Tahapan Jalan

3 Motivasi dalam Buddhisme


Sekarang saya akan membahas Tahapan Jalan Menuju Pencerahan atau Lamrim. Jalan bertahap ini memiliki pengertian yang sedikit berbeda. Di dalam jalan bertahap, kita tetap punya 3 jenis praktisi, tetapi cara yang diajarkan di dalamnya bukan merupakan metode untuk motivasi awal yang sesungguhnya. Ada aspek-aspek yang dijalankan bersama praktisi motivasi awal dan menengah, berhubung praktisi Lamrim belum tentu adalah orang-orang yang sudah siap mempraktikkan motivasi agung untuk mencapai Kebuddhaan. Oleh sebab itu, mereka perlu melatih diri terlebih dahulu pada jalan motivasi awal. Pada tahap ini, mereka dikatakan mempraktikkan jalan motivasi awal, namun bukan merupakan motivasi awal yang sesungguhnya.

Sebagai contoh, dalam motivasi awal, ada topik tentang perenungan kematian dan ketidakkekalan, penderitaan di alam-alam rendah, berlindung sebagai gerbang suci untuk memasuki ajaran, kemudian membangkitkan keyakinan kepada hukum karma. Akan tetapi, di dalam Lamrim, praktisi motivasi awal memeditasikan topik motivasi awal yang sama dengan cara berpikir atau motivasi yang berbeda dengan praktisi motivasi awal yang sesungguhnya. Seorang praktisi Lamrim pada motivasi awal melakukan praktik sesuai dengan jalan motivasi awal. Akan tetapi, motivasi di baliknya adalah untuk mencapai Kebuddhaan yang lengkap dan sempurna. Jika praktisi motivasi awal ini adalah praktisi motivasi awal yang sesungguhnya, ia tentu hanya ingin mencapai tujuan motivasi awal itu sendiri, yaitu kebahagiaan pada kehidupan berikutnya.

Sama halnya, praktisi Lamrim pada motivasi menengah tak memeditasikan metode-metode yang tercakup di dalam motivasi menengah, tetapi mereka mempraktikkan jalan yang dijalankan bersama praktisi motivasi menengah. Tujuan tertinggi seorang praktisi Lamrim pada motivasi menengah adalah mencapai Kebuddhaan yang lengkap dan sempurna. Topik meditasinya adalah jalan yang dijalankan bersama praktisi motivasi menengah.

Bagi praktisi yang beraspirasi untuk mencapai Kebuddhaan yang lengkap dan sempurna, pertama-tama mereka akan melatih diri sesuai dengan jalan yang dijalankan bersama praktisi motivasi awal. Setelah berhasil meraih motivasi awal, mereka melatih diri di jalan yang dijalankan bersama praktisi motivasi menengah. Setelahnya, mereka bisa melatih diri pada motivasi agung. Jadi, motivasi agung baru bisa dilatih setelah latihan lainnya dirampungkan. Misalnya, melatih cinta kasih, welas asih agung, dan kebijaksanaan agung untuk mencapai Kebuddhaan yang lengkap dan sempurna.

Dengan demikian, kita bisa melihat adanya perbedaan antara 3 jenis praktisi yang terdapat dalam Lamrim, yaitu praktisi motivasi awal, menengah dan agung. Di satu sisi, ada yang disebut sebagai motivasi awal, menengah dan agung, dengan pengertian yang saling terpisah satu sama lain. Di sisi lain, ketiga jenis motivasi ini merupakan satu rangkaian perkembangan batin, yaitu seorang praktisi yang melatih diri di jalan yang dijalankan bersama praktisi motivasi awal, kemudian motivasi menengah, dan akhirnya motivasi agung. Kedua hal ini merupakan cara melatih diri yang cukup berbeda satu sama lain.

