Manfaat Mengingat Kematian


Manfaat 1: Nilai Besar pada Praktik Kita

Manfaat pertama adalah: memberikan nilai besar pada praktik kita. Di dalam berbagai Sutra, Buddha membandingkan kewaspadaan akan kematian ini dengan jejak kaki seekor gajah. Dari semua jejak kaki binatang, yang terbesar adalah jejak kaki gajah. Dengan cara yang sama, beliau mengatakan bahwa kesadaran terkuat dan paling efektif adalah kesadaran akan kematian. Ini adalah salah satu hal yang memberi kita energi besar untuk mempraktikkan Dharma. Dengan menyadari ketidakkekalan, kita akan mampu mengubah semua aktivitas bajik kita, bahkan yang terkecil sekali pun (seperti praktik kemurahan hati dan menjaga sila) menjadi praktik Dharma. Jika kita terus-menerus menyadari bahwa kita akan mati, kita akan secara alamiah melakukan sesuatu untuk mempersiapkan diri kita memasuki kehidupan mendatang, sehingga apa pun yang kita lakukan akan menjadi sebuah aktivitas spiritual. Semua pencapaian spiritual, dari kelahiran tinggi di dalam samsara hingga Kebuddhaan, adalah hasil dari kesadaran ini.  Beberapa orang mengira bahwa topik kematian dan ketidakkekalan dalam Lamrim hanya diajarkan pada tahapan yang dijalankan bersama makhluk berkapasitas kecil. Ini adalah kesalahpahaman, karena topik ini harus dipahami dalam seluruh tahapan jalan. Sebagai contoh, di dalam praktik Tantra, ketika seseorang memeditasikan mandala Istadewata, ia memvisualisasikan sisi luar mandala yang dikelilingi kuburan-kuburan. Pada lukisan thangka, praktisi Tantra atau siddha dilukiskan memegang cangkir yang terbuat dari tengkorak, memegang alat musik yang terbuat dari tulang paha, atau mengenakan ornamen yang terbuat dari tulang-belulang. Mereka memegang cangkir tengkorak bukan karena cangkir lain tidak tersedia, namun agar mereka selalu mengingat kematian. Perwujudan tertentu dari Buddha juga mengenakan ornamen tulang dengan tujuan yang sama, yakni untuk mengingat ketidakkekalan.

Manfaat 2: Kekuatan Besar pada Praktik Kita

Manfaat kedua adalah: memberikan kekuatan besar pada praktik kita. Misalnya, saat kita menyadari bahwa kita sedang marah dan ingin menghentikan amarah kita, memeditasikan kesunyataan dalam kondisi marah mungkin terasa sulit. Kebanyakan dari kita takkan mampu benar-benar memahami apa itu kesunyataan. Di sisi lain, mengingat kematian ketika kita sedang marah akan sangat efektif untuk menghentikan amarah kita. Untuk alasan ini, Buddha mengibaratkan kesadaran akan kematian seperti sebuah kapak yang memotong pohon klesha (faktor mental pengganggu). Jika kita melihat sesuatu yang tidak kita sukai, atau jika kita tak bisa menoleransi seseorang atau sesuatu, hal ini dapat memicu amarah kita. Namun, mengingat kematian ketika kita sedang marah akan sepenuhnya memberikan pandangan yang berbeda. Di penghujung kematian kita, apa pun yang mengganggu kita takkan muncul dengan jelas dan mungkin tampak tak berarti. Dengan kesadaran ini, kita akan sadar bahwa merasa marah pada sesuatu atau seseorang sebenarnya tidak ada faedahnya.

Manfaat 3: Peran Penting pada Awal Praktik

Manfaat ketiga adalah: peran pentingnya pada awal praktik kita. Mungkin kita berpikir bahwa praktik Dharma adalah ide yang bagus, dan kita ingin mempraktikkannya. Namun, kita tidak pernah benar-benar menekuninya. Atau, ketika kita mencoba menekuninya, kita mempraktikkannya dengan cara yang tidak tepat karena kita tidak benar-benar mengingat kematian. Awal praktik Dharma kita akan menjadi murni hanya ketika kita benar-benar mengingat kematian. Ketika kita melihat orang lain mempraktikkan Dharma dan kita menyadari bahwa itu adalah hal yang baik, boleh jadi kita ingin meniru mereka. Namun, tanpa mengingat kematian, tak ada jaminan bahwa upaya kita akan menjadi praktik Dharma yang murni.

Manfaat 4: Peran Penting pada Pertengahan Praktik

Manfaat keempat adalah: peran pentingnya pada pertengahan praktik kita. Ketika kita terlibat dalam latihan spiritual, tidak mengingat kematian dari waktu ke waktu berisiko mengalihkan kembali pikiran kita kepada hal-ihwal duniawi di pertengahan praktik. Karena hanya memikirkan kehidupan saat ini, pikiran kita akan dipenuhi oleh urusan duniawi. Oleh karenanya, mengingat kematian itu penting bagi pertengahan praktik kita.

Manfaat 5: Peran Penting pada Akhir Praktik

Manfaat kelima adalah: peran pentingnya pada akhir praktik kita. Kita memulai praktik kita dengan baik karena kita mengingat kematian. Kita mampu melakukannya karena kita masih waspada akan kematian. Jika pada titik tertentu kita menyerah dalam merenungkan kematian, sekali lagi kita akan kembali pada titik di mana kita lebih memikirkan kehidupan saat ini karena kemelekatan kita yang kuat terhadapnya. Jadi, untuk mempertahankan praktik kita hingga tuntas dan menyelesaikan apa yang telah kita mulai, penting sekali untuk mengingat kematian hingga akhir praktik.

Manfaat 6: Kita akan Mati dengan Bahagia

Manfaat keenam adalah: kita akan mati dengan damai dan bahagia. Karena kewaspadaan yang terus-menerus tentang kematian, kita akan secara alamiah mempraktikkan Dharma dengan baik dan tidak menyia-nyiakan waktu kita. Artinya, kita akan meninggalkan kehidupan ini tanpa rasa takut karena kita tahu bahwa praktik kita akan mempertemukan kita dengan kelahiran kembali yang baik; dari sini, tidak ada alasan untuk mengkhawatirkan kematian. Kita akan mati dengan kegembiraan tanpa sedikit pun merasakan penyesalan.

 

Transkrip Pembabaran Dharma oleh Guru Dagpo Rinpoche di Kadam Tashi Choe Ling, Malaysia pada 2002
Transkrip selengkapnya terdapat dalam buku “Jika Hidupku Tinggal Sehari”