Kelahiran Manusia yang Berharga

Kelahiran Manusia yang Berharga (Lanjutan)


Topik kali ini adalah kehidupan manusia kita yang berharga, betapa sulitnya untuk mendapatkannya, dan betapa berharganya hal tersebut. Alasan untuk mempelajari dan merenungi semua ini adalah karena kita menginginkan kebahagiaan yang lebih besar dan pembebasan dari penderitaan. Dan untuk mengatasi keraguan terhadap kemampuan kita untuk meraih semua tujuan ini, kita perlu mempelajari kehidupan manusia kita yang berharga. Topik ini dibagi ke dalam 3 sub-topik:

  1. Mengenali eksistensi manusia dengan 8 kebebasan dan 10 keberuntungan
  2. Merenungkan nilai atau potensi besarnya
  3. Merenungkan kesulitan memperolehnya pada kehidupan saat ini maupun mendatang

Mengenali Eksistensi Manusia dengan 8 Kebebasan dan 10 Keberuntungan

Terkait topik pertama, kita harus menyadari bahwa tidak semua kehidupan manusia dikategorikan sebagai kehidupan yang unggul dengan kebebasan dan keberuntungan. Dengan kata lain, tidak semua manusia memiliki bentuk kehidupan yang unggul ini. Beberapa orang memiliki kemungkinan untuk mendapatkannya dengan mengembangkan kondisi kehidupan pribadi mereka. Yang lainnya boleh jadi tidak tergerak untuk melakukannya. Oleh sebab itu, kita harus menentukan corak pasti dari kehidupan manusia yang berharga dengan 8 kebebasan dan 10 keberuntungan.

Kehidupan manusia dengan kebebasan dan keberuntungan dikenal sebagai “kehidupan manusia yang unggul.” Dalam artian apakah keunggulan ini? Dalam artian bahwa ia merupakan bentuk kehidupan yang berhubungan dengan praktik Dharma. Delapan kebebasan pada kenyataannya adalah kebebasan dari aneka rintangan yang mencegah kita untuk menekuni praktik spiritual. Delapan kebebasan terdiri dari penghindaran dari 8 kondisi negatif, yakni 4 kondisi yang menyangkut bentuk kehidupan non-manusia dan 4 kondisi yang menyangkut bentuk kehidupan manusia.

8 Kebebasan

Empat kondisi yang pertama meliputi kelahiran di salah satu dari 3 alam rendah sebagai makhluk neraka, setan kelaparan, atau binatang, serta kelahiran di alam tinggi sebagai dewa. Semua bentuk kehidupan ini dinamakan ketidakbebasan karena tiadanya kemungkinan untuk mempraktikkan Dharma. Misalnya, kelahiran sebagai makhluk neraka memicu penderitaan yang amat sangat dari suhu panas ataupun dingin yang ekstrem, sehingga pikiran kita sepenuhnya terjebak dalam penderitaan kita dan tidak menyisakan ruang untuk memikirkan praktik Dharma. Hal ini mudah dimengerti. Ketika kita menderita migrain berat atau ketika kita duduk menyilangkan kaki dan lutut mulai terasa sakit, kita biasanya akan sangat larut dalam penderitaan tersebut sehingga kesulitan untuk memikirkan hal lainnya!

Setan kelaparan sendiri menderita terutama dari rasa lapar dan haus yang ekstrem. Jika kita terlahir kembali sebagai makhluk ini, kesempatan kita untuk mempraktikkan Dharma pada hakikatnya adalah nol, karena satu-satunya hal yang kita pikirkan adalah menemukan sesuatu untuk dimakan atau diminum. Lagi-lagi, ini adalah sesuatu yang dapat kita pahami sebagai manusia. Bayangkan bahwa kita harus bepergian selama tiga hari tanpa makan maupun minum sesuatu. Di penghujung dari tiga hari tersebut, akan seperti apa usaha kita untuk mempraktikkan Dharma? Kita menjadi tak berdaya karena yang dapat kita pikirkan hanyalah mencari sesuatu untuk dimakan atau diminum. Jika seseorang berkata kepada kita, “Sekarang Anda harus bermeditasi,” maka reaksi kita yang paling alamiah adalah, “Pertama-tama berikan aku roti sandwich, dan kemudian aku akan mencoba melakukannya.” Sangat tidak wajar jika kita berkata, “Ya, aku akan bermeditasi sekarang. Aku bisa makan belakangan.”

Rintangan utama binatang dalam praktik spiritual adalah kurangnya kecerdasan dan pemahaman. Karena kebodohan, mereka tidak mampu mempelajari cara mempraktikkan Dharma atau memahami perlunya melakukan hal demikian. Beberapa dari kita mungkin memelihara anjing atau kucing, dan kita akan menyadari betapa sia-sianya upaya mengajari Dharma kepada mereka; kita hanya akan menghabiskan napas dan waktu kita, karena binatang tidak memahami sepatah kata pun yang kita ucapkan. Hal ini tidaklah sulit dipahami, namun kita perlu merenungkannya untuk lebih mendalami maknanya, karena faktanya perenungan adalah sesuatu yang sering kali kita abaikan.

Ketidakbebasan keempat adalah terlahir kembali sebagai seorang dewa di dalam samsara. Terdapat berbagai kategori dewa, terutama yang terlahir di alam berbentuk dan alam tanpa bentuk. Ketika terlahir sebagai dewa di alam tanpa bentuk, kita pada dasarnya hanya mempunyai dua pemikiran di sepanjang masa hidup kita. Saat dilahirkan, kita berpikir, “Aku telah terlahir di alam tanpa bentuk,” lalu kita dengan segera memasuki kondisi konsentrasi. Kondisi ini bukanlah praktik Dharma, tetapi hanyalah konsentrasi pada ruang kosong tanpa adanya pikiran yang sadar. Hal tersebut mirip kondisi tidur lelap yang panjang, yang tentunya tidak berfaedah. Ketika masa hidup kita yang panjang telah berakhir, pikiran sadar yang kedua muncul, “Aku sekarang akan mati dan meninggalkan alam tanpa bentuk.” Tetapi, terdapat beberapa pengecualian. Para Arya yang telah memasuki Marga Penglihatan mungkin saja dilahirkan kembali di alam tanpa bentuk, tetapi bagi mereka itu merupakan kelahiran kembali yang menguntungkan.

Kita mungkin juga terlahir kembali di alam dewa nafsu keinginan yang hidup dengan kenikmatan dari lima objek indrawi. Para dewa di alam ini terus-menerus mencari kesenangan dan menikmatinya, sehingga mereka tidak memiliki kemungkinan terkecil sekali pun untuk mempraktikkan Dharma. Kita dapat melihat hal yang sama dalam kehidupan manusia. Beberapa orang memiliki hidup yang sangat baik, dalam artian bahwa mereka terus-menerus menikmati objek-objek kenikmatan yang tidak terbatas. Selama hidup, hanya ini sajalah yang dapat mereka pikirkan, sehingga akibatnya tidak ada ruang tersisa di dalam batin mereka untuk mengejar hal-hal spiritual.