Perbedaannya, sekali lagi, adalah sebagai berikut. Cara pertama terdiri dari metode-metode yang berbeda satu sama lain. Semua metode ini bukanlah tahapan jalan yang berkesinambungan; masing-masing metode dipraktikkan secara terpisah untuk mencapai tujuan darimotivasi yang bersangkutan. Misalnya, motivasi awal bertujuan untuk mencapai kebahagiaan di dalam samsara pada kehidupan mendatang, lalu motivasi menengah bertujuan untuk mencapai pembebasan pribadi dari samsara, dan akhirnya motivasi agung bertujuan untuk mencapai Kebuddhaan. Ketiganya berbeda dan tak berkaitan satu sama lain. Di sisi lain, cara kedua, Lamrim, terbagi menjadi 3 jenis motivasi yang sama. Namun di dalamnya, seorang praktisi bertujuan untuk mencapai Kebuddhaan yang lengkap dan sempurna. Praktisi melalui tahapan jalan yang berkesinambungan dan berkembang dari satu tahapan ke tahapan berikutnya. Untuk dapat mencapai Kebuddhaan, ia perlu melewati semua tahapan ini, yakni jalan yang dijalankan bersama praktisi motivasi awal, kemudian motivasi menengah, dan akhirnya motivasi agung. Fungsi dari jalan motivasi awal yang dijalankan bersama praktisi motivasi awal adalah sebagai persiapan bagi praktisi sebelum ia akhirnya melatih diri pada motivasi agung.

Sederhananya, cara pertama punya 3 tahapan yang berbeda satu sama lain – motivasi awal, menengah, dan agung masing-masing berjalan secara terpisah – sedangkan cara kedua, Lamrim, punya 3 tahapan yang menyasar satu motivasi yang sama, satu motivasi tunggal. Apakah itu? Mencapai Kebuddhaan yang lengkap dan sempurna demi kebahagiaan semua makhluk.

Dari sudut pandang Sutra, sumber utama bagi ajaran Lamrim adalah Sutra Penyempurnaan Kebijaksanaan atau Sutra Prajna-paramita. Buddha mengajarkannya kepada para pengikutnya yang menginginkan pencapaian pencerahan, yang ketika itu diberikan di puncak Gunung Nazar. Pembahasan Lamrim berasal dari Sutra ini. Sumber lain dari Lamrim juga bisa ditemukan di dalam Sutra Maha-bodhipatha-krama halaman 158, Pertanyaan-pertanyaan Raja Agung Dharani. Di dalam Sutra ini, ada sebuah analogi yang digunakan untuk membandingkan cara melatih batin secara bertahap dengan seorang tukang yang terampil dalam menghaluskan sebuah permata secara bertahap untuk menghasilkan sebuah perhiasan. Apa yang digarisbawahi oleh Sutra Pertanyaan-pertanyaan Raja Agung Dharani adalah keharusan melatih batin secara bertahap. Inilah sebabnya ia disebut sebagai Tahapan Jalan Menuju Pencerahan. Ketika seorang tukang mulai membuat sebuah perhiasan, apakah itu cincin berlian ataupun perhiasan lainnya, pada awalnya cincin berlian tak terlihat berharga. Ia terlihat seperti batu biasa yang tertutupi kotoran, lumpur, dsb. Namun, seorang tukang yang terampil bisa mengubah batu biasa tersebut menjadi cincin berlian yang sesungguhnya.

Proses membersihkan batu berharga dan mengubahnya menjadi perhiasan yang sesungguhnya adalah proses yang masih terus dilakukan sekarang ini. Kita tahu ada proses pembuatan berlian dan itu masih terus dilakukan sampai saat ini. Batu berlian yang awalnya seperti batu biasa kemudian diasah menjadi berlian. Hal yang sama juga berlaku di dalam Lamrim. Ketika kita melatih batin, kita mengasah batin kita dalam 3 tahap. Ketika kita hendak membuat sebuah perhiasan berlian, tahap pertama adalah membersihkan bahan baku, misalnya menggunakan kertas pasir untuk menggosok dan membersihkan segala bentuk kotoran yang melekat pada batu tersebut. Kita juga dapat menggunakan kain yang kasar atau cairan-cairan tertentu yang sifatnya sangat kuat. Tahap pertama ini berfungsi untuk membersihkan semua kotoran yang paling kasar.

