10 Jalan Karma Putih


Sekarang, kita akan membahas jalan karma putih berikut akibat-akibatnya dengan prinsip yang sama seperti jalan karma hitam, yaitu akibat yang matang sepenuhnya, akibat yang sesuai dengan sebab, dan akibat yang memengaruhi lingkungan. Di dalam Lamrim Agung, terdapat penjelasan rinci mengenai jalan karma putih. Jangan bayangkan jalan karma putih terjadi ketika seseorang kebetulan sedang tak membunuh atau melakukan jalan karma hitam lainnya. Seseorang yang kebetulan sedang tidak membunuh tidak bisa dikatakan sudah mempraktikkan jalan karma putih menghindari pembunuhan. Kalau demikian kasusnya, maka kita semua tentunya sudah menghimpun begitu banyak kebajikan selama masa hidup kita.

Apa yang dimaksud dengan mempraktikkan jalan karma putih? Ini artinya merenungkan kerugian dan keburukan tindakan membunuh, mencuri, perilaku seksual yang salah, dst, serta membangkitkan niat untuk menghindari semua ketidakbajikan tersebut. Inilah motivasi yang harus ada di dalam praktik jalan karma putih. Sebuah kutipan dari Nagarjuna mengatakan bahwa di antara seluruh harta karun ajaran Buddha, yang paling berharga adalah ajaran tentang kemunculan yang saling bergantungan. Di dalam ajaran tersebut, ada berbagai tingkatan, dari yang paling kasar hingga paling halus. Hukum karma termasuk ke dalam ajaran ini, yaitu hukum tentang bagaimana kebajikan menghasilkan kebahagiaan dan ketidakbajikan menghasilkan penderitaan. Tingkatan yang paling halus dalam ajaran kemunculan yang saling bergantungan ini adalah kesunyataan. Sesungguhnya, ajaran tentang hukum karma adalah salah satu ajaran Buddha yang paling berharga, dan merupakan cara yang teramat unggul dalam memandang dunia ini.

Misalnya karma putih menghindari pembunuhan, Tindakannya adalah menahan diri atau berupaya untuk tidak membunuh. Ketika kita benar-benar berhasil menghindari tindakan membunuh, di situlah penyelesaiannya terjadi. Sekilas, tampaknya hampir tak ada perbedaan antara tindakan dan penyelesaian. Di sini, perlu diingat bahwa ketika dalam tahap tindakan, kita memunculkan niat untuk tak membunuh. Di sisi lain, dalam tahap penyelesaian, tindakan membunuh telah sepenuhnya berhasil dihindari.

Jalan karma putih menghindari pembunuhan dimulai ketika kita merenungkan kerugian-kerugian mengambil nyawa makhluk lain. Kita mulai dengan membayangkan calon korban sebuah tindakan pembunuhan, yaitu seorang makhluk yang bernyawa, sama seperti kita sendiri. Seorang makhluk pada dasarnya ingin bahagia dan tidak ingin menderita. Bagi seorang makhluk hidup seperti kita sendiri, yang paling berharga adalah nyawa atau  hidupnya. Jika kita mengambil nyawa seorang makhluk, tak ada lagi cara yang lebih buruk untuk menimbulkan penderitaan pada dirinya. Dengan pemikiran seperti ini, kita bisa membangkitkan welas asih yang menuntun pada kesimpulan bahwa kita tidak ingin menimbulkan penderitaan seperti itu pada siapa pun. Dari sini, kita sampai pada keputusan bahwa kita akan menghindari tindakan membunuh.

Perenungan terhadap kerugian membunuh juga bisa direnungkan dari sisi diri sendiri. Sebuah jalan karma membunuh yang lengkap akan menghasilkan 3 jenis akibat, yaitu akibat yang matang sepenuhnya, akibat yang sesuai dengan sebab, dan akibat yang memengaruhi lingkungan. Pada akibat pertama, kita akan terlahir kembali di alam rendah. Ini berlaku untuk kasus pembunuhan mana pun, apakah itu membunuh tanpa alasan atau membunuh sebagai suatu tindakan profesional. Setelah kelahiran di alam rendah selesai dijalani, kita akan mengalami akibat kedua, yakni berumur pendek. Kita juga mendapatkan akibat dalam bentuk perilaku, yaitu kesukaan atau hobi membunuh. Karena kecenderungan suka membunuh ini, kita akan kembali melakukan karma buruk yang sama. Dengan cara seperti ini, kita bisa melihat betapa akibat membunuh sangat negatif dan sangat sulit untuk diatasi. Pada akibat ketiga, kita akan terlahir di lingkungan yang serba berkekurangan. Dengan cara seperti ini, kita merenungkan dampak negatif dari tindakan membunuh dari sisi diri sendiri. Semua akibat buruk ini belum termasuk terciptanya halangan bagi kita untuk mencapai pembebasan dan seterusnya.