Mari kita sekarang mempertimbangkan beragam jenis ketidakbebasan yang dihadapi manusia dalam mempraktikkan Dharma. Tapi sebelumnya, mari kita menetapkan dengan lebih jelas definisi dari praktik Dharma. Kita tidak boleh membayangkan praktik Dharma sebagai sebatas tindakan pergi ke biara dan mempersembahkan dupa, bernamaskara, dan seterusnya. Hal ini hanyalah perwujudan luar dari praktik Dharma. Praktik Dharma yang sejati adalah upaya untuk meningkatkan diri kita sendiri, upaya untuk memperbaiki sikap dan cara berpikir kita. Dengan kata lain, kita berupaya mengurangi kesalahan-kesalahan kita dan meningkatkan kebajikan-kebajikan kita agar mampu menjadi manusia yang lebih baik.

Ketidakbebasan yang pertama adalah terlahir sebagai manusia dalam suatu daerah yang terpencil dan tidak beradab, sehingga kita tidak memiliki akses atas pendidikan yang layak dan sebagainya. Hal ini merupakan penghalang yang serius dalam praktik Dharma. Jika kita terlahir di tempat yang sangat terpencil dan tidak beradab, pikiran untuk mengembangkan diri kita akan menjadi sesuatu yang sangat asing, dan oleh karenanya, mustahil.

Ketidakbebasan yang kedua adalah terlahir dengan indra-indra yang cacat atau tidak lengkap. Hal ini utamanya merujuk pada indra batin, yakni kemampuan untuk berpikir dengan jelas. Jika otak kita cacat, atau jika kita menderita sakit mental, maka kemampuan untuk berpikir dan merenung secara jelas, dan pada gilirannya keinginan untuk meningkatkan diri, akan menjadi mustahil.

Ketidakbebasan yang ketiga adalah memegang pandangan salah. Apa maksudnya? Ini merujuk pada penyangkalan atas hukum karma, bahwa kebaikan akan berbuah kebaikan dan keburukan akan berbuah keburukan. Mengejar harta-benda dengan menggebu-gebu tanpa memedulikan praktik spiritual juga bisa dikategorikan sebagai pandangan salah. Hal ini, sayangnya, sangat umum bagi kebanyakan orang. Kita mengenal orang-orang yang berada dalam situasi di mana gagasan ihwal praktik spiritual sudah sepenuhnya tertutup dari batin mereka. Jika kita mencoba membicarakan praktik spiritual, mereka jamaknya akan berpikir bahwa kita sudah gila atau sedang membicarakan omong kosong.

Ketidakbebasan yang keempat adalah terlahir di daerah di mana ajaran Buddha tidak eksis. Jika kita terlahir di tempat seperti ini, jelas kita tidak mempunyai kesempatan untuk mempraktikkan Dharma. Demikianlah paparan tentang 8 ketidakbebasan: 4 yang berkaitan dengan non-manusia dan 4 yang berkaitan dengan manusia. Tidak mendapati diri kita dalam kondisi ini dinamakan 8 kebebasan.

Akan baik untuk berhenti sekarang dan menggunakan sedikit waktu untuk bermeditasi pada apa yang baru saja dijelaskan. Dalam Buddhisme, terdapat 2 kategori dasar dari meditasi: meditasi analitik dan meditasi konsentrasi; masing-masing memberikan tujuan khusus dan memenuhi fungsi tertentu. Tujuan dari meditasi konsentrasi adalah untuk meningkatkan kestabilan batin dan kemampuan untuk tetap sepenuhnya berfokus pada suatu objek yang dipilih. Tujuan dari meditasi analitik adalah untuk meningkatkan intensitas dari pemahaman, yang tidak mampu diberikan oleh meditasi konsentrasi. Untuk mempunyai pemahaman yang baik akan topik-topik seperti kelahiran manusia yang berharga, kematian dan ketidakkekalan, penderitaan alam-alam rendah, kesunyataan, cinta kasih dan welas asih yang kuat untuk semua makhluk, dan keyakinan terhadap guru-guru spiritual, kita perlu bermeditasi secara analitik. Lebih jauh, untuk menguatkan pemahaman, kita perlu merenungkannya berulang-ulang sampai batin kita menjadi akrab dengannya.

Sesungguhnya, ini merupakan sesuatu yang kita lakukan, tetapi dalam cara yang negatif. Sebagai contoh, kadang-kadang kita merasa marah. Jika kita memutuskan untuk menyudahinya dan berhenti berpikir mengenai apa yang membuat kita marah, amarah kita mungkin mereda. Namun sebaliknya, yang lebih sering terjadi adalah kita terus-menerus merenungkan hal-ihwal yang mengganggu kita: seseorang yang menyakiti kita atau seorang teman yang menggali kenangan pahit di masa lalu. Dengan memikirkan hal-hal yang menjengkelkan kita terus-menerus, kita secara alamiah memelihara amarah kita. Di sisi lain, kita mungkin memutuskan untuk memperkuat keyakinan kita terhadap Sang Buddha. Dengan merenungkan kualitas luar biasa dari tubuh, ucapan, dan batin beliau berulang-ulang, keyakinan kita secara alamiah akan meningkat.

Untuk meraih tingkat konsentrasi yang lebih tinggi – kemampuan untuk berfokus secara sempurna pada satu titik tanpa gangguan sekecil apa pun – kita harus melatih meditasi konsentrasi. Jika tujuan kita adalah mencapai ketenangan meditatif, kita tidak boleh menganalisis, tetapi harus berlatih pada peningkatan konsentrasi kita. Langkah pertama adalah memunculkan objek konsentrasi yang dipilih dalam batin kita. Di sini, kita mengalihkan semua perhatian kita pada objek tersebut. Kita tidak menganalisis atau memikirkannya dari aspek-aspek yang berbeda, karena hal itu akan menghalangi konsentrasi sempurna kita pada objek tersebut. Ketika kita berlatih meningkatkan konsentrasi, kita semata berfokus sebisa mungkin pada objek yang kita pilih.

Dalam meditasi analitik, kita memeriksa semua aspek dari sebuah topik, menganalisis alasan mengapa sesuatu terjadi dengan cara tertentu. Dengan menjalani proses penelusuran ini, pada titik tertentu kita akan mendapatkan keyakinan yang kuat akan hal tersebut. Pada tahap ini, kita harus berhenti menganalisis dan mulai berdiam padanya; dengan kata lain: melakukan meditasi konsentrasi. Pada titik ini, kita mengubah meditasi analitik menjadi meditasi konsentrasi. Hal yang ideal adalah selalu menutup meditasi analitik dengan meditasi konsentrasi yang singkat. Sebagai contoh, setelah menganalisis 8 ketidakbebasan sampai kita merasakan kebahagiaan penuh karena telah menghindari mereka, kita berkonsentrasi pada perasaan bahagia ini. Kita juga bisa mengubah meditasi analitik menjadi meditasi konsentrasi dalam kaitannya dengan tiap ketidakbebasan. Kita bisa berpikir, “Jika aku terlahir sebagai makhluk neraka dan bukannya manusia, aku akan mengalami penderitaan yang luar biasa. Artinya, aku tidak akan memiliki kemungkinan untuk memikirkan hal lainnya, terutama praktik Dharma. Adalah sebuah berkah yang luar biasa karena aku telah menghindari kelahiran seperti itu!” Kita lalu berhenti menganalisis dan berkonsentrasi pada perasaan bahagia ini.