Setelah tahap pertama selesai, kita lanjut pada tahap kedua, yaitu membersihkan kotoran yang lebih halus. Misalnya, kita dapat menggunakan kain yang lebih halus atau dapat juga menggunakan cairan-cairan yang lebih halus jenisnya. Di dalam Sutra, ada rujukan tentang penggunaan pembersih yang tak terlalu kuat, tak sekuat pada tahap pertama. Tahap kedua ini berfungsi untuk membersihkan kotoran yang lebih halus.

Pada tahap terakhir, kain yang digunakan jauh lebih halus lagi. Misalnya, kita menggunakan kain sutra untuk menggosok batu tersebut. Terkait dengan cairan pembersih, jenis yang kita gunakan di sini adalah yang paling halus dibandingkan semua cairan lainnya. Cairan ini digunakan untuk membersihkan kotoran paling halus dan paling akhir, sehingga akhirnya perhiasan berlian betul-betul bersih, halus, dan menjadi berlian yang sesungguhnya.

Buddha menjelaskan bahwa analogi ini juga berlaku dalam proses memperhalus batin kita. Ketika pertama kali hendak melatih batin, yang harus kita lakukan adalah membersihkan semua kotoran batin yang paling kasar, dan untuk membersihkannya, kita harus menggunakan metode-metode yang sesuai. Kalau kita menggunakan metode halus untuk membersihkan kotoran batin yang kasar, cara ini takkan berhasil. Walaupun kita sudah berupaya keras, takkan ada hasil yang diperoleh, berhubung metode yang digunakan tak tepat. Oleh sebab itu, kita harus menggunakan metode yang tepat untuk membersihkan kotoran batin yang kasar.

Kita harus bisa mengatasi kotoran batin yang kasar terlebih dahulu sebelum mengatasi kotoran batin yang lebih halus. Hal ini merujuk ke cara-cara berpikir kita yang keliru, dan cara berpikir yang keliru ini merujuk ke kemelekatan kita pada kehidupan saat ini. Kemelekatan pada kehidupan saat ini merujuk ke makanan, pakaian, dan reputasi. Setelah kotoran batin yang paling kasar ini teratasi, barulah kita bisa berupaya mengatasi kotoran batin yang lebih halus.

Mengatasi kemelekatan pada kehidupan saat ini juga harus dilakukan secara bertahap. Tentu saja kita tak bisa serta-merta mengatasi kemelekatan kita pada kehidupan saat ini. Kita harus melalui sebuah proses bertahap. Ketika kita melalui proses ini dan betul-betul melihat bahwa kemelekatan pada kehidupan saat ini sebenarnya tak berfaedah, tak berguna, dan justru sebaliknya membahayakan diri kita sendiri, barulah kita bisa menghadapi kemelekatan tersebut dan lanjut pada proses berikutnya.

Ketika kita hendak mengatasi kemelekatan pada kehidupan saat ini, kita harus menggunakan metode-metode yang tepat. Kalau kita menggunakan metode-metode tingkat tinggi seperti cinta kasih dan welas asih, bodhicita, ataupun penembusan kesunyataan, kita akan mengalami kegagalan karena semua metode ini bukan penawar langsung dari kemelekatan pada kehidupan saat ini; dengan kata lain, mereka bukanlah metode yang sesungguhnya. Bila kita bersikeras melatih metode ini, kemelekatan pada kehidupan saat ini pasti takkan lenyap. Jadi, metode yang tepat harus diterapkan untuk mengatasi kotoran batin tertentu.

