah silsilah yang berasal langsung dari Buddha sendiri, yang diwariskan turun-temurun dalam sebuah silsilah tak terputus sampai ke guru spiritual kita sendiri. Penting sekali untuk memiliki silsilah yang tak terputus ini. Tentu saja ada banyak silsilah, tergantung pada instruksi macam apa yang diturunkan oleh Buddha. Di sini, silsilah yang saya rujuk adalah silsilah Aktivitas Luas dan silsilah Pandangan Mendalam. Dan ada pula silsilah Praktik yang Terberkahi, yang merupakan silsilah yang lain lagi.
Transkrip Pembabaran Dharma oleh Guru Dagpo Rinpoche di Prasadha Jinarakkhita, Jakarta, Indonesia pada 20 -21 Desember 2014
Transkrip selengkapnya terdapat dalam buku “Lamrim Intisari Tripitaka”