Untuk melakukan transisi yang demikian pada topik apa pun yang dipilih, kita biasanya memulai dengan analisis, seperti membayangkan bagaimana jadinya jika kita terlahir di alam neraka dan merenungkan semua hal yang mungkin terjadi. Menyadari keberuntungan kita karena telah terbebas dari kelahiran di alam neraka, secara alamiah kita akan memunculkan suatu perasaan sukacita yang kuat. Dari sini, kita berhenti menganalisis dan mulai berfokus pada perasaan tersebut. Setelah satu menit atau lebih, perasaan ini mungkin akan mulai memudar. Di sini, kita kembali ke proses analisis kita. Memulainya kembali akan ibarat menuang air dingin ke wajah orang yang sedang tidur. Hal itu akan menampar kita bangun dari kelesuan dan menimbulkan intensitas yang kuat terhadap perasaan kita. Sekali lagi, kita merenungkan akan seperti apa jadinya jika kita terlahir di alam neraka. Satu hal yang pasti adalah: kita takkan pernah mempunyai kesempatan untuk bermeditasi seperti yang sedang kita lakukan sekarang ini jika kita terlahir di alam neraka. Setelah perasaan sukacita muncul karena perenungan ini, kita berhenti menganalisis dan kembali berkonsentrasi padanya.

Kita dapat melakukan dengan cara yang sama ketika memeditasikan Buddha, baik memvisualisasikan diri kita sebagai Buddha ataupun membayangkan sosok Buddha di hadapan kita. Misalkan kita memilih untuk memeditasikan Buddha Shakyamuni atau Awalokiteshwara di hadapan kita. Pertama-tama, kita harus mencoba mendapatkan gambaran mental yang jelas dari Buddha melalui analisis atas berbagai aspek dari tubuh Buddha: bentuk umum, posisi tangan, aksesori, dan sebagainya. Setelah gambaran mental ini muncul di dalam batin, kita berhenti menganalisis dan berkonsentrasi padanya. Ketika gambaran mulai mengabur dan kehilangan kejelasannya, kita kembali melakukan analisis. Oleh sebab itu, bisa dikatakan bahwa tujuan analisis adalah untuk mempertajam persepsi kita, bukan sekadar memikirkan alasan-alasan di balik sesuatu.

Biasanya, ketika kita sedang berlatih dengan cara seperti ini, kita memulai meditasi dengan 6 Praktik Pendahuluan. Di akhir praktik ini, kita mengundang ladang kebajikan, Sang Buddha yang merupakan satu kesatuan dengan guru spiritual kita, untuk datang dan menempatkan diri di atas kepala kita. Lalu, sebelum memulai meditasi yang sebenarnya, kita memohon pada ladang kebajikan dengan berpikir, “Jika aku dan semua makhluk sejak waktu tak bermula terus-menerus berputar di dalam samsara, itu karena kami telah gagal memahami makna dari kelahiran manusia yang berharga dengan kebebasan dan keberuntungannya, potensi besarnya, dan kesulitan untuk mendapatkannya. Oleh karena itu, Oh Guru dan Buddha, mohon bantulah kami semua agar mampu mencapai pemahaman tersebut secepat mungkin.”

Setelah memohon dengan cara seperti ini, kita membayangkan bahwa beliau memancarkan cahaya dan nektar yang larut di dalam tubuh kita, yang menghapus semua halangan secara umum, terutama halangan untuk memahami topik ini secara khusus. Kita membayangkan bahwa semua halangan telah dihapuskan dan diri kita menjadi murni. Lalu, bayangkan bahwa cahaya dan nektar menganugerahi berkah kepada kita sehingga kita dapat dengan cepat mencapai realisasi dari semua kualitas yang berkaitan dengan para Buddha dan Guru. Dengan cara ini, pikirkan bahwa kita telah mempersiapkan dan mematangkan diri untuk mencapai pemahaman tersebut.

Selanjutnya, kita sampai pada meditasi yang sesungguhnya. Hal pertama yang harus kita pikirkan adalah fakta bahwa kita mempunyai kelahiran manusia yang unggul saat ini. Pikirkanlah, “Jika aku terlahir di alam neraka, hal ini tentu merupakan suatu ketidakbebasan yang serius, karena aku tidak akan memiliki kebebasan untuk berpikir tentang Dharma. Semua pikiranku akan terperangkap oleh penderitaan tidak tertahankan dari suhu panas atau dingin yang ekstrem.” Kemudian, pikirkanlah, “Aku bersyukur karena tidak terlahir di alam neraka! Aku sekarang adalah manusia.” Dan kita pun bersukacita atas hal tersebut.

Langkah selanjutnya adalah secara berturut-berturut memikirkan akan seperti apa jadinya jika kita terlahir sebagai setan kelaparan, binatang, dan dewa berumur panjang. Bayangkanlah penderitaan luar biasa dari rasa lapar dan haus yang menyiksa, dari tiadanya kecerdasan untuk memahami kata-kata, serta dari tiadanya kesempatan untuk merenungi Dharma. Lalu, dengan prosedur yang sama, bersukacitalah karena kita telah terbebas dari semua bentuk kehidupan ini. Bersukacitalah karena kita memiliki kesempatan untuk merasakan kebahagiaan dan untuk menghargai kelahiran manusia kita saat ini. Setelah kita memunculkan perasaan sukacita, berkonsentrasilah padanya selama beberapa waktu.

10 Keberuntungan

Kelahiran manusia kita yang berharga, kehidupan unggul yang kita miliki sekarang, bukan saja telah diberkahi oleh 8 kebebasan, namun juga 10 keberuntungan, yakni 5 kondisi yang berkaitan dengan diri kita secara pribadi dan 5 kondisi yang menguntungkan secara umum.

Lima kondisi yang pertama adalah terlahir sebagai seorang manusia, terlahir di tanah pusat, memiliki kecerdasan untuk memahami ajaran, tidak pernah melakukan 5 kejahatan berat, serta memiliki keyakinan terhadap Tripitaka atau kumpulan ajaran Buddha. Kondisi pertama cukup jelas dan tidak membutuhkan penjelasan lebih lanjut. Kondisi kedua merujuk pada sebuah wilayah yang memiliki ajaran Buddha beserta pengikutnya. Kondisi ketiga juga cukup jelas dan mudah dipahami. Kondisi keempat adalah tidak pernah melakukan 5 kejahatan berat: membunuh ibu, membunuh ayah, membunuh Arhat, melukai Buddha, atau menciptakan perpecahan di dalam Sangha. Kondisi kelima juga kiranya cukup mudah dipahami.