Dengan penerapan metode yang tepat, kita secara bertahap akan bisa mengatasi kemelekatan pada kehidupan saat ini. Dan apa hasilnya? Sebagai hasilnya, kita akan beraspirasi untuk mencapai kebahagiaan pada kehidupan berikutnya. Tentu saja, mencapai kebahagiaan pada kehidupan berikutnya merupakan aspirasi yang lebih tinggi daripada sekadar mencapai kebahagiaan pada kehidupan saat ini saja. Ketika kita sudah sanggup mengaspirasikan kebahagiaan pada kehidupan berikutnya, kita nantinya juga akan berupaya untuk melampaui aspirasi dengan berpikir, “Sebenarnya kebahagiaan pada kehidupan berikutnya juga bukan kondisi yang ideal, bukan merupakan kebahagiaan yang ideal, karena segala sesuatu yang ada di dalam samsara nantinya akan berujung buruk. Segala sesuatu di dalam samsara akan berakhir dengan buruk. Tak ada yang bisa kita perjuangkan atau harapkan dari samsara.” Ketika kita sudah bisa berpikir seperti ini dan kemudian menerapkan metode-metode untuk mengatasi kemelekatan pada kebahagiaan-kebahagiaan samsara, kita bisa mengatasi kemelekatan kita pada kebahagiaan samsara secara keseluruhan.

Kita bisa melihat bahwa segala tujuan untuk memperjuangkan kebahagiaan di dalam samsara takkan ada gunanya, dan sebagai gantinya kita meraih aspirasi untuk mencapai pembebasan dari samsara. Setelah meraih aspirasi ini, kita betul-betul membangkitkan niat untuk bebas dari samsara, dan dengan penolakan terhadap samsara ini, kita betul-betul menerapkan metode untuk mencapai pembebasan dari samsara. Setelah metode diterapkan, kita bisa mendapatkan hasilnya, yakni betul-betul terbebas dari samsara.

Ketika kita sudah membangkitkan penolakan yang murni, sebuah niat yang murni untuk bebas dari samsara secara keseluruhan dan mencapai pembebasan pribadi akan muncul. Ketika aspirasi yang demikian telah muncul, cara berpikirnya bisa dilanjutkan lebih jauh, “Memang baik sekali kalau kita sendiri bisa bebas dari samsara, tetapi bagaimana dengan semua makhluk yang masih berada di dalamnya? Tentu saja mereka tak tertolong. Mereka masih berada di dalam samsara dan akan terus menderita di dalamnya.” Kalau kita menghentikan penderitaan samsara kita sendiri, hal ini tak ada dampaknya bagi penderitaan makhluk lain, sedangkan kita tahu bahwa kita dan semua makhluk pada dasarnya sama persis. Kita dan semua makhluk yang berada di dalam samsara ingin bahagia dan tak ingin menderita. Tak seorang pun makhluk di dalam samsara yang akan menolak kedua poin ini.

Dengan cara demikian, kita melihat kondisi semua makhluk, kemudian menetapkan tujuan untuk tak hanya mengatasi penderitaan pribadi, tetapi juga penderitaan semua makhluk. Pembebasan dari samsara juga mesti dituju; bukan pembebasan pribadi, tetapi pembebasan semua makhluk. Kita bertekad untuk tak hanya meraih kebahagiaan diri sendiri, tetapi juga kebahagiaan semua makhluk. Untuk mencapai tujuan ini, kita berpikir bahwa satu-satunya cara adalah mencapai Kebuddhaan yang lengkap dan sempurna. Setelahnya, kita membangkitkan tekad untuk mencapai Kebuddhaan yang lengkap dan sempurna. Dengan munculnya tekad seperti ini, maka kita telah menjadi praktisi motivasi agung. Setelah menjadi seorang praktisi motivasi agung, yang perlu dilakukan adalah melatih batin kita secara bertahap sesuai dengan Lamrim agar bisa mendapatkan hasil yang diinginkan.