Jadi, dengan merenungkan kerugian dan dampak buruk dari tindakan membunuh, kita bisa:

  1. Memancarkan welas asih pada makhluk lain
  2. Memancarkan welas asih pada diri sendiri serta membangkitkan tekad dan upaya kuat untuk menghindari pembunuhan

Kalau semua ini berhasil dilakukan, kita sudah mempraktikkan jalan karma putih menghindari pembunuhan. Tak ada waktu khusus untuk membangkitkan sila menghindari pembunuhan. Ia bisa dibangkitkan kapan saja ketika kita memiliki sedikit waktu. Caranya adalah berpikir, “Saya bertekad untuk menghindari pembunuhan…” dan seterusnya. Semua poin dan prinsip di atas bisa diterapkan untuk jalan karma putih lainnya.

Kita bisa menerapkan 4 unsur pada jalan karma putih, yaitu:

  1. Basis
  2. Pemikiran di balik tindakan
  3. Tindakan
  4. Penyelesaian

Contohnya bisa diterapkan pada kasus menghindari pembunuhan. Basisnya adalah makhluk hidup. Pemikirannya adalah menyadari kerugian membunuh dan memunculkan keinginan untuk menghindari pembunuhan. Tindakannya adalah menahan diri untuk tidak melakukan pembunuhan. Penyelesaiannya adalah berhasil menahan diri untuk tidak membunuh.

Prinsip yang sama juga bisa diterapkan pada kasus menghindari pencurian. Basisnya adalah barang milik orang lain. Pemikiran di balik tindakan adalah keinginan untuk menghindari pencurian. Dan seterusnya. Untuk jalan karma putih ketiga, basisnya adalah menghindari hubungan seksual dengan seseorang yang tak bebas atau yang tak boleh diajak berhubungan. Dan seterusnya. Akan sangat baik kalau kita menerapkan 4 unsur pada keseluruhan jalan karma putih secara lengkap.

Akibat dari jalan karma putih yang matang sepenuhnya menghasilkan kelahiran sebagai berikut: karma putih paling ringan menghasilkan kelahiran kembali di alam manusia, karma putih menengah menghasilkan kelahiran kembali di alam kamaloka, karma putih paling kuat menghasilkan kelahiran kembali di dua alam dewa tertinggi.

Dalam kasus menghindari pembunuhan, akibat dari jalan karma putih yang sesuai dengan sebab adalah berumur panjang, sehat, bebas penyakit, dst. Perilaku yang dihasilkan oleh tindakan menghindari pembunuhan adalah kebiasaan dan kesukaan untuk merawat bentuk kehidupan apa pun, secara alamiah suka melindungi makhluk hidup, dst. Lingkungan tempat tinggal bagi orang yang menghindari pembunuhan dipenuhi makanan, minuman, dan obat-obatan yang bergizi dan berkhasiat, serta yang cocok untuk dirinya. Hal yang sama berlaku bagi jalan karma putih lainnya.

Sebagai kesimpulan, Je Tsongkhapa, di dalam Lamrim Agung, menyatakan bahwa mereka yang telah mengembangkan 10 jalan karma putih melalui rasa takut terhadap samsara, namun tanpa perasaan welas asih agung, serta dengan mengikuti perkataan orang lain, akan mencapai tingkatan seorang Shrawaka. Mereka yang tidak memiliki welas asih agung ataupun ketergantungan pada makhluk lain dan berkeinginan untuk mencapai Kebuddhaan untuk diri sendiri melalui pemahaman kemunculan yang saling bergantungan akan mencapai tingkatan seorang Pratyekabuddha. Ketika mereka yang memiliki sifat yang menjangkau luas mengembangkan 10 jalan karma putih melalui welas asih agung, metode terampil, doa aspirasi agung, tidak meninggalkan makhluk hidup dalam kondisi apa pun, serta memusatkan perhatian pada kebijaksanaan Buddha yang sangat luas dan mendalam, maka tingkatan seorang Bodhisatwa dan semua paramita akan tercapai. Dengan semangat penuh untuk mempraktikkan aktivitas-aktivitas ini pada tiap kesempatan, mereka akan mencapai seluruh kualitas seorang Buddha. Rujukan yang dipakai oleh Je Tsongkhapa untuk menjelaskan poin ini adalah Wacana Tahapan Praktik Yoga dan Rangkuman Tekad, yang dianggap lebih jelas dibandingkan dengan kitab lainnya.

Dikutip dari pembabaran Dharma oleh Guru Dagpo Rinpoche di Biezenmortel, Belanda pada 21-24 Februari 2013.

Transkrip lengkap dapat dibaca dalam buku “Karma dan Akibatnya”.
Buku fisik ini dapat didapatkan di sini. Tersedia juga dalam bentuk ebook di sini.