Lima kondisi yang kedua berkaitan dengan orang lain dan lingkungan tempat tinggal kita secara umum, yang terdiri dari:

  1. Kemunculan seorang Buddha dalam kalpa ini. Walaupun kita tidak lahir dalam periode ketika Buddha hidup dan mengajar, faktanya beliau sudah muncul dalam kalpa kita saat ini.
  2. Buddha muncul dan juga mengajarkan Dharma. Tidak semua Buddha muncul di dunia ini untuk mengajarkan Dharma. Namun, dalam kasus kita, bisa dikatakan bahwa kita beruntung, karena Buddha Shakyamuni memutar roda Dharma sebanyak tiga kali dan mengajar selama 45 tahun.
  3. Ajaran Buddha mampu bertahan sampai masa kita. Walaupun Buddha muncul dan mengajar, ajaran beliau mungkin saja merosot dan pada akhirnya menghilang. Namun, dalam kasus kita, masih banyak orang yang mengajarkan Dharma saat ini, dan ini merupakan keberuntungan yang luar biasa.
  4. Kehadiran para praktisi (baik yang ditahbiskan maupun tidak) yang mengusung dan menyebarkan ajaran Buddha. Mereka mempraktikkan ajaran Buddha dengan ketat dan bertindak sebagai panutan bagi kita. Kehadiran mereka mendorong kita untuk berpraktik, karena dalam diri mereka kita bisa melihat hasil-hasil positif dari praktik Dharma. Oleh sebab itu, kita terdorong untuk mengikuti mereka sebagai teladan dan berlatih dengan baik. Kasusnya tentu akan lain jika hanya ada beberapa orang tua yang mempraktikkan Dharma tetapi tidak dilanjutkan oleh generasi mendatang.
  1. Kehadiran orang-orang yang mendukung praktisi Dharma, baik dengan menyediakan dukungan moral maupun material kepada anggota Sangha yang ingin berpraktik.

Jika kita tidak berhenti sejenak untuk memikirkannya, kita akan menganggap semua kondisi ini sebagai sesuatu yang biasa-biasa saja. Ini merupakan suatu pemikiran yang salah, karena mereka tidak bisa ditemukan di mana saja. Ada banyak tempat di dunia di mana HAM tidak dihormati dan tidak ada kebebasan untuk mempraktikkan jalan spiritual yang kita pilih. Di beberapa tempat, orang-orang yang menjalankan praktik spiritual direndahkan dan dikritik keras. Tetapi, dalam kasus kita, kita semua bebas menganut agama yang kita pilih, dan praktisi spiritual sejati secara umum dihormati. Kita harus sadar akan fakta ini, dan karenanya harus lebih menghargai kondisi yang sekarang kita miliki.

Masing-masing dari kita menikmati 18 kondisi yang menguntungkan bagi perjuangan praktik spiritual kita, yang terdiri dari 8 kebebasan dan 10 keberuntungan. Kita harus sadar akan hal ini, karena hal ini bukan sesuatu yang dapat diabaikan. Kita juga harus sadar bahwa kita tidak memiliki hal-hal ini karena kebetulan. Kondisi-kondisi ini merupakan hasil dari berbagai sebab yang kita buat pada kehidupan terdahulu. Mereka adalah buah dari karma bajik yang kita ciptakan. Lebih jauh, selama kelahiran-kelahiran kita di masa lampau, kita pastinya telah berdoa dengan cara tertentu dan dengan motivasi yang baik sehingga mampu mendapatkan hasil seperti ini. Singkat kata, kita tak boleh membayangkan bahwa keberuntungan ini muncul dengan begitu saja secara kebetulan. Jadi, cara pertama untuk merenungkan kelahiran manusia kita yang berharga adalah dengan mengenali 8 kebebasan dan 10 keberuntungan yang kita miliki, serta bersukacita atasnya.

Merenungkan Nilai atau Potensi Besarnya

Langkah selanjutnya adalah merenungkan maksud yang tersirat dari kehidupan yang kita miliki ini. Pikirkan, “Aku tidak hanya memiliki semua kondisi unggul ini – 8 kebebasan dan 10 keberuntungan – tetapi lebih jauh, hal ini menyiratkan bahwa aku memiliki kesempatan besar dan potensi unggul.” Kita harus menyadari hal ini agar mampu mencapai aneka tujuan yang ingin kita capai.

Pertama, dalam pengertian sementara, kita menyadari bahwa dengan tubuh manusia ini, kita bisa melakukan hal penting yang diperlukan untuk mencapai kelahiran kembali yang baik di kehidupan mendatang. Kedua, dalam pengertian tertinggi, kita sadar bahwa kita memiliki potensi yang lebih besar daripada itu, karena kita juga bisa mencapai pembebasan dari samsara atau pencerahan yang lengkap dan sempurna dengan tubuh manusia ini. Terakhir, dalam pengertian momen ke momen, kita harus sadar bahwa setiap momen dari kehidupan kita saat ini memiliki arti yang besar, karena dalam waktu yang singkat pun kita dapat menciptakan sebab yang kuat untuk meraih pencerahan. Bahkan, dengan motivasi yang kuat dan unggul, tindakan sesederhana mempersembahkan beberapa batang dupa akan menghasilkan karma bajik yang tak terhingga untuk pencapaian pencerahan. Dengan cara yang sama, kita juga dapat memurnikan diri kita dari karma negatif yang tak terhingga, yang tentunya akan mempercepat upaya kita mencapai Kebuddhaan.

Terkait pengertian sementara, kita harus berupaya memperoleh pengertian yang benar akan betapa berharganya kehidupan kita sebagai manusia untuk mencapai tujuan yang ingin kita capai. Kehidupan sebagai manusia yang berharga memberi kita kesempatan untuk mencapai tiga tujuan yang berbeda. Yang pertama adalah kelahiran kembali di alam tinggi. Apa maksudnya? Hal ini merujuk pada kelahiran sebagai manusia unggul seperti yang kita miliki sekarang, atau bahkan sebagai dewa-dewi. Jika ini adalah tujuan kita, kita memiliki kesempatan untuk mewujudkannya di kehidupan kita sekarang. Mengapa demikian? Karena kita bisa menciptakan sebab-sebab untuk mencapai status yang tinggi ini. Dengan menciptakan sebab-sebab tersebut, tentu saja kita akan mengalami hasilnya.

Jika kita memiliki harapan khusus untuk dilahirkan di Penang pada kehidupan mendatang, kita dapat memastikannya. Jika kita lebih memilih untuk dilahirkan di Kuala Lumpur, hal ini juga memungkinkan. Jika kita lebih memilih dilahirkan di Prancis, hal ini juga mungkin diraih. Jika kita lebih menyukai gaya hidup orang Kanada, hal ini juga bisa dicapai. Dan, jika kita lebih memilih untuk dilahirkan di Denmark, rencana ini juga bisa dilaksanakan.