Urutannya dimulai dari tahap awal, yaitu meraih realisasi dan juga mengatasi keburukan atau kotoran batin yang paling kasar. Setelahnya, kita bisa lanjut ke tahapan berikutnya, yaitu tahapan yang lebih halus atau rumit. Pada tahapan ini, kita akan meraih realisasi atau pemahaman yang baru. Dan pemahaman yang baru pada tahapan ini akan menunjang persiapan kita untuk meraih pemahaman pada tahapan berikutnya lagi. Proses yang bertahap dan sesuai urutan ini akan menjamin keberhasilan kita menempuh tahapan demi tahapan dalam sang jalan. Sebaliknya, jika kita tak mengikuti urutan sebagaimana yang sudah diajarkan – misalnya, kita ingin langsung loncat ke tahapan tertinggi seperti melatih meditasi cinta kasih, meditasi welas asih, meditasi bodhicita ataupun penembusan kesunyataan – maka latihan-latihan tingkat tinggi macam apa pun takkan memberikan realisasi yang kita inginkan. Ini ibarat menuangkan air pada batu; air takkan masuk ke dalam batu, tak peduli seberapa banyak kita terus menuangkannya. Sebelum kita meraih realisasi awal, realisasi pada tahapan yang lebih tinggi takkan tergapai. Sebelum meraih realisasi pada tahapan jalan motivasi awal dan menengah, mustahil kita bisa meraih realisasi pada tahapan jalan yang lebih tinggi. Dengan cara loncat-loncat yang demikian, tak ada yang bisa menyentuh batin, tak ada yang bisa mengguncang hati, dan semua meditasi yang kita lakukan akan sia-sia. Barangkali ada sedikit manfaat, satu dua manfaat di sana-sini tetapi tetap saja, latihan-latihan tingkat tinggi tersebut tak betul-betul bisa menyentuh hati kita.

Baik dalam kasus mempelajari Lamrim untuk diajarkan pada orang lain atau untuk dipraktikkan oleh diri sendiri, kita harus mengikuti urutannya. Kita harus betul-betul mengikuti urutannya secara tepat untuk melatih batin kita, untuk mencapai perkembangan batin. Jika kita meloncati urutannya, realisasi takkan diperoleh. Dengan demikian, kalau ada orang yang seumur hidupnya mempelajari Lamrim dengan cara loncat-loncat dan kemudian mencoba menjelaskan isi Lamrim pada orang lain, ia dipastikan akan gagal, berhubung dirinya sendiri tak mengalami perkembangan; batinnya sendiri tak tersentuh oleh ajaran Lamrim.

Untuk mencapai perkembangan secara bertahap dalam latihan batin, kita harus bisa mengatasi kotoran batin yang paling kasar terlebih dulu, barulah kemudian kita bisa lanjut untuk mengatasi kotoran batin yang lebih halus, dan akhirnya mengatasi kotoran batin yang paling halus. Mengatasi kotoran batin secara bertahap akan menjamin perolehan hasil yang diinginkan.

Yang paling kasar di antara semua kotoran batin adalah kemelekatan pada kehidupan saat ini (makanan, pakaian, dan reputasi). Apa yang mencegah kita untuk mengatasi kemelekatan pada kehidupan saat ini? Yang mencegah kita adalah kegagalan untuk melihat bahwa samsara, betapa pun baik dan luar biasanya ia, pada akhirnya toh harus kita tinggalkan. Kalau kita tak bisa melihat kenyataan ini, maka kita tak bisa melihat keburukan yang terkandung di dalam kemelekatan pada makanan, pakaian, dan reputasi. Karena kita menganggap mereka sebagai hal-ihwal yang penting, kita pun melekat padanya. Ketika kita sudah melekat, klesha seperti amarah, kecemburuan, dan lain-lain akan muncul dengan gampang.

Kapan pun seseorang mengganggu apa yang kita anggap penting, segala macam klesha akan muncul. Misalnya, kita bisa saja menyombongkan sesuatu yang kita miliki karena kita sebegitu  melekatnya pada barang tersebut. Ketika ajal kita sudah dekat dan kita tinggal selangkah lagi meninggalkan kehidupan ini untuk beralih ke kehidupan berikutnya, barulah kita sadar betapa sia-sianya semua barang yang kita miliki.

Karena mustahil untuk mengatasi kesalahan yang lebih halus sebelum mengatasi kesalahan yang paling kasar ini, sangatlah penting bagi kita untuk melatih batin secara bertahap, yaitu mengatasi kesalahan yang paling kasar terlebih dahulu, sebelum berupaya mengatasi kesalahan yang lebih halus.

Ada yang mengatakan bahwa aturan ini tak berlaku bagi semua orang, karena ada orang yang memang bisa meraih realisasi spontan tanpa perlu melatih batin secara bertahap. Memang terdapat 2 tipe praktisi di sini. Ada orang yang harus melatih diri secara bertahap, dan mereka disebut sebagai praktisi bertahap; di sisi lain, ada juga orang yang tak perlu melatih diri secara bertahap tetapi bisa meraih realisasi tingkat tinggi secara spontan, misalnya, meraih pemahaman kesunyataan tanpa upaya bertahap. Ini ada sebutannya juga.

Kesalahpahaman ini bisa diperjelas melalui penjelasan Sutra Pertanyaan-pertanyaan Raja Agung Dharani. Ada orang-orang yang kelihatannya mampu mencapai realisasi tingkat tinggi tanpa harus melewati urutan-urutan latihan; misalnya, dalam kehidupan saat ini mereka mampu mencapai penembusan kesunyataan tanpa harus melatih diri pada tahapan jalan yang lebih rendah. Bagaimana penjelasan kita terhadap orang-orang yang kelihatannya bisa langsung meraih realisasi tingkat tinggi tanpa harus melatih diri pada tahapan jalan yang lebih rendah? Tentu saja hal ini memang bisa terjadi. Penjelasannya adalah: orang ini sudah menjalani latihan pada kehidupan-kehidupan sebelumnya dan sudah pula meraih realisasi karenanya. Realisasi ini tersimpan dengan kuat di dalam batinnya dan menjadi jejak karma yang sangat kuat. Jejak karma yang sangat kuat ini dibawa pada kehidupan berikutnya, dan ketika ia terlahir kembali nantinya, hanya dibutuhkan pemicu yang amat kecil untuk membangkitkan realisasi kuat yang sebelumnya sudah dicapai ini. Dari sini, realisasi-realisasi yang sudah diraih bisa dikembangkan lebih lanjut. Dengan demikian, kasus ini sama sekali berbeda dengan pernyataan bahwa seorang praktisi bisa meraih realisasi secara mendadak begitu saja tanpa melalui urutan latihan. Sutra menjelaskan pentingnya mengikuti urutan latihan dan betul-betul menaati mereka ketika melatih batin kita. Di dalamnya, ada penjelasan tentang realisasi spontan, yang tak lain daripada hasil dari latihan-latihan sebelumnya. Arya Nagarjuna juga menjelaskan hal yang sama. Ada sebuah kutipan dari beliau yang berbunyi, “Pada awalnya, ada ajaran tentang status tinggi, lalu muncullah ajaran tentang kebaikan pasti.” Dengan kata lain, ketika murid sudah dilatih untuk mencapai pembebasan dari samsara dan kemudian melatih tahapan jalan untuk mencapai tujuan ini dengan cara mempraktikkan kebajikan dan sebagainya, barulah ia dikatakan sudah siap untuk mengikuti ajaran yang lebih tinggi, yaitu ajaran tentang kebaikan pasti atau pembebasan dari samsara. Kutipan yang sama melanjutkan, “Karena setelah mencapai status tinggi, pada akhirnya engkau akan mencapai kebaikan pasti.” Setelah kita mendapatkan serangkaian kelahiran yang baik di dalam samsara dan bisa melatih pemahaman kesunyataan di dalamnya, pemahaman ini akan menjadi sebab untuk meraih pembebasan dari samsara. Dari situlah kita mendapatkan kebaikan pasti. Demikianlah Arya Nagarjuna juga menjelaskan dengan nada yang sama.