Bagaimana kita bisa memastikan terciptanya sebab-sebab untuk terlahir kembali di alam yang tinggi? Dengan disiplin moral (sila) yang murni. Kita semua mampu menjaga sila, karena hal ini menyangkut bagaimana kita menghindari 10 ketidakbajikan. Jika kita tidak mampu menghindari 10 ketidakbajikan sekaligus, maka setidaknya ada 7 macam yang sangat mudah kita tolak. Kita dapat memutuskan untuk menghindari 3 tindakan fisik dan 4 tindakan verbal yang tidak bajik. Jika hal ini terasa sulit, kita dapat menghindari 3 tindakan fisik yang tidak bajik saja, atau setidaknya salah satunya. Yang dibutuhkan adalah sedikit upaya dan sebuah keputusan sadar untuk menghentikan ketidakbajikan. Singkatnya, kita memiliki kapasitas yang sempurna untuk menghasilkan kelahiran kembali di alam yang tinggi.

Kepatuhan pada sila yang murni adalah sebab utama untuk menghasilkan kelahiran sebagai manusia. Tetapi, jika kita dilahirkan di sebuah keluarga miskin yang memiliki kesulitan untuk mendapatkan makanan dan minuman, maka kondisi untuk berpraktik tidak akan ideal. Akan lebih mudah jika kita sedikit lebih kaya, karena dengan demikian kita takkan mencemaskan urusan bertahan hidup. Untuk alasan ini, akan lebih baik jika kita mempraktikkan kemurahan hati (dana) pada kehidupan kita saat ini, yakni untuk memastikan agar kita memiliki kekayaan yang cukup untuk bertahan hidup pada kehidupan mendatang. Mempraktikkan dana pada kehidupan kita yang sekarang akan menjamin kemudahan untuk memperoleh harta-benda di kehidupan mendatang kita sebagai manusia.

Kita mungkin terlahir sebagai manusia dalam keluarga yang baik dengan kekayaan yang cukup untuk bertahan hidup. Meskipun demikian, kita bisa saja sangat jelek, dan hal ini akan menjadi penghalang yang serius bagi hubungan kita dengan orang lain. Jika penampilan fisik kita menjijikkan, takkan ada orang yang ingin berteman atau bahkan bergaul dengan kita. Menjadi orang yang tidak menarik bisa menjadi penghalang untuk mempraktikkan Dharma dengan leluasa. Kita dapat memastikan bahwa diri kita memiliki tubuh fisik yang menyenangkan di kelahiran mendatang dengan menciptakan sebabnya, yaitu dengan menjadi seorang yang sabar. Jika kita melatih kesabaran (kshanti) kita dengan orang lain sekarang, ini akan menyebabkan kita memiliki penampilan fisik yang menyenangkan di kehidupan mendatang. Hal ini juga akan memastikan diri kita memiliki hubungan yang baik dengan teman-teman, saudara-saudara, dan guru-guru spiritual kita di kehidupan mendatang, yang tentunya merupakan hal penting bagi praktik Dharma kita.

Penampilan fisik yang menyenangkan tidak ada kaitannya dengan standar kecantikan tertentu. Yang penting adalah memiliki sebuah daya tarik alamiah yang membuat orang suka ketika melihat kita. Hal ini tidak berarti bahwa kita harus memiliki bahu yang proporsional dengan anggota tubuh lainnya. Kita bisa saja tetap menarik bagi orang lain berhubung adanya pesona tertentu yang kita miliki. Hasil lain dari praktik kesabaran adalah memiliki tubuh fisik yang kuat, tidak harus yang berotot, tetapi tubuh fisik yang memiliki daya tahan dan cukup kuat untuk menjalankan praktik spiritual tanpa mengalami penderitaan fisik. Hal ini cukup masuk akal dan mudah dimengerti. Kesabaran memiliki banyak aspek. Misalnya, dalam mempraktikkan Dharma, kita harus menghadapi kesulitan-kesulitan tertentu dan beberapa ketidaknyamanan fisik, belum lagi kelelahan mental. Menyangkut meditasi dan belajar dengan serius, kita tidak boleh membiarkan diri kita kewalahan menghadapi aneka penghalang seperti kelelahan dan sebagainya. Dengan membulatkan tekad untuk  menahan diri dari godaan untuk tidur, kita menciptakan sebab untuk memiliki tubuh yang kuat dan tegap di kehidupan mendatang. Ini dikatakan sebagai hasil yang “serupa dengan sebabnya”. Karena kita telah bersabar dan bertekad untuk menahan diri dalam aneka situasi sulit di kehidupan saat ini, secara alamiah kita akan memiliki kemampuan untuk bertahan menghadapi aneka kesulitan di kehidupan mendatang.

Jika kita memiliki tubuh manusia, kekayaan yang mencukupi, dan penampilan yang menyenangkan, tetapi tidak memiliki sedikit pun antusiasme untuk mempraktikkan Dharma, maka apa gunanya semua ini? Ketertarikan pada praktik spiritual secara alamiah muncul dari upaya bersemangat (wirya), yang didefinisikan sebagai kegembiraan terhadap kebajikan. Ketertarikan pada praktik spiritual adalah pertanda bahwa di kehidupan lampau kita telah mengembangkan upaya bersemangat. Jika kita terus melatih kualitas ini, maka di kehidupan mendatang kita akan menikmati ketertarikan yang spontan terhadap Dharma.

Selanjutnya, meskipun kita memiliki upaya bersemangat, ketidakmampuan untuk berkonsentrasi pada apa yang kita lakukan akan membuat kita kesulitan untuk mencapai apa pun. Kemampuan untuk tetap berkonsentrasi (samadhi) pada apa yang kita lakukan tanpa sedikit pun teralihkan adalah hasil dari melatih konsentrasi di kehidupan sekarang. Kita dapat berupaya mencapai shamatha (ketenangan batin). Kita juga bisa lanjut mencapai berbagai tingkat dhyana (penyerapan) pada alam berbentuk. Ini merupakan bentuk unggul dari konsentrasi yang bisa kita capai dengan melatih konsentrasi pada kehidupan sekarang.

Tetapi, apakah semua ini cukup? Meskipun kita punya kemampuan untuk tetap berkonsentrasi selama jangka waktu yang lama dan memiliki kegembiraan terhadap kebajikan, kita takkan meraih kemajuan yang pesat jika tidak memiliki kebijaksanaan (prajna) yang mampu membedakan mana yang baik dan buruk. Kebijaksanaan adalah kualitas lain yang sangat penting untuk dimiliki dalam kelahiran mendatang kita sebagai manusia. Hal yang akan menjamin bahwa kita memiliki kebijaksanaan di masa mendatang adalah upaya belajar dan merenung untuk meningkatkan pengetahuan kita. Mengajar orang lain dan membantu mereka mengembangkan pengetahuan yang lebih luas juga bertujuan untuk itu. Ada banyak sebab lain untuk menghasilkan kebijaksanaan. Salah satunya adalah dengan mempersembahkan pelita kepada Buddha. Mengajarkan topik yang umum di sekolah dan membantu orang lain memperoleh pendidikan yang layak serta meraih pengetahuan yang lebih luas juga akan menghasilkan kebijaksanaan di kehidupan mendatang. Semua ini adalah sebab yang bisa kita hasilkan dengan kelahiran yang kita miliki sekarang.

Lebih jauh, sangatlah penting untuk memastikan bahwa di kehidupan mendatang kita bisa berumur panjang. Jika kita hanya hidup untuk waktu yang singkat, kita tidak akan memiliki waktu yang cukup untuk mempraktikkan Dharma. Jika kita panjang umur tetapi terus-menerus dalam keadaan sakit, hal ini juga merupakan penghalang. Kita bisa menciptakan sebab bagi umur panjang dengan menghindari pembunuhan dan melindungi kehidupan makhluk lain. Tindakan ini menghasilkan akibat yang serupa dengan sebabnya. Karena kita telah memperpanjang usia makhluk lain, kita juga akan memiliki usia yang panjang.

Seperti yang sudah kita lihat, sebab utama untuk terlahir kembali sebagai manusia dengan kebebasan dan keberuntungan adalah ketaatan pada sila. Hal ini memberi kita tubuh manusia. Menambahkan praktik paramita lainnya – kemurahan hati dan seterusnya – menghasilkan kondisi tambahan yang mendukung praktik Dharma kita di kehidupan mendatang. Tubuh manusia kita yang menguntungkan ini memungkinkan kita untuk bertindak sedemikian rupa untuk menghasilkan sebab-sebab unggul bagi kehidupan mendatang.

Sebab berikutnya, yang melengkapi sebab lainnya dan merupakan hal yang sangat dibutuhkan untuk memperoleh kelahiran manusia yang unggul di kehidupan mendatang, adalah melantunkan doa-doa suci. Hal ini berarti melakukan perbuatan baik yang akan menghasilkan karma baik, kemudian mendedikasikan karma tersebut untuk kelahiran kembali yang baik. Kita berdoa semoga karma ini memungkinkan kita untuk mencapai kelahiran manusia yang unggul dengan 8 kebebasan dan 10 keberuntungan. Ini adalah sebab ketiga dan terakhir untuk pencapaian kelahiran kembali yang baik.

Berikutnya, terkait pengertian tertinggi, kita menyadari bahwa kelahiran sebagai manusia berpotensi untuk meraih pembebasan dari samsara ataupun pencapaian Kebuddhaan. Pembebasan dari samsara membutuhkan praktik dari ketiga latihan yang lebih tinggi, yakni latihan sila, samadhi, dan prajna yang lebih tinggi. Latihan sila yang lebih tinggi adalah dasar bagi kedua latihan lainnya. Jika kita tidak menjaga sila, kita takkan bisa mencapai latihan unggul dari konsentrasi maupun kebijaksanaan. Tetapi, seperti yang telah kita lihat, kepatuhan pada sila semata tidaklah cukup untuk membebaskan kita dari samsara. Lalu, untuk praktik sila yang akan mengarahkan kita pada pembebasan ini, sangatlah penting bagi kita untuk menolak samsara – merasa jijik terhadap samsara dan memiliki keinginan untuk bebas darinya. Praktik sila yang dimotivasi oleh aspirasi untuk mencapai pembebasan adalah sebab bagi pencapaian pembebasan kita. Dan kenyataannya, kelahiran sebagai manusia adalah kondisi yang ideal untuk mencapai penolakan terhadap samsara.

Di sisi lain, misalnya, kelahiran sebagai dewa di alam keinginan akan membuat kita kesulitan untuk memunculkan penolakan ini. Mengapa demikian? Karena dewa di alam keinginan akan benar-benar terperangkap dalam kesenangan, dan oleh karenanya, akan sangat sulit untuk tetap bersikap objektif dan menimbang betapa malangnya kehidupan di dalam samsara, apalagi merasa jijik padanya. Tetapi, sebagai manusia, kita senantiasa mengalami perubahan dari kondisi yang menyenangkan ke kondisi yang menderita, dan sebaliknya. Karena kita mengalami proses naik-turun ini, kita lebih mudah untuk memahami hakikat sejati dari samsara dan betapa kebahagiaan yang kita alami di dalam samsara adalah sesuatu yang tidak stabil, tidak dapat diandalkan, dan menipu. Hal ini akan memberikan cara pandang yang berbeda dan membuat kita lebih mudah untuk menyadari bahwa selama kita masih berada di dalam samsara, mustahil untuk menikmati kebahagiaan sejati. Sebaliknya, kita akan terus-menerus menghadapi aneka masalah dan penderitaan. Dengan demikian, kita akan mulai membenci samsara dan terinspirasi untuk mencari pembebasan darinya.

Selain pembebasan dari samsara, potensi yang dimiliki oleh tubuh manusia juga memungkinkan kita untuk mencapai tujuan tertinggi dalam hidup ini, yakni pencerahan atau Kebuddhaan yang lengkap dan sempurna. Sebab utama dari pencerahan adalah bodhicita (batin pencerahan). Semua perbuatan yang dimotivasi oleh aspirasi untuk mencapai pencerahan berperan sebagai sebab untuk mencapai pencerahan. Dengan demikian, bodhicita (terutama yang sifatnya spontan) sangatlah penting. Dan kenyataannya, kehidupan manusia dengan kebebasan dan keberuntungan ini adalah dasar yang ideal untuk merealisasikan bodhicita. Kemudian, ketika kita melihat samsara dan menyadari bahwa pada dasarnya penderitaan samsara tidak hanya tak tertahankan bagi kita namun juga bagi semua makhluk, kesadaran ini akan memungkinkan kita merasakan welas asih terhadap makhluk lain. Welas asih yang agung merupakan sebab utama untuk merealisasikan bodhicita.

Lebih jauh, kelahiran sebagai manusia dengan kebebasan dan keberuntungan memberi kesempatan bagi kita untuk mempraktikkan Tantra. Tanpa tubuh manusia yang tersusun oleh enam unsur dan lain sebagainya, mustahil untuk melaksanakan praktik Tantra dalam rangka merealisasikan Kebuddhaan pada kehidupan saat ini juga. Untuk alasan inilah para Bodhisatwa yang berdiam di alam-alam Buddha, seperti Sukawati dan lainnya, berdoa untuk dilahirkan kembali di alam yang lebih rendah sebagai manusia. Mereka berdoa seperti ini untuk memperoleh keuntungan dari kondisi-kondisi baik yang dipaparkan di atas. Sebenarnya, ketika kita memikirkannya, hal ini akan terasa aneh, karena kita sering berdoa untuk dilahirkan di alam Buddha seperti Sukawati, sementara faktanya Bodhisatwa yang berada di sana berdoa untuk terlahir ke alam manusia. Kita tidak boleh membayangkan bahwa ini hanyalah sebuah cerita atau dongeng. Bodhisatwa benar-benar berdoa untuk dilahirkan di dunia manusia dan memperoleh tubuh manusia yang kita miliki sekarang. Dari fakta ini, kita akan menyadari aneka kemungkinan luar biasa yang terbuka bagi kita sekarang karena telah memiliki tubuh manusia yang berharga.