Kutipan Arya Nagarjuna tentang status tinggi merujuk ke tahapan jalan yang dijalankan bersama praktisi motivasi awal. Motivasi awal ini diajarkan terlebih dahulu, dan setelahnya, barulah seorang praktisi bisa mendapatkan kelahiran yang baik di dalam samsara. Setelah mendengar penjelasan tahapan jalan untuk praktisi motivasi awal, praktisi mempraktikkan ajaran dan merealisasikannya di dalam batinnya. Setelahnya, barulah ia siap untuk mendengar penjelasan ihwal kebaikan pasti atau pembebasan dari samsara. Pembebasan dari samsara ini tercantum di dalam Lamrim untuk motivasi menengah, yang mengajarkan 4 Kebenaran Mulia dan 3 Latihan Tingkat Tinggi.

Pertama-tama, kita mulai dengan pemahaman tentang apa itu penderitaan, kemudian kita merenungkan kerugian-kerugian samsara, dan akhirnya kita bisa memahami apa yang dimaksud dengan penderitaan akibat terlahir berulang kali. Setelah memahaminya, kita lalu membangkitkan rasa muak, dan setelah rasa muak muncul, kita membangkitkan niat untuk bebas dari samsara, dan dari situ kita bertekad untuk menolak samsara demi meraih pembebasan dari samsara. Apabila seseorang pada tahap sebelumnya belum meniatkan diri untuk bebas dari penderitaan di alam rendah dan meraih kebahagiaan pada kehidupan berikutnya, maka ia tak bisa mencapai kualitas yang selanjutnya. Kalaupun ia berupaya untuk mencapai kualitas lanjutan ini dan menerapkan metode-metode tinggi dalam upayanya, ia tetap takkan memperoleh hasil yang diharapkan, berhubung ia belum meraih realisasi pada tahapan yang sebelumnya.

Arya Asanga juga menjelaskan hal ini dengan sangat jelas. Ada sebuah kutipan dari beliau yang berbunyi, “Lebih lanjut, para Bodhisatwa menyebabkan murid-muridnya mencapai faktor bajik pencerahan dengan benar dan secara bertahap. Untuk melakukannya, pada mulanya mereka memberi ajaran-ajaran yang mudah kepada makhluk yang kebijaksanaannya mirip anak kecil dengan memberi instruksi dan petunjuk eksplisit yang mudah untuk dipraktikkan. Demikianlah seorang Guru ketika memberi ajaran kepada murid-muridnya. Apabila kebijaksanaan murid mirip anak kecil (praktisi motivasi kecil), Guru akan memberi topik-topik yang mudah dipahami oleh muridnya, berikut instruksi-instruksi dan praktik-praktik awal untuk dijalankan oleh si murid.”

Dalam kutipan Arya Asanga ini, disebutkan tentang memberi instruksi dan petunjuk eksplisit yang mudah untuk dipraktikkan Apa saja mereka? Mereka adalah topik kematian dan ketidakkekalan, penderitaan di alam-alam rendah, berlindung sebagai gerbang suci memasuki ajaran, serta hukum karma.


SESI TANYA-JAWAB

Tanya: Apakah seorang perumah tangga, seorang kepala keluarga dengan istri dan anak-anak, bisa mengembangkan motivasi agung?
Jawab: Pertanyaan yang bagus, dan jawabannya adalah ya. Dengan niat dan aspirasi yang tulus, perumah tangga yang menjalani kehidupan berkeluarga juga bisa membangkitkan motivasi agung. Di sini, yang dimaksud dengan motivasi agung berkaitan dengan batin dan sikap batin. Kalau seseorang memiliki keluarga dan  menjalani kehidupannya dengan sikap batin yang sesuai dengan motivasi agung, maka segala sesuatu yang dilakukan dan dipraktikkannya dalam kehidupan
berkeluarga merupakan praktik motivasi agung. Artinya, kalau ia bisa merealisasikan batin pencerahan (bodhicita) dan kemudian menjadi seorang Bodhisatwa, maka ia bisa dikatakan sebagai seorang praktisi motivasi agung atau Bodhisatwa perumah tangga.

 

Transkrip Pembabaran Dharma oleh Guru Dagpo Rinpoche di Prasadha Jinarakkhita, Jakarta, Indonesia pada 20 -21 Desember 2014
Transkrip selengkapnya terdapat dalam buku “Lamrim Intisari Tripitaka”