Berikutnya, terkait pengertian dari momen ke momen, potensi dari tubuh manusia memungkinkan kita untuk mencapai realisasi dari momen ke momen. Ini merujuk pada kenyataan bahwa dalam waktu yang sangat singkat kita dapat membangkitkan karma dengan kualitas bajik yang sangat besar dan memurnikan diri kita dari karma negatif yang tak terhitung jumlahnya. Ini terjadi karena kemampuan kita untuk membangkitkan bodhicita. Pada gilirannya, kekuatan bodhicita muncul dari objek dan motivasinya. Bodhicita mempertimbangkan semua makhluk hidup di dalam samsara, yang jumlahnya tak terhingga laksana ruang, tanpa terkecuali. Tujuan bodhicita adalah menyediakan kebahagiaan dan menghilangkan penderitaan selama jangka waktu yang tak terbatas. Meskipun kita mungkin belum merealisasikan bodhicita yang spontan, kita setidaknya bisa membangkitkannya dengan cara yang dibuat-buat terlebih dahulu. Dengan demikian, sekecil apa pun kebajikan yang terinspirasi darinya, misalnya satu namaskara atau persembahan kecil kepada Buddha, akan menghasilkan kekuatan yang besar dan penting. Dengan kata lain, besarnya niat di balik tindakanlah yang memberikan kekuatan pada sebuah perbuatan.

Sama halnya, ketika tekad yang kuat untuk menjadi Buddha demi kepentingan semua makhluk memotivasi praktik purifikasi kita, maka praktik tersebut akan menjadi sangat ampuh dan membuat kita mampu memurnikan himpunan karma buruk di masa lampau yang tak terhitung banyaknya dalam waktu yang singkat.

Pada akhirnya, perenungan ihwal besarnya potensi dari tubuh manusia kita yang berharga harus mengarahkan kita pada kesimpulan bahwa kita harus memanfaatkan sisa waktu hidup kita sebaik-baiknya untuk mencapai salah satu tujuan unggul yang telah diuraikan di atas. Setelah merenungkan 8 kebebasan, kita bisa merenungkan 10 keberuntungan yang kita nikmati saat ini dengan cara yang sama seperti sebelumnya. Perenungan bisa dilakukan dengan mempertimbangkan potensi unggul dari tubuh manusia melalui sudut pandang pengertian sementara, pengertian tertinggi, dan pengertian dari momen ke momen. Merenungkan hal ini akan membawa kita pada kesimpulan bahwa tidak seharusnya kita membuang potensi luar biasa kita untuk kegiatan yang tidak berguna; sebaliknya, kita harus menggunakannya untuk mencapai sesuatu yang berharga bagi diri kita sendiri berikut semua makhluk lainnya.

Merenungkan Kesulitan Memperolehnya Pada Kehidupan Saat Ini Maupun Mendatang

Poin terakhir ini penting untuk direnungkan agar kita tergerak menggunakan hidup kita dengan baik. Jika tidak, mengingat kecenderungan alamiah kita, maka kita akan merasa bahwa masalah ini tidak mendesak dan bisa dipikirkan di lain waktu. Merenungkan kesulitan memperoleh kelahiran dengan kebebasan dan keberuntungan seperti milik kita sekarang ini adalah obat terbaik untuk mengatasi kecenderungan untuk menunda pemanfaatan penuh dari kebebasan dan keberuntungan kita.

Kita harus mencoba memahami bahwa memperoleh suatu kelahiran kembali yang sama dalam waktu dekat bisa jadi jauh lebih sulit daripada yang kita bayangkan. Untuk tujuan ini, pertama-tama kita merenungkan sebab-sebab yang diperlukan untuk menghasilkan kelahiran kembali seperti itu. Seperti dijelaskan di atas, kelahiran kita yang sangat baik saat ini tidaklah datang secara kebetulan. Ia adalah hasil dari sejumlah besar karma bajik yang telah kita kumpulkan selama rangkaian kehidupan lampau kita. Oleh karena itu, kita perlu menentukan sebab yang tepat dari kelahiran kembali untuk lebih memikirkan betapa sulitnya memperoleh tubuh manusia. Kita juga dapat memahami kelangkaan tersebut dengan menggunakan perumpamaan. Di sini, kita bisa membandingkan jumlah dari kelahiran manusia yang unggul dan jumlah dari bentuk-bentuk kehidupan lainnya.

Pertama, kita harus memahami betapa langkanya kelahiran kembali sebagai manusia yang unggul dari sudut pandang sebab. Sebagaimana telah kita lihat, ketaatan dalam menjaga sila yang murni adalah sebab utama dari kelahiran sebagai manusia. Selain itu, kita harus mengembangkan lima kualitas lain, yaitu kemurahan hati dan sebagainya, untuk memastikan diri kita memperoleh kondisi tambahan yang menguntungkan pada kelahiran sebagai manusia di masa mendatang. Terakhir, untuk melengkapi kumpulan sebab ini, kita membutuhkan doa yang murni, dengan kata lain, doa dengan motivasi murni untuk kelahiran kembali sebagai manusia.

Kita harus melihat ke dalam diri kita sendiri dan secara objektif memeriksa perilaku kita sekarang. Jika kita menemukan bahwa kita mengumpulkan sebab-sebab ini dari hari ke hari, maka itu adalah hal yang baik untuk memastikan perolehan kelahiran kembali sebagai manusia. Namun, benarkah kita selalu hidup dengan bajik? Apakah kita tidak sering terlibat dalam tindakan yang membahayakan diri sendiri dan orang lain? Mana yang lebih sering dan datang dengan mudah kepada kita, kebajikan atau ketidakbajikan? Jika kebajikan yang lebih sering datang, maka kita memiliki setiap alasan untuk merasa yakin bahwa kelahiran kembali sebagai manusia akan kita peroleh. Namun, jika kita mau jujur, akan terlihat bahwa kita lebih mudah tertarik pada ketidakbajikan daripada kebajikan.

Untuk menentukan perilaku yang biasa kita lakukan, kita dapat menggunakan satu hari biasa sebagai contoh dan memeriksa jenis pikiran apa yang ada dalam batin kita sejak kita bangun di pagi hari. Dalam proses pemeriksaan ini, jika kita menemukan bahwa sebagian besar dari pikiran kita bersifat positif, maka tidak ada alasan untuk khawatir. Sayangnya, pemeriksaan seperti ini kemungkinan besar akan mewajibkan kita untuk menyimpulkan bahwa pikiran tak bajik lebih sering hadir daripada pikiran bajik, yang berarti kita telah gagal memperoleh sebab bagi kelahiran kembali yang baik. Ini adalah salah satu cara untuk memahami bahwa upaya memperoleh kelahiran manusia yang unggul tidaklah semudah yang kita bayangkan.

Setelah mendengar ini, beberapa orang mungkin protes, “Saya tidak melakukan hal-ihwal yang benar-benar buruk. Saya tidak pernah membunuh siapa pun dan saya tidak mencuri. Saya juga mencoba melakukan hal baik. Saya bermeditasi sedikit, mengucapkan beberapa doa dan melakukan beberapa hal baik setiap hari.” Namun, ini adalah pandangan kasar ihwal perilaku kita. Ketika kita memeriksa dengan lebih teliti, kita mungkin akan menemukan bahwa praktik kebajikan kita seringkali tidak sempurna. Tiga fase – pendahuluan, tindakan itu sendiri, dan penyelesaian – tak selalu hadir. Sebagai contoh, jika kita memutuskan untuk berdoa atau bermeditasi, kita dapat memulainya dengan sebuah motivasi yang bajik, tetapi nyatanya, tak lama setelah memulai praktik, kita dapat menemukan  bahwa pikiran kita berkeliaran dan terganggu. Atau, jika kita mampu untuk tetap berkonsentrasi dalam fase utama praktik, pada akhirnya kita mungkin akan terganggu oleh dering telepon. Jadi, kita menemukan diri kita terlibat dalam hal lain tanpa mengakhiri praktik dengan doa dedikasi. Karena salah satu dari tiga tahap yang diperlukan untuk mencapai suatu jalan karma yang lengkap tidak hadir, kebajikan yang dihasilkan menjadi lemah dan tidak efektif. Kemungkinan lain adalah: setelah memutuskan untuk bermeditasi atau berdoa dan membangkitkan motivasi yang bajik, kita malah tertidur di tengah-tengah praktik! Ketika bangun, kita terkejut melihat jam dan menyadari bahwa kita telah menyia-nyiakan waktu kita. Hal ini sering terjadi, dan sebagai pemula dalam jalan spiritual, kita semua telah mengalaminya. Dengan kata lain, upaya kita untuk menciptakan karma bajik tidaklah efektif.

Di sisi lain, ketika melakukan ketidakbajikan, kita tidak memiliki kesulitan dalam memastikan bahwa ketiga fase hadir secara lengkap. Sebagai contoh, kita mungkin ingin mempermalukan seseorang dengan mengatakan sesuatu yang kasar atau menyinggung hati. Pertama-tama, kita membangkitkan niat yang jelas untuk melakukannya, dan untuk melakukannya dengan baik, kita berpikir “Aku benar-benar harus memberinya pelajaran.” Kita kemudian menyusun perkataan yang paling pas untuk menyakiti orang tersebut. Kita mencari kata-kata yang tepat untuk memukul titik lemahnya. Selain itu, kita memastikan untuk berkomentar di depan sebanyak mungkin orang untuk memastikan bahwa calon korban kita benar-benar malu. Setelah menetapkan semua ini dan memilih waktu terbaik untuk melakukannya, kita menyatakan apa yang telah kita putuskan untuk dikatakan. Kemudian, kita tidak berhenti sampai di situ. Setelah selesai, kita berpikir, “Luar biasa! Aku sudah berhasil melakukan apa yang ingin kulakukan!” Kita mengucapkan selamat pada diri sendiri dan bersukacita atas tindakan kita. Dengan cara ini, karma yang sangat negatif tercipta dengan begitu mudahnya.

Ini adalah salah satu cara untuk memahami bahwa ketidakbajikan kita lebih besar daripada kebajikan kita. Tetapi, ada penjelasan lebih lanjut. Meskipun upaya kita untuk melakukan kebajikan mungkin saja sukses, kita memiliki kesulitan untuk menjaga karma baik yang telah kita hasilkan. Kita marah atau membiarkan beberapa faktor perusak lain muncul dalam diri kita untuk kemudian menghancurkan karma baik kecil yang telah kita hasilkan tersebut. Untuk alasan ini, maka mungkin lebih sulit daripada yang kita pikirkan untuk meninggalkan kehidupan ini dengan bekal karma baik yang mencukupi. Jika kita berperilaku seperti yang telah kita lakukan selama ini, sebab-sebab untuk memperoleh tubuh manusia yang berharga akan jauh dari jangkauan. Kesadaran ini seharusnya memperkuat tekad kita untuk menggunakan kehidupan kita sekarang dengan sebaik-baiknya untuk menciptakan sebab-sebab bagi perolehan tubuh manusia yang berharga.

Kedua, kita harus memahami betapa langkanya kelahiran kembali sebagai manusia yang unggul dari sudut pandang perumpamaan. Kitab-kitab memberikan banyak sekali analogi, tetapi kita hanya akan membahas satu analogi yang menggambarkan kelangkaan ini. Jika kita mengambil segenggam kacang polong kering dan melemparkannya ke dinding rata berulang kali untuk mencoba menempelkannya di sana, berapa besar kemungkinan kita untuk berhasil? Berapa banyak kacang polong yang akan benar-benar menempel ke dinding? Tidak terbayangkan bahwa seseorang mungkin melakukannya. Kacang polong akan jatuh dan bergulir ke lantai. Kemungkinan kita memperoleh kelahiran kembali sebagai manusia yang unggul adalah sama langkanya dengan peristiwa menempelnya kacang polong ke dinding rata.

Ketiga, kita harus memahami betapa langkanya kelahiran kembali sebagai manusia yang unggul dari sudut pandang jumlah. Kita bisa membayangkan diri kita pergi ke lapangan dan menggali di suatu area dengan ukuran satu orang yang sedang duduk di tanah; sekitar satu meter persegi. Ketika menggali jauh ke dalam tanah, kita akan menemukan berbagai jenis makhluk kecil yang hidup di dalam tanah. Beberapa serangga akan dapat dilihat dengan mata telanjang, beberapa lainnya tidak dapat dilihat dengan mata telanjang. Dengan cara ini, kita dapat mengetahui bahwa jumlah total dari binatang yang hidup di dunia ini jauh melebihi jumlah manusia. Jika ada lebih banyak binatang daripada manusia, apa yang harus dikatakan mengenai setan kelaparan? Mereka bahkan lebih banyak daripada binatang, dan jumlah makhluk neraka bahkan jauh lebih banyak lagi daripada setan kelaparan.

Dengan merenungkan langkanya kelahiran sebagai manusia dengan kebebasan dan keberuntungan dari sudut pandang sebab, perumpamaan dan jumlah, kita akan lebih memahami bahwa perolehan kelahiran kembali sebagai manusia sama sekali bukan pekerjaan yang sederhana. Perenungan kita akan membawa kita pada kesimpulan bahwa kita harus mengambil manfaat penuh dari kehidupan yang kita miliki sekarang. Sebuah analisis mendalam tentang masalah ini secara alamiah akan menimbulkan suatu tekad besar untuk menggunakan kehidupan manusia kita sekarang dengan sangat baik. Yang paling ideal adalah menggunakan tubuh manusia yang berharga ini untuk mencapai pencerahan demi kepentingan semua makhluk. Jika kita gagal mencapai tujuan ini, kita dapat menggunakan tubuh manusia kita untuk mencapai pembebasan dari samsara. Atau, jika kita merasa bahwa tujuan tersebut masih terlalu tinggi bagi kita, minimal kita harus mampu menghindarkan diri kita dari kelahiran kembali di salah satu dari tiga alam rendah.

Transkrip Pembabaran Dharma oleh Guru Dagpo Rinpoche di Kadam Tashi Choe Ling, Malaysia pada 2002
Transkrip selengkapnya terdapat dalam buku “Jika Hidupku Tinggal Sehari”